Picik

~

Sandra menahan Isabel di kamar mandi ketika jam pelajaran sedang berlangsung. Ia sengaja mengunci pintu, kemudian membuka satu persatu pintu toilet untuk memastikan tidak ada seorang pun di sana.

"Kalian kemarin ngapain di cafe GIM? Kencan lagi? Bukannya udah putus?" Tanya Sandra dengan nada intimidasi.

Isabel terkekeh pelan. Masuk akal kah jika sekarang dia di labrak anak kecil kayak gini?

"Heh! Gue nanya!" Sandra mulai mendorong bahu Isabel, menunjuk-nunjuknya tanpa henti hingga mentok ke dinding.

Tak terima, Isabel mencengkram tangan Sandra kuat-kuat hampir memelintir dan melemparnya. Tapi jangan! Kalau Sandra kenapa-kenapa berabe. Mungkin dia akan terjebak selamanya di sini.

"Gue udah putus sama Aksara. Kalau dia masih ngejar-ngejar jadi salah gue?" Tanya Isabel songong.

"Berasa cantik lo?" Sarkas Sandra.

"Iya, Gue cantik." Timbal Isabel. Waktu itu ia pernah mengatakan hal yang sama pada Mas Rian. Isabel mulai merindukan momen-momen itu.

Plak..

Sandra memukul Isabel tepat di pipi kirinya. Perih, sakit, dan panas menjalar di seluruh permukaan kulit. Isabel kesal karena tidak sempat menghindar.

Plak..
Plak..

Balasan Isabel dua kali lipat. Ia bahkan menjambak rambut panjang Sandra sekarang. Giliran Sandra yang terpojok.

"Lu gak sopan yah. Pantas Aksara gak mau sama lo! Pake otak! Jangan cuma pake otot yang bahkan lu gak punya sama sekali." Sekarang Isabel yang menyudutkan Sandra ke dinding. "Buka!" Tambahnya menunjuk pintu dengan dagunya. Sandra terlihat masih berapi-api namun tidak berniat membalas lagi. Ia sadar dengan kemampuannya sendiri.

Pintu terbuka. Isabel akhirnya bisa keluar dan kembali ke kelas dengan tenang.

Sedangkan Sandra, masuk kembali ke dalam toilet, dan mengunci diri. Ia mengeluarkan ponsel miliknya, lalu membuka sebuah hasil rekaman.

Ternyata kejadian itu ia rekam. Masih dengan pikiran yang kacau, Sandra mengedit video itu dan menjadikan kesan dirinya sedang di bully oleh Isabel.

Jarinya bergetar hebat saat mengunggah potongan video itu menggunakan fake akun. Dan dalam waktu singkat, video menyebar dan selesai.

Perasaannya pada Aksara sudah tak bisa di kendalikan. Sandra buntu dan hanya bisa melakukan hal bodoh seperti ini. Meski menyesal, Sandra tidak bisa menariknya kembali.

~

Angkasa sedang mengambil baju ganti untuk mengikuti ekskul Boxing mulai hari ini. Kalau bukan karena paksaan dari orang tuanya, ia tak mungkin mau mengikuti ekskul itu.

"Gitu dong Bos! Kita bisa latihan bareng dan rebut medali emas sama-sama!" Ujar Adrian. Gandi dan Dirga tergelak saking bersemangat. Ini pertama kalinya Angkasa masuk ekskul Boxing. Meski begitu, ketiga kroni Angkasa tetap setia untuk memberi kemudahan. Memang sudah seharusnya seperti itu.

Angkasa Wangja di Antariksa! Tidak ada yang berani merendahkannya dalam hal apapun. Meski Angkasa tidak pernah mendeklarasikan diri, namun semua orang mengakuinya!

Dan tau apa yang dilakukan Wangja ketika latihan Boxing?

Angkasa hanya duduk diam ketika mereka semua di haruskan untuk berlari mengelilingi lapangan. Tentu ketika pelatih pergi entah kemana.

"Boss! Ayok!" Ajak Gandi dan yang lainnya ketika mereka selesai lari. Semua anggota Boxing kembali ke sanggar untuk latihan inti.

Angkasa mengikuti beberapa arahan dengan asal-asalan. Bahkan pelatih pun tak berani menekan terlalu keras. Angkasa sama sekali tidak berkeringat ketika semua orang sudah membanjir. Parasnya masih sangat sempurna, dengan rambut kering, dan tidak sama sekali terlihat lelah. Ia pikir tak perlu melakukan gerakan sia-sia seperti itu.

Jika untuk berkelahi, hanya perlu mengeluarkan sedikit tenaga saja untuk menggertak. Deretan silsilah, penampilan, atau pun latar belakangnya sudah cukup untuk membuat semua orang tunduk. Tak perlu susah payah mempelajari gerakan konyol. Buang-buang tenaga. Pikir Angkasa.

Latihan selesai.

"Bos! Kenapa gak latihan?" Gandi bertanya ketika sedang menunggu giliran mandi di sanggar Boxing.

"Apa gunanya kalian kalau gue juga harus latihan?" Ucapan Angkasa menunjukkan dengan jelas posisinya sebagai sosok yang paling berkuasa diantara mereka. Mulut sombong Angkasa memang jarang terdengar perkataan yang panjang lebar. Namun sedikit saja dia buka suara, membuat semua orang bertekuk lutut.

"Iya sih," Gandi terkekeh membenarkan. Sandra gimana Bos?" Tanyanya lagi.

"Banyak nanya lu!" Angkasa melempar handuk kecil tepat di atas wajah Gandi kemudian membuka bajunya untuk ia ganti.

Hanya ada dua orang di ruang loker itu. Gandi sempat tertegun melihat tubuh Angkasa tanpa busana. Ia tau betul ada sayatan besar di dada Angkasa. Gandi merasa iba. Dan untuk apa keluarga Angkasa memaksanya ikut latihan Boxing sedangkan mereka tau ia pernah melakukan operasi besar pada jantungnya? Gandi tak habis pikir.

"Bos! Bos!" Adrian masih dengan handuk dan rambut basah. Entah bagaimana ceritanya dia berlari sambil membawa ponsel. Tubuh tambunnya bahkan hanya ia tutupi dengan handuk besar. Celananya pun masih basah.

Angkasa selesai berganti pakaian, kemudian berbalik melihat ponsel yang Adrian tunjukkan.

Itu postingan Sandra. Mereka melihat Pabella menampar dan menjambak rambut Sandra.

Angkasa tentu meradang! Melihat Sandra diperlakukan seperti itu membuatnya naik darah.

"Kita turun sekarang! Gue pastiin bawa Pabella depan Lo!" Gandi langsung bersiap. Begitu pun dengan Adrian.

"Jangan! Besok aja! Hari ini pastikan Sandra gak kenapa-kenapa!" Ujar Angkasa. Gandi dan Adrian mengangguk paham. Sedangkan Angkasa sepertinya mulai menyusun rencana.

~

Keesokan harinya.

Seperti biasa, pagi itu Angkasa datang dengan mobil mewah plus sopir pribadi. Wajahnya tidak pernah ramah pada siapapun. Kecuali pada Sandra.

Begitu turun dari mobil, Angkasa langsung di sambut oleh Adrian dan Gandi. Sedangkan Dirga datang belakangan setelah mobil Angkasa berlalu.

"Berani-beraninya kesiangan lu!" Cecar Gandi pada Dirga.

"Berisik! Ke kelas!" Timbal Angkasa yang langsung membungkam Gandi. Mereka mengikuti instruksi tanpa babibu. Suasana hati Angkasa masih buruk sejak kemarin. Apalagi semalaman dia memutar potongan video yang beredar luas itu. Rasanya ingin meledak.

Sampai di kelas, Angkasa melihat Sandra sudah duduk di bangkunya. Tapi ada yang aneh. Aksara terlihat sedang menekan Sandra. Ia mendengar Aksara sedang menuduh Sandra menyebarkan hoax. Sontak Amarah yang sudah Angkasa pendam sejak kemarin akhirnya lepas kendali.

Angkasa bergegas menghampiri Aksara dan langsung menarik kerahnya.

"Lu bilang apa A*j*ng!" Angkasa sempat berteriak lalu..

Bugh
Bugkh
Bugh

Angkasa melayangkan tinjunya tanpa ragu. Aksara jatuh tersungkur. Angkasa bahkan melayangkan sebuah kursi dan langsung menghantamkannya tepat di punggung Aksara.

Semua orang terdiam dan hanya bisa bergidik ngeri. Aksara sudah tergeletak tak bergerak. Dia pingsan. Sandra bahkan tak berani mendekat. Seluruh tubuhnya bergetar saking takutnya.

"GILA LU!" Isabel datang dan langsung berteriak.

Bugkh.. Ia bahkan mendorong Angkasa tanpa ragu.

"KALAU DIA MATI GIMANA?!" Isabel kembali berteriak. Padahal tak ada seorangpun yang berani mendekat. Apalagi mengusik. Angkasa mematung dengan nafas memburu.

Kekhawatirannya juga sama. Angkasa mulai cemas saat melihat Aksara tak bergerak sama sekali. Apalagi saat Isabel mencoba membangunkannya dan tak ada respon apapun.

"Aksara.. Hei.. Aksara." Isabel membawa Aksara ke dalam pangkuannya dan menepuk pelan pipinya. "HEI! KALIAN! PANGGIL GURU! TELEPON AMBULANCE! JANGAN BENGONG DOANG! SANDRA!" Isabel berteriak saking paniknya. Apalagi saat melihat Sandra yang hanya berdiri tanpa berani mendekat.

Cinta apa namanya itu?! Sandra bahkan tak berani menolong ketika Aksara terkapar seperti itu.

Beberapa orang terlihat berlari entah kemana. Semoga mereka mencarikan bantuan. "Ra.. Aksara.." Isabel kembali mencoba.

Perlahan, Aksara mulai sadar. Isabel dan Angkasa tentu lega. Isabel membantu Aksara bangun.

"TANGGUNG JAWAB LO YAH!" Tunjuk Isabel pada Angkasa. Aksara sempat menahan. Tapi bukan Isabel namanya jika hanya berhenti sampai di sana. "Lo harusnya masuk penjara! Ini penyerangan! Kalian bahkan nyoba bunuh gue di kolam kemarin!" Isabel masih menggebu-gebu selagi menunjuk-nunjuk Angkasa dengan emosi.

"Bel.. Kita pergi aja.." Pinta Aksara pelan.

"Bukannya Lo sama aja?" Tanya Angkasa. Isabel tak langsung mengerti. "Kemarin Lo siksa Sandra di kamar mandi. Apa bedanya Lo sama gue?" Angkasa masih bergeming di tempatnya tadi. Tangannya bertumpu pada sebuah meja. Tenaga Angkasa sepertinya sudah terkuras habis. Suaranya bahkan bergetar. Namun ia masih berusaha keras untuk bertahan.

Isabel menatap tajam ke arah Sandra.

"Kemarin Lo yang nampar gue duluan San.. Lo juga yang kunci pintu itu! Bahkan Lo pastiin gak ada seorangpun di dalam! Lo rekam semuanya?" Isabel terkekeh pelan. Ia tak menyangka tokoh utamanya se-picik ini. Isabel cukup kecewa.

Sandra hanya diam. Semua orang masih memperhatikan.

"Lo cemburu San?" Tanya Isabel lantang. "Silahkan ambil Aksara San. Kita udah putus!" Ucapan Isabel jelas dan tegas. Semua orang pasti paham jika amarah Isabel sedang memuncak.

"Bel.." Aksara memelas di belakang.

"Kita udah putus! Jelas?" Tegas Isabel.

"Gak..!" Aksara mencoba menolak. Tapi bukan ranahnya. Kali ini benar-benar sudah final. Isabel tak ingin berlama-lama lagi. Couple goals harus segera terlaksana. "Aku gak bisa putus sama kamu.." Aksara malu mengemis seperti itu di depan banyak orang. Suaranya pelan dan ia menggenggam erat tangan Isabel seolah sedang memohon.

"Aksara please.. Aku mau putus." Tak ada pilihan. Setidaknya Isabel melakukan ini di depan banyak orang. Beberapa mata menjadi saksi. Termasuk Sandra.

"Tapi apa alasannya?! Aku gak bisa terima kalau hanya karena Sandra." Aksara makin emosi sambil menunjuk Sandra. Suaranya bahkan meninggi.

Gak mungkin saat banyak orang yang memperhatikan seperti ini, Isabel bilang karena untuk mencapai ending, Sandra dan Aksara harus bersatu kan?

"Karena.." Mata Isabel berkeliling mencoba mencari jawaban. "Aku suka sama Angkasa!" Jawab Isabel asal. Namun semua orang terkejut. Bahkan mereka semakin riuh berbisik-bisik.

Aksara tergelak sendiri. Alasan konyol! Ia sama sekali tak percaya.

BRUKK..!

Angkasa tiba-tiba pingsan.

Semua kroni-kroninya berlari untuk menolong. Mereka sigap membawa Angkasa ke atas punggung Adrian lalu bergegas membawanya.

Tak ada satupun yang paham. Kenapa Angkasa bisa pingsan tiba-tiba seperti itu. Padahal mereka semua melihat keberingasan Angkasa tadi.

🍃

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top