Chapter 06
Setelah ayah mereka bergabung, suasana terasa kian formal. Kedua kakaknya tentu saja menjaga sikap. Tidak banyak mengomel seperti tadi.
Minus sang ibu, sudah pasti membuat acara makan di antara mereka berempat tidak cukup banyak topik pembicaraan seputar keluarga.
Paling berkaitan dengan politik dan bisnis.
Jika menyangkut partai serta perpolitikan, sang ayah berdiskusi dengan kakak sulungnya.
Untuk bahasan gurita bisnis DT Corp, terutama pertambangan dan real estate, kakaknya lagi satu yang diajak bicara serius oleh sang ayah.
Dan tentu akan tiba gilirannya diajak mengobrol juga, sudah pasti menanyakan alur keuangan dan dana investasi sejauh apa sudah berhasil
Agreva sangat siap melaporkan karena bulan ini, ia sudah mendapatkan return lebih dari dua ratus persen dari modal ratusan milyar diberikan.
Sayang, sang ayah belum bertanya apa-apa.
Sepertinya karena permasalah kemarin yang tak selesai dibahas. Dan itu artinya ia harus meminta maaf atas kejadian semalam yang dilakukan.
Mesti dilakukan acara makan malam ini juga.
Agreva tak merasa cukup takut. Ia justru punya niatan mengakui kesalahannya. Bagaimana pun, dirinya telah menerima undangan makan dari Harun Cahya Wijayan tanpa izin sang ayah.
Wajar jika orangtuanya merasa kesal.
Dan Agreva pun terus memikirkan kalimat demi kalimat bujukan untuk menyertai permohonan maaf akan ditunjukkan sesaat lagi ke sang ayah.
"Gre ...,"
Ayahnya sudah memanggil lebih dulu.
"Iya, Papa." Agreva pun lekas menjawab. Ia mengambil sikap duduk paling formal.
Tentu, berhenti juga menyantap pasta.
Fokus secara penuh sudah diarahkan pada sosok ayahnya yang berada di ujung meja. Tak hanya dirinya, kedua kakak perempuannya juga tidak lanjut makan. Ikut memandang ke ayah mereka.
"Aku minta maaf tentang yang kemarin, Pa."
"Aku salah karena pergi tanpa seizin Papa dan
Mama. Aku bsjkan nggak bilang apa-apa."
"Papa dan Mama wajar marah, ehmm Kak Gratha dan Kak Grima juga pantas kesal karena sikapku yang nakal kemarin."
"Aku siap menerima hukuman kalian"
Sebelum sang ayah bicara, Agreva pun putuskan untuk lebih dulu bersuara. Nadanya rendah, sarat sesal. Ia mengakui jika tindakan dilakukan sudah keliru dan tak direstui keluarganya.
Walau hanya sebatas makan malam, tetap saja tidak boleh sembarangan dengan seorang pria, apalagi yang memiliki latar belakang kurang bagus, seperti Harun Cahya Wijaya.
Citra buruk pria itu, tentu akan bisa memberikan dampak yang jelek juga untuk keluarganya.
Kini, ia harus siap menerima konsekuensi.
"Kamu menyukai Harun, Nak?"
"Sekalipun kamu menyukai orang itu, Papa tidak bisa membiarkan kamu bersama Harun."
"Orang itu punya banyak skandal, Papa tidak akan bisa menerima dia sebagai menantu."
Suara sang ayah begitu serius, begitu pula raut wajah yang tampak lebih keras dari sebelumnya.
Tampak jelas orangtuanya sedang marah. Dan sudah pasti penyebabnya adalah Harun Cahya Wijaya yang tidak disukai oleh ayahnya.
"Nggak, Papa."
"Aku nggak suka dengan Pak Harun."
"Aku sudah tahu tabiat buruk dia. Aku nggak pernah sekalipun suka dengan laki-laki itu."
"Ada orang lain yang aku suka, Pa."
Agreva memerhatikan ekspresi sang ayah, ia pun melihat bagaimana alis kanan orangtuanya jadi terangkat, tanda jika ucapannya didengar.
"Papa harus bantu mendapatkan orang yang aku suka karena aku sudah sering ditolak."
"Aku ingin bisa menikah dengan orang itu. Aku yakin dia akan menjadi suami yang baik."
"Siapa orang itu, Greva? Papa kenal?"
Agreva mengangguk dengan mantap, memberi tanggapan atas pertanyaan diajukan sang ayah. Ia jelas sudah menyiapkan jawaban lanjutan.
"Siapa, Nak?"
"Mas Sekala Adyatama, Papa."
Sosok yang baru Agreva sebutkan, tentu saja mendengar ucapannya, tapi pria itu sedikit pun berkutik, tetap diam layaknya ajudan yang setia berjaga. Walau sesungguhnya Sekala Adyatama merasa begitu kaget akan pengakuan Agreva.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top