Chapter 08

Sudah ketiga kalinya, ponsel berdering terhitung dari sepuluh menit lalu. Panggilan beruntun.

Jika saja sedang tak di kamar mandi, sudah pasti akan diangkat. Ia pun penasaran dengan siapa yang menghubunginya malam–malam begini.

Sang ayah? Sangat jarang di atas jam sepuluh.

Ibunya? Lebih tidak mungkin karena sedang di Singapura, mengikuti arisan yang seru bersama kolega-kolega bisnis. Mustahil menelepon.

Kakak sulungnya? Tak mungkin saja. Apalagi, mereka baru bertemu beberapa jam lalu.

Atau Agrima Dewantara? Rasanya tidak juga.

Drrttt ....

Drrttt ....

Drrrttt ....

Deringan nyaring terdengar lagi. Panggilan yang keempat kali. Dari siapa sebenarnya?

Agreva jelas cukup kesal sebab ia harus lekas mengakhiri sesi berendamnya. Tidak mungkin terus diabaikan telepon yang masuk.

Dengan jubah panjang menutupi tubuh polosnya tengah tanpa pakaian, Agreva langsung bergerak ke nakas dekat tempat tidur, setelah keluar dari kamar mandi. Rambut masih basah.

Ponsel pun kembali berbunyi, tepat setelah bisa memegang handphone canggihnya tersebut.

"Sekala Adyatama?" Digumamkan nama dari si penelepon yang ternyata kepala ajudan ayahnya.

"Ngapain, ya? Kayak mendesak sekali."

Agreva menimbang kembali, apakah akan segera menerima panggilan atau mengabaikan.

Insting semakin tak bagus. Ia sudah pasti akan mengikuti naluri yang senantiasa menuntunnya untuk membuat keputusan paling benar.

Drrttt ....

Drrttt ....

Drrttt ....

Panggilan kembali dari Sekala Adyatama.

"Ya ampun!" Agreva kian jengkel saja.

"Halloo, Mas Sekala." Diluncurkan sapaannya dengan seruan kencang. Biar saja telinga sang kepala ajudan memekak di ujung sana.

"Saya di luar apartemen, tolong buka pintu."

Walau masih kesal, otak Agreva tak ada masalah dalam mencerna setiap kata dalam kalimat yang baru saja diluncurkan oleh Sekala Adyatama.

Sebuah kesimpulan pun didapatkannya.

"Di apartemenku? Malam seperti ini?"

"Ngapain, Mas?" Agreva jelas saja memerlukan keterangan atas tindakan dilakukan pria itu

"Saya diminta menjaga kamu, Nona Agreva."

"Menjagaku? Gimana maksudnya?"

Ucapan Sekala Adyatama pun terkesan ambigu untuknya bisa pahami dengan benar, sehingga tak mampu membuat sebuah kesimpulan.

"Tugas saya sekarang sebagai pengawal Anda, Nona Agreva. Tidak lagi mengawal Pak Ketum. Saya sudah dipindahtugasksn."

Ah, kali ini Agreva sudah mengerti.

"Siapa yang minta?"

"Bapak Ganesha Dewantara."

"Kenapa aku harus dijaga coba? Aku bukan bayi lagi yang harus dijaga dua puluh empat jam."

"Tidak dua puluh empat jam, Nona."

Agreva menggerutu dengan suara yang lumayan keras karena ucapannya disanggah. Apalagi cara Sekala Adyatama menjawab amat serius.

"Tolong buka pintu apartemen Anda, Nona."

"Atau berikan saya sandinya, saya akan masuk."

Agreva menghela napas lumayan panjang, kian kesal dengan tuntutan Sekala Adyatama.

"Aku mau tidur, Mas. Lagi malas keluar."

"Tidak bisa, Nona Agreva."

"Tolong segera buka pintunya."

"Sekarang juga, Nona."

"Atau saya hubungi pihak keamanan keluarga Dewantara untuk membobol sandi Anda."

Agreva tentu menggerutu karena keinginannya tidak didengar oleh si ajudan tampan. Dan, ia tak punya kesempatan lagi untuk membantah.

Agreva pun bergegas berjalan ke arah pintu.

Tak sampai semenit, ia sudah melihat sosok pria matang bertubuh atletis dengan pakaian formal layaknya seorang pengawal kelas elit.

"Selamat malam, Nona Agreva."

"Hmmm." Hanya dibalas lewat dehaman pelan.

"Saya ditugaskan mengawal Anda mulai hari ini. Jam kerja saya berakhir jam dua belas malam."

"Hmmm." Agreva berdeham kembali.

"Saya ingin bicara dengan Anda, Nona."

"Soal apa, Mas Sekala?"

Agreva ingin mendapatkan jawaban segera atas pertanyaannya, namun Sekala Adyatama malah bergerak masuk ke arah ruang tamu apartemen.

Pria itu tak duduk di sofa, memilih tetap berdiri.

"Saya diminta Pak Ganesha menikahi kamu."

Mata Agreva membeliak seketika.

"Saya menolak permintaan dari pak ketum. Saya tidak bisa menikahi perempuan yang tidak saya sukai. Saya harap kamu mengerti, Nona."

Penolakan kembali. Dan jauh lebih sarkas cara pria itu dalam memilih kata-kata. Hatinya tentu saja terluka, namun ia tak akan menangis.

Justru akan ditantang balik Sekala Adyatama.

Dengan dada membusung, Agreva memangkas jarak dirinya dan sang ajudan tampan.

"Mas sungguh tidak akan jatuh cinta denganku? Bagaimana jika Mas akan tergila-gila padaku?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top