Chapter 09


"Hoaammm!" Agreva menguap lebar.

Kedua tangan dan kakinya digerakkan. Terasa sedikit tegang karena jarang dipakai olahraga.

Perenggangan kecil turut dilakukannya sebelum turun dari ranjang, mumpung perut tak sakit dan menuntutnya ke kamar mandi, maka durasinya berbaring di atas ranjang bisa diperpanjang.

Namun kemudian, sepasang telinga peka Agreva menangkap sayup-sayup suara seseorang di luar sana. Tidak mungkin sampai salah mendengar.

Memang harus dipastikan sekali lagi.

Dengan langkah amat cepat, Agreva bergerak ke pintu. Dibuka dengan segera. Atensi sudah lurus ke depan guna melihat sosok tersebut.

Ruang tamu kosong. Jelas tak ada siapa pun.

Benarkah dirinya berhalusinasi semata? Apakah efek dari mengantuk yang belum hilang?

"Biasakan keluar dengan pakaian lengkap."

Saking kaget mendengar suara berat dari Sekala Adyatama, Agreva nyaris berteriak. Tapi untung bisa ditahan. Lalu, ditenangkan diri. Harus bisa rileks untuk menghadapi si ajudan tampan.

Tentu, Agreva tak akan melontarkan pertanyaan yang menanyakan bagaimana bisa pria itu masuk ke apartemennya. Sebab, semalam, ia telah beri tahu sandi pintu pada Sekala Adyatama.

Tentu karena titah sang ayah. Jika saja bukanlah bagian dari perintah, maka tak akan dilakukan.

"Kembali ke kamar, Nona."

"Kembali ke kamar? Ngapain?" Agreva hendak memperoleh keterangan yang paling jelas.

"Berganti pakaian."

"Gunakan kemeja dan celana panjang, Nona."

Kalimat dilontarkan Sekala Adyatama semakin tegas saja, seolah tak berlaku bantahan. Dan ia diharuskan menuruti perkataan sang ajudan.

Apakah salahnya jika memakai celana pendek sepaha lengkap dengan tanktop tanpa lengan? Ia juga tidak telanjang sepenuhnya.

"Dengar, Nona?"

"Dengar, tapi maaf nggak bisa." Agreva berikan sahutan dengan cara terkesan menantang.

"Tidak bisa?"

"Iya, nggak bisa ganti pakaian, Mas Sekala."

"Mau sarapan." Agreva menambahkan.

Lalu, digerakkan kakinya menuju dapur, tepat ke areal meja makan yang tampak tidak kosong.

Ya, sudah ada beberapa piring di atasnya. Tentu saja lengkap dengan makanan-makanan juga.

Sekala Adyatama yang membeli?

Namun sepertinya bukan menu restoran, hanya masakan sederhana seperti roti panggang dan juga omelet. Sudah pasti dibuat sendiri.

Tangan Sekala Adyatama yang menghasilkan?

Sepertinya memasak, bukanlah hal sulit untuk dilakukan, mengingat tipikal sifat ajudan tampan itu adalah sosok yang terbiasa hidup mandiri.

Jadi, harusnya ia tidak usah merasa ragu dengan kemampuan Sekala Adyatama dalam memasak.

"Ingin sarapan apa, Nona Agreva?"

Pertanyaan diajukan kembali padanya. Dan itu artinya ia harus segera berikan jawaban.

"Nggak ada," jawab Agreva acuh tak acuh.

"Mas Sekala nggak usah repot-repot mengurus sarapanku. Nanti aku bisa masak sendiri."

"Atau beli di restoran luar," imbuh Agreva.

"Jika Nona ingin sarapan di luar, silakan ganti pakaian dulu. Tidak akan saya bisa izinkan Nona pergi jika masih memakai pakaian sembarang."

Lihatlan tingkah si ajudan tampan, ucapannya sarat akan nada titah dan sangat serius. Ia sudah pasti diwajibkan untuk menuruti perintah.

Sekala Adyatama tidak boleh dibantah.

Namun, Agreva hendak mencari gara-gara. Perlu sedikit melampiaskan kekesalan atas penolakan cinta pria itu semalam. Sampai sekarang, belum mampu diterima kata-kata Sekala Adyatama.

"Silakan ganti pakaian Anda, Nona."

Si ajudan tampan kembali memerintah. Nadanya lebih tegas dan tatapan kian tajam padanya.

"Bodo." Agreva bergumam dengan pelan.

Lantas, kaki mulai dilangkahkan, namun tidak menuju ke ruangan tidurnya, melainkan pintu apartemen karena ia hendak keluar.

Sudah pasti Sekala Adyatana membaca dengan amat baik gerakannya, sehingga pria itu berjalan cepat mendahuluinya, berusaha mencegah.

Sekala Adyatama menghalangi tepat di pintu.

Mata mereka segera bersinggungan dengan lebih intens, sehingga nyalang kedua netra dari sang ajudan dapat begitu jelas dilihatnya.

"Mau ke mana Anda, Nona?"

"Mau cari pacar," jawab Agreva sembarang.

"Ke mana?"

"Ke mana saja aku bisa, asal ada banyak pria."

Selesai menjawab dengan ketus, Agreva tambah mendekat ke pintu apartemen, hendak diraihnya gagang agar bisa dibuka, lalu berlari keluar.

Sayang, rencananya tak berhasil. Bahkan belum bisa terlaksana satu pun sebab Sekala Adyatama sudah menggapai dirinya dan digendong.

Ya, dibopong ke arah kamar tidurnya.

"Apa yang kamu lakukan, Mas? Turunka aku."

"Aku mau pergi!" Agreva kian berteriak.

Saat ingin berseru kembali, ia sudah mendapati kedua kaki menapak tepat di atas lantai ruang tidurnya. Telah terlepas dari gendongan si ajudan tampan. Namun, lengan-lengannya dipegang.

"Gantilah pakaian Anda, Nona."

"Atau saya yang akan membuka pakaian Anda."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top