Untuk Pabella, aku rela
~
Saat pulang, Angkasa menghindari mobil jemputan dan malah makan ramen bersama dengan Isabel. Rasa yang kini mereka nikmati tak bisa dijelaskan. Sayang, di dunia Wangja tidak ada seblak. Apasih? Hehe..
"Sandra gimana?" Mengingat percakapannya dengan Aksara, membuat Isabel kembali iba pada Sandra.
"Dia berantem sama Aksara.." Jawab Angkasa. Isabel mengangguk kerena sudah paham dengan alurnya. Harus diapakan protagonis kita ini? "Harusnya sebagai cowok, dia langsung ambil sikap. Peduli bangsat dengan label pengacara atau apalah namanya." Isabel pun belum punya solusi apapun untuk mereka. Hubungannya sangat kacau. Bisa dibilang mustahil untuk bersatu.
"Di rumah itu, gak ada satupun orang normal. Sandra pergi sendirian. Bahkan Ibunya selalu merengek biar Sandra kembali dan minta maaf.." Angkasa tak paham dengan sikap keluarga Batara. Termasuk Ibu Darmi.
"Terus dia tinggal dimana sekarang?" Tanya Isabel.
"Di apartemen Mamah.." Jawab Angkasa.
Jleb!
"Mamah? Nyonya Kirani?" Kebiasaan Isabel mengganti sebutan Mamah dengan Nyonya masih berlanjut. Ia tau betul Mamah Angkasa adalah aktris dan sutradara papan atas dunia hiburan. Dan yang paling bikin ngelus dada, Sandra tinggal di apartemennya sekarang! Bisa dibayangkan otak Isabel langsung ribut seketika. Sedekat itukah mereka sekarang?
Angkasa mengangguk santai. Sedangkan Isabel sontak melempar sumpit.
"Apa?" Angkasa malah terlihat senang melihat sikap Isabel sekarang.
"Jangan senyum-senyum Lu!" Isabel tak terima!
"Cemburu?" Tanya Angkasa.
"Iya lah. Aneh kalau gue gak marah." Sentak Isabel. Angkasa makin terkekeh dan menggeleng santai sambil sesekali menyeruput mie ramen miliknya.
"Memangnya Sandra harus tinggal di sana?" Isabel kembali bertanya. Setidaknya kalau alasan mereka dangkal, Isabel bisa meminta Angkasa untuk menendang Sandra.
Angkasa sempat terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab. Sepertinya ada sesuatu yang berusaha Angkasa sembunyikan. Tapi entahlah, mungkin juga normalnya seperti itu. Angkasa memang selalu menjadi misteri.
"Mamah pergi ke luar negri.. Apartemen itu kosong, jadi Sandra bisa tinggal di sana sementara.." Ujar Angkasa.
"Harus di sana??" Suara Isabel kembali menekan.
"Gak mungkin gue biarin dia di jalanan kan?" Angkasa masih sangat santai bahkan saat Isabel kebakaran.
"Harus Lo yang nolongin dia?" Kembali, Isabel masih mencari celah supaya Sandra bisa di tendang jauh-jauh.
"Iya! Dia minta tolong sama gue, makannya gue tolongin.." Isabel mengepalkan kedua tangannya kemudian..
BRAKKK..
Suara gebrakan meja yang berasal dari kedua tangan Isabel sempat membuat seisi restoran menoleh ke arah mereka. Angkasa sempat merasa tak enak karena sudah mengganggu pengunjung lain.
"Apa sih?" Bisik Angkasa selagi mengelus pelan tangan Isabel.
"Kalau dia jadi suka sama Lo gimana??" Isabel masih saja merajuk.
"Ya.." Angkasa sempat bingung. "Urusan dia! Biarin dia yang urus. Kenapa Lo yang repot? Gue juga gak ada urusan kalau soal itu." Jawab Angkasa tanpa rasa bersalah.
"iiih!" Isabel sudah kehilangan kata-kata.
Angkasa makin terlihat senang bukan main. Isabel menggemaskan. Pikirnya. Ia mengamit tangan Isabel lembut, kemudian tangan kanannya ia gunakan untuk mengelus-elus kepala Isabel.
"Udah.. Makan aja! Kepala Lo ribut banget.." Ujar Angkasa sambil terkekeh. Isabel kembali meleleh.
Ah.. Sudahlah.. Senyuman Angkasa pun lebih dari cukup. Yang paling penting, Angkasa sekarang bersamanya. Pikir Isabel.
~
Besoknya pagi-pagi buta, Isabel sudah menunggu di depan gerbang Antariksa. Menunggu pangeran Angkasa datang dengan Armada mewahnya.
Itu dia!
Mobil hitam itu kembali datang. Kali ini tak mengecewakan. Maksudnya, tak ada Dewi lain yang turun dari benda hitam itu. Hanya ada Angkasa yang pesonanya makin bikin Isabel gelisah.
Nyonya Arini, please bikin buta semua mata tokoh yang ada di Antariksa. Biar cuma dia yang bisa menikmati seluruh pesonanya. Gumam Isabel.
Angkasa berjalan ke arahnya sekarang. Tersenyum hangat dengan mata yang menyipit. Ia bahkan langsung merangkul Isabel dan membawanya jalan bersama.
Aroma maskulin khas yang selalu Angkasa gunakan bikin candu.
"Ekhm ekhm.." Tak sadar, di belakang Adrian dan Dirga ternyata sudah mengikuti.
"Gila. Ada gandengan baru, lupa sama yang lama." Celetuk Adrian.
"Ganggu Lo!" Ujar Angkasa dan malah kembali melangkah bersama Isabel. Mereka akhirnya berlari menyusul.
"Gak mau tau. Gue minta traktir!" Putus Adrian. Isabel terkekeh, begitupun dengan Angkasa.
"Cafe GIM aja gimana Ian?" Tanya Dirga. Mereka mengoceh sendiri. Isabel dan Angkasa makin tergelak melihat tingkah mereka.
"Boleh-boleh.. Tapi jangan Minggu ini. Emak gue baru pulang dari Macau." Racau Adrian.
"Atau kita liburan ke Macau aja gimana?" Dirga semakin ngaco.
"Sa..?" Adrian dan Dirga berbarengan terlihat berharap.
"Ngaco aja lu pada!" Sontak Angkasa hanya mengusap wajah mereka dan kembali merangkul Isabel. Membawanya berjalan lebih cepat meninggalkan mereka yang masih saja mengejar.
~
Bahkan sampai pulang sekolah, Isabel dan Angkasa makin enggan berpisah. Berangkulan hingga gerbang, selagi menunggu mobil jemputan.
Itu.
Mobil mewah yang membuat Angkasa muak kembali datang. Ia sempat mengelus kepala Isabel sebelum pergi.
"Tungguin sampai Mamah mertua gue datang!" Ujar Angkasa pada Adrian dan Dirga yang langsung paham dan sepertinya siap melaksanakan perintah.
"Siap Bos!" Jawab Adrian. Dirga hanya mengangguk paham. Angkasa sempat melempar senyum pada Isabel kemudian pergi.
Sempat tertegun saat pintu mobil itu terbuka, ternyata Bima sudah ada di dalam. Angkasa sempat menoleh kembali ke arah Isabel yang terlihat melambai ke arahnya.
Tak ada senyuman lagi. Angkasa mungkin mati kali ini..
"Ngapain kamu sama dia?" Tanya Bima sesaat setelah mobil melaju.
Angkasa diam. Bima melihat galeri ponselnya untuk memastikan sesuatu.
Ada foto Isabel di dalam ponselnya. Entah bagaimana ceritanya, amarah Bima semakin memuncak.
"Sudah berapa kali Ayah bilang, jangan dekat-dekat dengan anak itu." Setengah berteriak, Bima kembali tak mendapat respon apapun. Angkasa hanya menerawang ke luar jendela seolah tak ingin peduli.
"Angkasa!" Teriak Bima. Sopir sempat melihat kaca spion namun kembali fokus menyetir. Ia tak berani ikut campur.
"Pulangkan dulu Mamah, baru bahas ini lagi.." Ujar Angkasa dingin.
BUGGH..
Sebuah dorongan keras di wajah Angkasa sempat membuat sopir kembali melihat spion.
"Apa kamu?! Nyetir aja!" Tunjuk Bima dan akhirnya membuat sopir mengangguk dengan ketakutan.
"Ibu kamu yang mau pergi! Dia gak mau kembali!" Suara Bima tak kurang memekakkan telinga. "Gak usah ikut campur masalah orang tua." Bima kembali berteriak.
Kepala Angkasa masih kleyengan karena terkatuk kaca mobil saat Bima mendorongnya tadi. Jangan cari gara-gara lagi deh. Dari pada tumbang. Lagi pula, besok masih harus bertemu dengan Pabella kan? Gak lucu juga baru jadian malah ngilang lagi. Tapi untuk memastikan Isabella aman dari sang ayah yang gila ini, sepertinya Angkasa harus memastikan sesuatu juga.
"Kalau aku gak ikut campur urusan kalian, artinya kalian pun gak perlu ikut campur masalahku." Angkasa berusaha menahan emosi. Ini masih soal Isabel. Dia tidak mungkin diam saja.
"Beda ceritanya! Dia anak Fiona!" Bima lagi-lagi berteriak. Suaranya membuat telinga Angkasa berdenging. Dan.. Sakit.
"Terus kenapa? Toh kalian cuma selingkuhan! Gak ada status resmi!" Angkasa mulai berani berteriak.
BUGH!!
GDBUK!!
PLAK!!
Pukulan, tamparan, dan dorongan berkali-kali menghujam Angkasa yang hanya bisa beringsut di kaca jendela. Sakit memang. Tapi hatinya lebih sakit lagi. Apalagi mengingat ia pun harus memastikan keselamatan Isabel.
Alasan Angkasa berniat menjauhi Isabel adalah ini. Kedua orang tua mereka malah asik berselingkuh. Biadab!
Kini hanya Isabel yang Angkasa punya. Sama sekali tak ada yang lain. Bahkan Ibunya tega pergi untuk hidup tenang. Jauh dari Ayahnya yang selalu kasar seperti ini.
Kalau boleh memilih, sepertinya tempat Gandi lebih indah sekarang!
Tak harus sesakit ini!
Tapi jika rasa sakit ini untuk Pabella..
Aku rela..
Angkasa ~
🍃
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top