5

Sebuah suara terdengar.

"Kamu masuk saja."

Ia menurut, ruang yang dimasukinya terlihat sangat luas. Berisi banyak hiasan indah. Namun tidak ada satu kursipun disana.

"Disebelah kiri ada lift. Kamu tekan tombol X"

Kembali Serra menurut. Sampai kemudian lift itu berhenti dan terbuka. Ia berada disebuah lorong yang sangat panjang. Sampai kemudian suara itu kembali memandunya.

"Berjalanlah ke sebelah kananmu. Akan ada pintu pertama yang terbuka. Masuklah."

Gadis itu menuruti arahan suara tersebut. Benar, ia menemukan  pintu yang sudah terbuka. Saat masuk, pintu itu otomatis tertutup.

Diujung sana, seorang laki laki bertubuh tinggi tengah memunggunginya.

"Selamat datang Serrafina." Ujar pria itu. Kemudian pria itu berbalik sambil tersenyum.

Apa ia pemilik rumah besar ini? Lalu dimana pelayan lain? Kenapa hanya mereka berdua?

Meski suaranya terdengar lembut, namun gadis itu merasa takut. Ia menunduk.

"Kenapa menunduk, kemarilah."

Ia mendekat. Ruang ini sangat luas. Seperti berada dalam sebuah rumah. Ada sofa besar, juga tempat tidur. Ada beberapa pintu. Jendelanya besar besar dan dibiarkan terbuka. Apakah ia harus membersihkan tempat ini?

"Apa pekerjaan saya tuan?" Serra tetap berada ditempatnya.

"Menemaniku."

Mata indah itu terbelalak. Ia segera menggelengkan kepala. Pasti laki-laki ini bercanda. Namun wajah itu terlihat serius. Apakah artinya Suster Fransiska benar? Ia sudah salah melangkah.

"Maaf, saya dijanjikan pekerjaan. Tapi bukan untuk itu tuan."

"Kenapa?"

"Saya tidak pandai."

"Menemaniku tidak butuh  keahlian. Aku akan mengajarimu."

"Kalau seperti itu, saya minta maaf. Saya tidak bisa tuan.  Ijinkan saya pulang."

Pria itu tersenyum. Kemudian ia menyalakan sebuah televisi besar didepan mereka.

"Lihatlah." Perintah pria itu.

Serra mengangkat wajahnya. Disana ada ayah yang tengah terbaring. Juga ibu yang tertidur dengan wajah lelah. Nafasnya terasa terhenti seketika.

"Kamu tidak sayang pada mereka?"

"Saya menyayangi mereka. Karena itu saya butuh pekerjaan.Tapi  yang tuan sebutkan bukan pekerjaan."

"Kata siapa? Kamu juga akan mengeluarkan tenaga dan pikiran kan. Apa namanya kalau bukan bekerja? Kamu akan bekerja pada saya. Sebagai balasannya, saya akan mengobati ayahmu sampai sembuh. Membantu pendidikan kedua adikmu sampai selesai kuliah. Memberikan mereka rumah yang baru. Dan juga pekerjaan baru untuk ibumu. Apa itu kurang sepadan?"

"Tapi bukan pekerjaan seperti itu tuan, saya mau bekerja bersih bersih. Seperti yang dijanjikan." Serra kembali berusaha mengingatkan dengan suara memohon.

"Apa saya yang menjanjikan?"

Serra terdiam. Matanya kembali menatap lantai.

"Artinya kamu menolak?"

"Saya tidak bisa kalau pekerjaannya seperti itu, ijinkan saya pulang."

"Pintu itu sudah tertutup. Tidak ada jalan pulang buatmu."

Serra menatap pria itu tak percaya. Ia tidak pernah mengenalnya. Ditatapnya kembali ruangan luas itu dengan penuh rasa takut. Hanya mereka  berdua. Bagaimana ia bisa keluar dari sini?

Pria itu kemudian mendekati. Berdir8 tepat dihadapannya. Mengangkat wajah yang sudah pucat dengan ujung jari yang terasa kasar. Nafas mereka bertemu dan kedua wajah mendekat. Serra bisa merasakan kemarahan yang ada didalam netra itu.  Sinar ketakutan makin tampak diwajahnya.

Pria itu menelan salivanya lalu menghembuskan nafas pelan.

"Kamu ternyata jauh lebih cantik dari yang saya kira. Memilikimu adalah sebuah kehormatan. Saya tahu kamu sedang kesusahan. Dan saat ini hanya saya yang bisa membantumu.

Bayangkan, kamu berjuang  disini. Maka seluruh keluarga yang kamu cintai akan hidup tenang dan sejahtera."

"Maaf tuan, saya tidak bisa. Ini salah." Kembali Serra menolak.

Rahang Arryan mengeras. Sudah lama sekali ia tidak pernah ditolak. Apalagi oleh makhluk lemah bernama perempuan.

Laki laki itu mengelus pipi Serra dengan ujung jarinya. Gadis itu segera memalingkan wajah.

"Tolong, ijinkan saya pulang."

"Silahkan kalau kamu bisa melewati pintu itu." Bisik Arryan tajam sambil menjentikkan jari dua kali.

Serra melangkah mundur. Meninggalkan pria yang baru dikenalnya tersebut.

Pintu sudah terbuka entah dengan cara apa. Namun langkah Serra terhenti. Ia menjerit saat seekor ular besar menantinya didepan pintu kamar. Dengan cepat hewan melata tersebut memasuki ruangan mendekatinya.

Tidak bisa melawan ketakutannya. Serra jatuh pingsan! Pria itu tidak tahu kalau sang gadis memiliki phobia terhadap ular.

Arryan mendekati perempuan itu,

"Pergilah Sheeze, jangan bermain main dengannya. Aku bisa berbagi apapun denganmu. Tapi bukan dia."

Mata hewan itu masih menatap perempuan dalam pelukan sang majikan dengan buas.

"Ada makanan yang sudah menunggumu dibawah. Pergilah kesana. Aku akan mengurus milikku."

Perlahan Sheeze mundur kemudian menghilang dibalik pintu. Pria itu menepuk tangannya dua kali. Pintu kembali tertutup.

Diangkatnya tubuh Serra, terasa sangat ringan.

"Kamu kekurangan makanan Serra. Setelah ini kamu harus banyak makan. Aku tidak akan membiarkanmu kelaparan. Apalagi hanya memakan sebungkus nasi goreng yang tidak sehat untuk makan malam. Itupun kadang harus beramai ramai.

Bersamaku kamu akan baik baik saja. Aku akan menjamin semuanya."

Direbahkannya tubuh itu dengan hati hati. Kemudian mengecup keningnya dengan lembut.

"Beristirahatlah. Aku akan menjaga kamu."

***

Serra membuka matanya perlahan. Ditatapnya sekeliling. Tiba tiba terlintas bayangan ular besar yang melesat mendekatinya. Gadis itu kembali menutup kedua mata.  Wajah itu kembali ketakutan.

Arryan bangkit dari kursi kebesarannya.

"Kamu sudah bangun?"

Serra memalingkan wajahnya. Masih wajah pria yang telah membohonginya.

"Boleh saya pulang?"

Pria itu tertawa. "Kamu nggak takut dihadang Sheeze lagi?"

"Aku ingin bertemu bapak."

"Kamu bisa menatapnya sampai puas dari sini."

"Tuan, tolong ijinkan saya pulang."

"Sekali lagi kamu mengatakan kalimat yang sama, saya bisa memerintahkan orang mencabut selang yang sedang digunakan ayahmu."

Seketika televisi besar didepan tempat tidur bernyala kembali. Ada ayah dan Adit disana.

"Aku juga bisa membuat adikmu mengalami hal yang sama dengan ayahmu."

"Apa tuan yang...?" Serra menatap tak percaya.

"Saya tidak sejahat itu Serra, tapi bisa lebih jahat dari itu kalau kamu tidak menurut. Satu hal yang harus kamu tahu. Tidak ada jalan keluar lagi saat kamu sudah masuk ketempat ini. Jadi, jangan bertanya tentang itu lagi.

Kalau sekali lagi saya dengar, maka kamu bisa saja masuk ke kandang Sheeze. Ia akan meremukkan tulangmu kemudian menyantap sampai habis. Dan orangtuamu takkan bisa menemukanmu lagi. Jadilah perempuan yang manis dihadapan saya." Jelas pria itu dengan suara dingin.

Serra diam terpaku mendengar kalimat itu.

***

Arryan baru saja selesai mandi. Saat melihat Serra menatap keluar dari jendela.

"Kamu tidak mandi?"

Gadis itu menoleh, "saya tidak menemukan tas saya."

"Kamu tidak membutuhkan itu lagi. Dibalik sana, ada ruang ganti pakaian. Apa yang kamu butuhkan selama disini. Ada disana!" Jelas pria itu sambil dagunya menunjukkan sebuah tempat.

"Berapa lama saya akan disini?"

Kembali mata Arryan menajam.

"Jangan bertanya tentang waktu."

"Mandilah," perintah pria itu.

Tidak ada jalan lain selain menuruti setiap kalimat yang keluar dari bibir pria itu. Serra memasuki ruangan tempat pria itu baru saja keluar. Ruangan yang sangat luas dan bersih. Ada bak mandi besar, kaca yang tertempel sempurna disepanjang sisi. Sehingga ia bisa melihat seluruh tubuhnya. Benda benda disini terasa sangat asing baginya. Dan entah apa namanya. Serra melangkah  dengan penuh rasa takut.

Ia membuka pakaiannya satu persatu dengan ragu sambil menoleh ke pintu. Takut kalau pria tersebut tiba tiba datang. Kemudian melangkah menuju shower. Mencoba mencari tombol atau kran. Tapi tidak ada, Serra bingung.

Suara langkah memasuki kamar mandi mengejutkannya. Dengan cepat gadis itu menutupi kedua aset dengan tangannya. Arryan hanya tersenyum sambil mengigit bibirnya. Kemudian mendorong bahu itu dengan lembut sampai tepat dibawah shower.

Akhirnya air mulai menetes dan semakin deras.

"Biarkan aku yang memandikanmu." Bisik pria yang sudah kembali basah itu.

Serra ketakutan. Ia mengigil. Hal ini tak pernah ada dalam bayangannya. Mandi bersama laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali. Pria itu akan menyentuh seluruh tubuhnya sementara mereka tidak punya ikatan apa-apa.

Lelaki itu mengambil sebotol shampoo didalam sebuah lemari kaca kecil. kemudian mencuci   rambutnya.

"Kamar mandi ini dilengkapi sensor. Kamu hanya perlu mendekat, lalu mereka akan bekerja."

Jemari besar dan kasar itu meraih sabun cair beraroma buah plum. Kembali menyusuri setiap inchi tubuh Serra. Menggosoknya dengan perlahan sambil meremas seluruh bagian yang disukai.

Saat sampai pada bagian inti, jemari itu berhenti.

"Aku tidak suka ada apapun  di area ini. Aku akan mengajarimu membersihkannya."

Kemudian pria itu membimbingnya untuk duduk disebuah kursi berwarna putih.

"Buka!" Perintahnya.

Dengan tubuh gemetar, menahan rasa takut, malu dan marah. Serra tetap menurut, membuka kedua kakinya. Sang pria melaksanakan tugasnya tanpa berkata-kata. Menyiram area itu untuk memastikan semua menjadi sesuai keinginannya. Tubuh Serra semakin lemah. Tapi ia tidak ingin lagi terlihat lemah.

Untuk pertama kali dalam hidup, Serra mengerti arti kata, menangis tanpa airmata. Membiarkan seorang yang tak dikenalnya menjamah segala seauatu yang selama ini tertutup.

Wajah pria itu terlihat tenang, hnya senyum kecil tang tampak diwajahnya. Ini pertama kali Serra bisa menatapnya dari dekat. Bulu halus dan liar ada hampir diseluruh wajah dan dagu pria itu. Rambutnya hitam bergelombang.

"Sudah," ujar Arryan.

"Bilas tubuhmu. Nanti kamu kedinginan."

Selesai mandi, laki-laki itu menyerahkan sebuah jubah mandi berwarna pink. Kemudian membawanya ke ruang ganti.

"Disini letak pakaian dalammu, dan yang di gantung sebelah kiri adalah milikmu. Kalau tidak suka, jangan dipakai. Aku tidak tahu seleramu.

Jangan khawatir, tidak ada yang terlalu seksi disini. Aku tidak suka perempuan yang berdandan seperti pelacur. Sangat murahan!"

Serra menatap semua. Akhirnya pilihannya jatuh pada gaun tidur berbahan katun berwarna putih polos. Saat dikenakan, terasa nyaman karena sedikit longgar.

"Kamu terlihat jauh lebih baik." Bisik pria itu ditelinganya.

***

Happy reading

Maaf untuk typo

17 april 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top