Chapter 13
"Dia masih terus berdiri di depan pintu?"
Pertanyaan langsung Agreva ajukan pada sang sekretaris, ketika panggilannya sudah diangkat.
Villa pun mengiyakan. Lalu dilanjutkan dengan keterangan lebih lengkap tentang seberapa lama sudah Sekala Adyatama berjaga.
Dijelaskan juga bagaimana kondisi sang ajudan yang sejak pagi tidak beristirahat, makan siang pun absen karena terus berjaga di depan pintu ruangan kerjanya, sebagaimana tugas pria itu.
Dan sejak sampai di kantor, Agreva juga belum keluar barang satu kali pun dari ruangannya. Ia sengaja melakukannya guna menghindari ajudan tampan itu. Masih kesal akan kejadian pagi tadi.
Perdebatan mereka benar-benar menyebalkan, ia tak suka aturan ketat dari Sekala Adyatama akan bagaimana dirinya harus bersikap dan bertindak.
Jelas tidak senang diperlakukan layaknya bocah yang tak bisa mematuhi aturan. Ia bahkan punya komitmen akan cara bersikap dan bertindak.
Tidak perlu susah-susah mengingatkannya.
Soal peristiwa semalam, jalan-jalan ke bar dan berkumpul merupakan hal yang wajar-wajar saja untuk wanita seperempat abad sepertinya.
Hanya saja karena kejadian tak terduga tersebut, dirinya pun dicap sebagai pembangkang.
Cih, tidak adil baginya.
"Hah?" Agreva merespons spontan atas kalimat tanya sang sekretaris menanyakan soal kapan ia akan mengajak Sekala Adyatama pergi makan.
Haruskah dilakukannya?
Agreva pun memikirkan ulang.
Sepertinya jika hanya melewatkan makan siang, tak akan membuat pria itu sampai pingsan. Daya tahan Sekala Adyatama pasti sangat kuat.
Mengingat kepala ajudan ayahnya itu memiliki pendidikan militer mumpuni di Amerika Serikat. Mantan prajurit nasional pula dulunya.
"Dia tidak akan pingsan," jawab Agreva mantap atas kecemasan ditunjukkan sang sekretaris.
"Bagaimana kamu saja yang ajak dia makan?
"Kalian keluar berdua, dan bawa dia makan ke restoran yang ada di dekat sini," imbuhnya.
Otak Agreva tiba-tiba saja mencetuskan solusi agar ia tidak didesak bertanggung jawab karena sudah mengabaikan Sekala Adyatama.
Tanggapan asisten pribadinya? Menolak titah yang baru saja diberikan dengan alasan sudah punya kekasih, dilarang pergi bersama pria asing dan juga tidak cukup dikenal baik.
Jika sudah menyoal hubungan asmara, maka ia juga enggan menjadi pengacau dalam jalinan kasih orang lain. Perintahnya akan dibatalkan.
Sang sekretaris lalu melontarkan lagi beberapa kalimat berisikan semacam bujukan supaya ia mau pergi makan dengan Sekala Adyatama.
Karena merasa otak sudah buntu guna mencari solusi lain, maka tak ada pilihan lain tersisa.
"Oke, saya akan keluar."
Setelah meluncurkan keputusannya, Agreva pun lekas saja mengakhiri panggilan karena sudah tak ada lagi yang harus mereka bahas.
Agreva segera pula beranjak dari kursinya. Kaki melangkah menuju pintu ruangan guna keluar.
Sesampai di luar, beberapa detik kemudian, ia pun berhenti berjalan, langsung melenggang ke arah lift yang akan dipakai turun ke basemen.
Tentu, tanpa dimintanya, Sekala Adyatama jelas akan mengikutinya karena sudah menjadi tugas pria itu mengawal dirinya kemana pun pergi.
Mereka dengan cepat sampai di tempat tujuan.
Agreva tetap melangkah ke areal dimana mobil kesayangannya terparkir. Tak jauh dari lift.
Sekala Adyatama yang memang memiliki sifat cekatan dan sigap, langsung membuka kunci kendaraan supaya dirinya bisa masuk.
Tentu, Sekala Adyatama yang akan menyetir.
"Kita mau ke mana, Nona?"
Pertanyaan diajukan sang ajudan tampan, setelah duduk pada jok kemudi. Atensi tertuju padanya.
"Makan siang di restoran, Mas."
"Sudah aku kirim alamatnya, tinggal ke sana."
"Baik, Nona Agreva."
Tak ada pembicaraan di antara mereka.
Kesunyian mengisi selama perjalanan menuju ke tempat tujuan. Agreva sama sekali tak berniat bicara dengan ajudan tampannya. Masih jengkel dengan penipuan Sekala Adyatama kemarin.
Bodohnya lagi, ia percaya saja saat pria matang itu bilang akan mengajukan diri sebagai calon kekasihnya, padahal dusta belaka dilakukan.
Ya, kebohongan agar ia mau makan!
Dengan kecerdasan yang luar biasa, tentu untuk Sekala Adyatama, memikirkan ide jebakan tak akan sulit, dan ia tertipu dengan mudah.
Kenapa dirinya bisa tahu dusta si ajudan dingin? Jelas karena Sekala Adyatama mengakui sendiri.
Pria itu memang tipe yang akan mau mengakui kesalahan diperbuat, termasuk kebohongan yang dilakukan demi sebuah kepentingan.
Siapa tak marah? Ingin sekali murka dan juga melampiaskan kekesalan, tapi percuma saja jika kembali dipikirkan dengan otak yang jernih.
"Kita sudah sampai, Nona."
Agreva segera turun dari mobil, setelah didengar ucapan Sekala Adyatama. Kendaraan mereka pun sudah terparkir sebagaiama mestinya.
Agreva keluar sendirian, tak menunggu si ajudan tampan karena sudah pasti akan menyusul.
Namun setelah beberapa meter berjalan, Agreva pun merasa tak ada yang mengawal di belakang dirinya. Lalu, ditolehkan kepala, upaya untuk memastikan Sekala Adyatama mengikutinya.
Dan ketika matanya sudah berhasil menangkap sosok si ajudan, malah didapati pria tampan itu memeluk seorang wanita muda.
Spontan matanya langsung membeliak lebar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top