Putus dari Angkasa

~

~

~

~

Dugaan Isabela sangat tepat. Dua hari sejak Sandra dan Aksara merayakan ulang tahun romantis di kelas, nyatanya sekarang mereka sedang duduk berdua bersama tangisan pilu Sandra setelah jam pelajaran berakhir.

Awalnya Isabel, Dirga, Adrian dan Glen hanya ingin mengambil ransel mereka di kelas setelah latihan boxing tadi. Mereka sengaja menyimpannya di sana. Tapi begitu kembali ke kelas, mereka melihat pemandangan itu.

"Lo bener. Sandra nangis." Colek Dirga pada Isabel setelah kembali membawa ransel mereka ke luar. Bisa di pastikan Sandra sedang malu sekarang karena sempat terpergok sedang menangis.

"Memangnya kenapa dia nangis?" Tanya Adrian.

"Kenapa lagi kalau bukan karena restu keluarga Batara." Jawab Isabel sambil berjalan beriringan.

"Kenapa memang?" Tanya Glen. Semua orang melihat ke arahnya.

"Alah. Lu gak perlu tau." Dirga mengusap wajah Glen yang masih kebingungan. Isabel hanya tersenyum melihat tingkah mereka.

"Dir, gue nebeng yah?" Ujar Adrian.

"Iyee.. Tiap hari gue kan jadi supir jemputan kalian.." Jawab Dirga.

"Gue enggak." Glen lagi-lagi menyela. Mereka kembali menoleh pada Glen yang masih polos tak paham apapun. Pantas saja. Glen terkesan orang baru meski mereka sudah bersama sejak masih ada Angkasa.

"Lu kan bawa mobil Mony*t. Ngapain lu nebeng Dirga?" Cecar Isabel.

"Iya sih.. hehe.." Glen sudah terlalu jauh tertinggal. Tak mungkin mengejar.

"Nyonya, kita gak akan nongkrong dulu gitu? Traktir gue makan kek.." Ujar Adrian.

"Makan aja lu.." Cela Isabel.

"Ke cafe GIM dulu yuk!" Ajak Dirga.

"Ayok Ayok!" Adrian dan Glen paling bersemangat.

"Gak! Gue mau pulang."

"Bentaran doang kali.." Pinta Dirga.

Isabel malah melengos tak menjawab.

Dan..

Hasilnya apa?

Mereka akhirnya pulang. Dirga mengantar Adrian, lalu terakhir Isabel hingga ke depan rumahnya. Dirga sempat menahan saat Isabel hendak turun.

"Apa?" Tanyanya. Sejak Angkasa tidak ada, Isabel tak pernah ramah lagi. Kerinduannya pada Angkasa sudah diambang batas. Namun jika ia hanya bisa menunggu, apa yang bisa ia lakukan? Padahal menunggu hal yang belum pasti seperti itu, sakit.

"Nih.." Dirga menyodorkan buku catatan kulit coklat itu pada Isabel.

"Lo yang pegang aja." Ujar Isabel tak ingin tau menahu. Karena itulah dia memberikan buku catatan coklat itu pada Dirga. Jika di runtut dari awal, Dirga berjasa besar dalam penyelesaian misi-misi mengenai Sandra dan Aksara hingga mereka bisa bersatu. Isabel tinggal tunggu beres saja.

Namun kali ini, Dirga terlihat tak ingin ikut campur lagi. Ia memberikan buku itu, dan sepenuhnya menyerahkan semuanya pada Isabel.

"Gak bisa. Kayaknya misi-misinya udah selesai. Tinggal nunggu Pak Batara aja. Sandra kayaknya bakal cari Lo."

"Buat apa?"

"Minta tolong mungkin..?"

"Kok gue?"

"Ya tolongin aja kali. Dia gak mungkin juga cari gue." Ujar Dirga.

"Nolongin apa memangnya?"

"Curhat mungkin?"

"Cigh.. Drama banget." Kekeh Isabel.

"Ck ck ck.. Kalian emang mirip." Dirga menggeleng hampir tak percaya.

"Siapa?"

"Lo sama Angkasa." Kembali mendengar nama itu, membuat Isabel melankolis. Rasanya ingin marah saja sekarang! Kenapa berani-beraninya membuat ia menunggu lama!

"Jangan sebut nama itu lagi depan gue! Dia BRENGSEK!" Mata Isabel sudah menggenang. Ingatan soal Angkasa yang tak kunjung datang akhir-akhir ini mulai membuatnya marah. Padahal setiap hari tanpa lelah, dia masih berharap Angkasa kembali dalam keadaan sehat.

Wajar gak sih marah? Tapi ini sudah terlalu lama! Angkasa kemana aja? Setidaknya beri kabar atau mungkin petunjuk untuk mengejarnya ke sana. Ini sudah keterlaluan.

BRAKKKK..

Isabel merebut buku itu, kemudian membanting pintu mobil Dirga.

"Padahal udah bilang berkali-kali jangan di banting!" Gerutu Dirga selagi menggeleng saat melihat punggung Isabel menjauh.

~

Isabel menghela napas berkali-kali saat menutup jendela kamarnya. Hari sudah mulai gelap. Sejak lima bulan terakhir, sepulang seolah, ia seringkali hanya fokus mengerjakan tugas-tugas sekolah. Meski kebanyakan sudah ia pelajari di dunia nyata, namun ada beberapa yang masih asing. Pelajaran-pelajaran itu mungkin bisa mengalihkan perhatiannya sementara.

Malam itu, matanya sudah sangat lelah bahkan setelah mandi. Rambut yang basah, kepala cenat-cenut, juga hidung mampet tak menyurutkan niat Isabel untuk belajar.

Tapi sudahlah. Toh belajar seperti apapun percuma saja. Pialanya gak bakal bisa di bawa ke dunia nyata. Pikir Isabel.

Akhirnya, ia menutup buku-buku itu, lalu melihat buku catatan coklat yang tadi Dirga berikan.

Kembali, ia membuka buku coklat itu lalu melihatnya satu persatu. Semua misi itu, sudah selesai! Tak ada misi lain yang harus ia lakukan, namun asap abu-abu itu masih juga belum terlihat lagi. Tapi baguslah. Jika apa yang dikatakan Dirga benar, artinya saat asap abu-abu muncul, kesempatannya buat bertemu dengan Angkasa juga pupus.

Tuk
Tuk
Tuk

"Bella.. Ada Sandra nih.." Persis seperti apa yang Dirga katakan. Sandra datang. Dan misi terakhir yang tertulis dalam buku, adalah mendengar curhatan Sandra. Pantas Dirga menyerahkan catatan itu padanya.

Sandra melambai tanpa dosa. Novel macam apa ini? Kenapa juga dia harus mendengarkan curhatan? Semenarik itulah curahan hati Sandra? Adakah yang mau baca? Hah? Paling retensinya bakal turun setelah bab ini. Isabel terkekeh geli melihat Sandra masuk ke dalam kamarnya dengan wajah polos setelah Fiona pergi.

"Wow. Keliatan banget Lo gak punya temen." Celetuk Isabel. Sandra hanya tersenyum lalu duduk di atas ranjang.

"Gue memangnya kenapa kalau gue gak ada temen?" Ujar Sandra.

"Ya kasian aja.." Isabel kembali terkekeh kemudian duduk kembali di kursi. "Ada apa?" Tanya Isabel.

"Gue tau Angkasa di mana." Celetuk Sandra.

Deg!

"Dimana?" Isabel tentu penasaran.

"Tapi dengerin gue baik-baik." Sandra celingak-celinguk memastikan tak ada orang yang mendengar.

"Apa?" Isabel makin penasaran.

"Gue mau bikin cerita tentang asal usul keluarga gue." Ujar Sandra.

"Maksudnya?"

"Gue minjam Nyonya Fiona buat jadi Ibu kandung gue yang sebenarnya. Om Jenn kayaknya bisa bantu." Isabel makin tak yakin dengan jalan pikiran Sandra yang kacau itu. Namun pelan-pelan. Mungkin Isabel salah mengerti.

"Jadi ceritanya, Nyonya Fiona menjalin hubungan sama Om Jenn, terus punya anak, dan anaknya diurus sama Ibu Darmi."

"SINTING LO!" Cecar Isabel. Sandra sudah gila! Pembicaraanya tidak normal.

"Gue bisa cari tau Angkasa dimana sebagai imbalannya." Ujar Sandra.

"Artinya Lo belum tau dia dimana?" Isabel kesal bukan main. Jantungnya sudah bergetar sejak mendengar nama Angkasa tadi. Dan sekarang, Sandra malah menggeleng malu-malu.

"San.. Lo sakit deh kayaknya.." Isabel sampai menunjuk jidat dengan garis miring menggunakan jarinya.

"Terus, gue harus gimana dong Bel?" Kini memelas.

"Kalau di pikir-pikir, kayaknya kita gak deket-deket amat deh. Kenapa Lo malah nyamperin gue si?" Heran Isabel.

"Jangan gitu dong Bel.. Gue gak tau harus bahas ini sama siapa lagi.."

"Ya coba bilang sama Aksara. Dia ada solusi pasti. Ngapain malah datang ke sini? Ganggu gue aja lu." Isabel makin ketus.

"Bel, lu gak ada solusi gitu?" Sandra terlihat putus asa.

"Gue tanya, yang pacaran sama Aksara siapa?" Tanya Isabel.

"Gue."

"Terus hubungannya sama gue apa? Ngapain gue ngurusin Lo? Gak guna. Lu nyusahin." Sandra merenggut tak suka. Namun tak bisa berkata apapun lagi. Sejurus kemudian, Isabel ingat dengan misinya. Jika hanya mendengarkan Sandra apa susahnya?

"Ya udah, gini deh.." Sambung Isabel. "Karena Lo udah jauh-jauh datang ke sini, gue kasih solusi simple."

"Apa?"

"Besok, lu ajak Aksara ke Fantasyland kek, ke Park Zoo kek, atau ke Waterboom, pantai, atau ke mana kek. Seneng-seneng aja gih! Lupain silsilah keluarga yang bikin otak lu jadi koslet kayak tadi. Lama-lama gila lu kalau mikirin gituan mulu. Udah mah stress, durhaka juga lu sama Nyonya Darmi. Kualat lu!" Jelas Isabel. Sandra hanya bisa mengangguk-angguk paham.

"Udah cepetan sana! Pergi! Udah malem. Mau istirahat gue. Sana!" Usir Isabel. Namun siapa sangka, senyuman Sandra malah mengembang saking senangnya mendapat pencerahan.

"Iya deh.. Gue balik. Makasih ya Bel.." Ujarnya yang kemudian pergi dengan sopan.

Dih..

Dia menggelikan!

Isabel kembali dengan meja belajarnya. Buku coklat itu masih ada. Misi terakhir tadi sepertinya sudah terselesaikan. Semoga tidak ada misi baru.

Ia membuka kembali buku catatan itu. Ini sudah halaman ke tujuh. Bisa dibayangkan berapa banyak misi yang sudah Isabel selesaikan?

Dan ketika membuka halaman ke delapan, ternyata ada misi baru.

• Putus dari Angkasa!

Deg!

Misi apa ini??

Bisakah aku abaikan saja?
Isabella~

🍃

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top