Sanggar Boxing

~

"Bella!" Suara gema yang terasa bergetar di koridor terdengar cukup mengejutkan. Sudah untung kemarin dia bisa lolos hidup-hidup saat disekap Angkasa. Hari ini dia tidak ingin berurusan dengannya dulu. Isabel harus mempersiapkan mental. Luka di leher dan tangan bekas sayatan kecil kemarin bahkan belum kering.

"Pabella!" Itu Aksara. Dia masih belum menyerah. Pagi itu bahkan menunggu di tangga. Untung masih sepi. "Kita ke atap!" Ajak Aksara.

Tak ada pilihan, Isabel pun mengekor. Dalam setiap langkah, Isabel memikirkan alasan yang paling tepat supaya dia bisa terlepas sepenuhnya dari cowok sempurna ini. Sebenarnya jika mengikuti hawa nafsu, bisa saja Isabel menikmati hubungannya bersama Aksara. Toh tak ada ruginya juga. Tapi bagaimana dengan misi itu?

Sampai di atap, Aksara beberapa kali mengigit bibir bawahnya. Matanya terlihat tak fokus. Dia terlihat kebingungan.

"Ada apa?" Tanya Isabel. Matahari sudah mulai meninggi. Meski angin segar masih berhembus kecil, namun sorotan cahaya itu menyilaukan. Lama-lama mungkin akan panas. Jika Aksara tak juga bicara, Isabel mungkin akan kabur saja.

"Semalaman aku gak bisa tidur.." Wajah Aksara memang agak kusam. Meski ketampanannya tidak pernah luntur. "Aku gak ngerti kenapa kemarin kamu bilang suka sama Angkasa?" Menyedihkan. Aksara terlihat mengemis sekarang. Isabel mulai terpancing untuk men-jeda tujuannya. Tapi tanggung. Sudah sejauh ini, dan Isabel ingin segera pulang. Terlalu lama disini bisa-bisa gila.

"Aksara maaf.. Aku sadar aku nyakitin kamu sekarang, tapi gimana lagi? Aku gak bisa kontrol perasaanku. Aku memang suka sama Angkasa!" Jadi pengarang bebas itu tak mudah kawan. Isabel bahkan bergidik ngeri dalam hati saat mengatakan ini.

Aksara terkekeh. "Bohong!" Ini hanya penyangkalan. Aksara terlihat makin putus asa dan frustasi. Apa ini berlebihan? Tidak! Ingat couple goals. Gumam Isabel.

"Aksara, Lupain aku! Kita gak bisa sama-sama lagi. Hati kita udah gak cocok."

"Hatiku masih tetap sama Bel.." Aksara hampir menangis. Hati Isabel pun ikut perih. Ternyata seperti ini rasanya menyakiti seseorang yang tak pantas untuk disakiti? Dulu Isabel tak pernah memikirkan orang yang pernah ia campakkan. Kenapa sekarang sulit? Apa karena Aksara terlalu sempurna?

"Gak bisa Ra.. Please.. Kamu ngerti, kita gak bisa sama-sama lagi.. Hatiku buat Angkasa sekarang."

"Kamu kenapa jahat sih Bel..?" Meski marah, Aksara tetap lembut. Tidak ada kata kasar sama sekali. Isabel terenyuh.

"Ya.. Aku jahat. Gak pantas buat kamu.." Aksara sempat terdiam agak lama. Kemudian menghela nafas panjang sebelum melanjutkan.

"Oke.. Kalau ini yang kamu mau. Tapi bukan Sandra. Aku gak akan pernah sama dia." Pangkas Aksara yang kemudian pergi meninggalkan Isabel.

"Kenapa gak sama Sandra??" Tak terima, Isabel mengejar. Dalam otaknya, Isabel masih berharap Aksara mulai membuka hati untuk Sandra.

"Aku gak bisa kontrol perasaanku sesuka hati. Ingat? Kamu pun gak bisa kan?" Aksara membalikkan ucapan Isabel tadi kemudian pergi dengan yakin.

Isabel mematung. Makin rumit.

Sebelum kembali ke kelas, ia sempatkan duduk sendirian di atap kemudian membuka kembali buku kulit cokelat.

Halaman kedua kembali terisi sebuah kalimat perintah dengan judul yang sama seperti kemarin.

Buat Angkasa jatuh cinta pada Pabella!
• Masuk sanggar Boxing!

Poin pertama itu bikin bersemangat. Oke! Mulai hari ini Ia akan melatih kembali otot-otot kecilnya yang kaku. Setidaknya dia akan bisa membela diri jika Angkasa kembali berulah.

~

Bel akhir berbunyi nyaring. Semua anak bergegas membereskan meja setelah guru keluar kelas. Isabel pun melakukan hal yang sama. Angkasa dan komplotannya sudah berhamburan keluar. Aksara sempat melirik Isabel namun akhirnya pergi dengan cuek. Mungkin sudah selesai. Isabel sudah menangani Aksara dengan baik. Semoga.

Isabel menyampirkan tas punggunya, kemudian bergegas pergi ke sanggar Boxing untuk tugas yang harus ia lakukan.

Begitu masuk ke dalam gedung olahraga, ia masih harus berjalan cukup jauh untuk sampai di sanggar Boxing. Isabel bahkan melewati taman indoor yang belum pernah ia lewati sebelumya. Termasuk melewati kolam renang mimpi buruk. Tempat terkutuk saat pertama kali datang ke Antariksa.

Sudah banyak suara-suara gelak tawa laki-laki ketika Isabel masuk dan menghampiri seseorang yang memakai kaos hitam bertuliskan asisten pelatih. Sanggar itu cukup ribut. Sepertinya anggota mereka cukup banyak. Dan laki-laki. Tak terdengar suara feminim sama sekali.

Setelah diberi izin untuk bergabung, Isabel digiring untuk memperkenalkan diri pada anggota lain.

Semua orang terdiam saat asisten pelatih meminta perhatian. Itu Angkasa dan komplotannya. Semua lengkap ada di sana. Otak Isabel seolah mulai konek. Buku sialan itu membuatnya masuk ke dalam kandang singa. An*ing! Dia tak memikirkan ini sebelumnya. Eh? Singa apa Anj**? Hehe

Awalnya Isabel mengira dengan masuk sanggar Boxing, ia bisa berlatih untuk mempertahankan diri. Tapi ternyata tidak. Perintah itu ternyata hanya supaya dia bisa lebih dekat dengan Angkasa.

"Mulai hari ini ada anggota perempuan masuk di Sanggar ini. Pertama kalinya ada cewek tangguh yang berani masuk." Ujar pelatih sambil terkekeh. "Tepuk tangan semua!" Pinta sang pelatih. Namun tak ada yang menyahut. Hanya satu dua orang yang bertepuk tangan. Itupun berhenti saat Angkasa menoleh padanya.

"Silahkan perkenalkan diri!" Titah pelatih yang kikuk karena tak ada respon baik mengenai ucapannya tadi.

"Iya.." Isabel maju sedikit kemudian mencoba memperkenalkan diri meski sedikit ragu. "Hai... Gue Isabela. Eh.. Pabella.. Sorry.." Keceplosan. Tapi beruntung, namanya mirip.

"Ngapain lo di sini?" Tanya Angkasa. Semua orang terdiam. Termasuk asisten pelatih.

Isabel tersenyum selebar mungkin. "Nyusulin lo lah.. Biar bisa latihan bareng.." Tanggung! Isabel ingin semua orang tau jika ia sedang tergila-gila pada Angkasa. Meskipun sebenarnya dalam hati bergidik ngeri. Meski pesona Angkasa mematikan, sikapnya juga sama. Isabel masih belum bisa menemukan hal baik dari Angkasa.

"Keluar!" Titah Angkasa. Semuanya senyap. Tak ada seorangpun yang berani menjawab. Termasuk asisten pelatih yang malah terlihat makin gagu. Dia baru kayaknya. Mana ada asisten pelatih takut sama anak didiknya sendiri.

"Gak! Gue mau latihan di sini!" Isabel kekeuh.

Angkasa mulai terlihat kesal. Ia langsung menarik tangan Isabel lalu membawanya ke sudut.

"Aww.. Sakitt!" Angkasa menarik tangan Isabel yang kemarin tersayat. Meski sudah kering, jika di tarik kasar tentu terasa sakit dan ngilu.

"Pergi gak?!" Ancam Angkasa.

"Gak! Gue mau latihan di sini." Isabel tetap tak mau kalah. Angkasa terlihat berpikir selagi menatap Isabela lekat.

"Lo gila?"

"Iya.. Gue gila. Tergila-gila sama lo.." Isabel sengaja menekan ucapannya. Biarpun terkesan tak tau malu, tapi peduli amat. Yang jelas dia harus menyelesaikan misi. Angkasa menyeringai. Entah tersipu, atau mungkin tak sepenuhnya percaya dengan ucapan gila Pabella.

Dari kejauhan, terlihat seseorang dengan kaos bertuliskan coach datang. Isabel langsung berlari menghampirinya. Angkasa memperhatikan dari kejauhan. Sangat mungkin jika Angkasa sekarang sedang kebingungan. Ia tak paham, dari mana asal keberanian Pabella itu.

Angkasa sebelumnya mengenal Pabella adalah seorang siswi kalem, pendiam, dan penurut. Ia bahkan sempat tertekan dan mencoba bunuh diri di kamar mandi. Lalu sekarang? Kenapa dia bisa berubah seperti itu, membuat Angkasa penasaran.

Sekarang bahkan dia berkeliaran sangat dekat dengannya. Angkasa masih memperhatikan saat melihat Pabella mengangguk senang seolah berterimakasih pada pelatih.

Baiklah.. Kita lihat saja.. Gimana dia bisa bertahan di sini. Gumam Angkasa.

🍃

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top