Pelatihan Boxing
~
Minggu pagi akhirnya tiba. Angkasa dan semua anggota Boxing sudah berkumpul di parkiran Antariksa. Bus bahkan sudah mejeng menunggu penumpang. Tinggal dua orang yang belum datang. Coach, dan Pabella.
Kira-kira siapa yang membuat Angkasa was-was menunggu?
Itu dia.
Bukan Pabella. Tapi Coach. Formasi lengkap. Mereka mulai masuk ke dalam Bus satu persatu.
"Coach! Tunggu! Gandi katanya mau ke belakang dulu." Angkasa tiba-tiba menyela. Gandi sempat kebingungan namun akhirnya mulai berakting sakit perut.
"Ah.. Iya.. Maaf Coach." Meski tidak benar-benar sakit, Gandi paham dan akhirnya meminta izin ke belakang. Angkasa ingin mengulur waktu.
"Coach!" Persis ketika Gandi pergi, Isabel pun datang selagi melambai. Ia membawa ransel besar dengan tubuh kecilnya.
Angkasa bisa tersenyum lebar sekarang. Mereka semua akhirnya masuk ke dalam Bus.
"Kamu ikut Bel?" Tanya Coach.
Isabel hanya mengangguk selagi sesekali melirik Angkasa yang masih memasang senyum manisnya.
"Ck.. Sinting!" Celetuk Isabel pelan saat melihat Angkasa senyum-senyum sendiri. Angkasa mendengarnya. Sangat jelas malah. Sayang, waktunya tidak tepat untuk mendebat ucapan Isabel.
Dan..
Mereka hampir melupakan Gandi. Pintu Bus di tutup saat Gandi berlari terbirit-birit mengetuk-ngetuk badan Bus itu.
Coach sempat terkekeh dan meminta maaf pada Gandi. Meski hanya di jawab dengan anggukan sinis. Gandi merajuk.
Angkasa langsung merangkul Gandi yang masih juga tahan harga. Manyun dan memalingkan muka saat duduk di kursi belakang yang sudah di siapkan. Mereka terbahak melihat kemarahan Gandi. Padahal harusnya minta maaf.
Jangan bayangkan Angkasa duduk romantis berdua dengan Pabella. Tidak! Itu terlalu mainstream. Pabella bahkan sengaja duduk bersama asisten coach. Biar apa? Biar ada tameng pastinya.
Angkasa kecewa? Tentu tidak. Pabella sudah ikut saja untung. Setidaknya dia bisa membalas keningnya yang benjol karena lemparannya waktu itu.
Perjalanannya cukup jauh. Isabel tak sabar dan akhirnya malah tertidur cukup pulas. Pantas saja. Semalaman dia tidak bisa tidur karena voting menggunakan kertas note dan pulpen milik Pabella yang seabreg itu. Meskipun ujung-ujungnya semua benda itu meminta Isabel untuk pergi. Entah hatinya yang memang ingin pergi juga.
Dan..
Tau tidak? Kemana mereka membawa semua anggota Boxing camping?
Isabel sampai melongo dan bahkan tertawa sinis dalam hati. Bukan gunung, bukan bukit, atau mungkin asrama militer.
Bus itu masuk ke dalam sebuah hotel besar. Cukup cantik bergaya resort. Agak mirip dengan hotel tempatnya bekerja di dunia nyata. Ini mah bukan latihan. Tapi liburan. Sorak Isabel dalam hati. Apalagi saat melihat hotel itu lengkap dengan pemandian air panas. Perfecto!
"Coach! Kita latihan di sini?" Tanya Isabel pada asisten pelatih.
"Iya. Kenapa?"
Isabel menggeleng sambil tersenyum kegirangan. Awalnya ia pikir akan camping di tempat kemah khusus ala-ala, atau lebih parah di gunung betulan. Tapi ternyata malah cek in di Hotel mewah.
Ah.. Isabel lupa. Ini Antariksa. Kalau fasilitasnya minim, lebih gak masuk akal kan? Lalu berapa duit yang Nyonya Fiona keluarkan kira-kira? Oke.. Pulang dari sini harus langsung sungkeman. Janji Isabel dalam hati.
Dukgh..
Ada sesuatu yang menghalangi langkah Isabel saat berjalan menuju gedung Resepsionis. Untung keseimbangannya cukup baik hari ini. Mungkin karena moodnya sedang bagus.
Tapi kaki yang mencegal langkahnya itu, nyatanya adalah kaki Angkasa. Mereka bahkan terkekeh saat melihat Isabel hampir terjatuh. Namun di luar dugaan. Akibat dihujani mood booster yang baik, Isabel malah membalasnya dengan senyuman manis. Meski dalam hati tentu berkata, 'tunggu aja!' Gumamnya kesal.
Coach mengurus cek in semua anggota. Ada sekitar dua puluh orang termasuk lima orang pelatih. Dirga sepertinya sudah masuk dalam jejeran asisten pelatih karena sudah sabuk hitam.
Coach membagikan kartu kamar pada masing-masing orang. Artinya mereka dapat kamar masing-masing. Satu kamar satu orang. Apalagi, Coach memilih kamar suite terbaik di hotel itu. Isabel kembali tercengang. Ini liburan mewah. Gumam Isabel.
"Baik. Silahkan masuk ke dalam kamar masing-masing, setelah itu kita sarapan pagi dulu di gedung resto itu. Tidak boleh ada yang terlambat! Pukul sepuluh sudah harus berada di tempat. Go!" Coach mengakhiri dengan teriakan.
"Box!" Sahut semua anggota. Termasuk Isabel dan Angkasa. Sesuai yel-yel yang selalu mereka ulang-ulang saat latihan.
Mereka berlarian pergi mencari kamarnya masing-masing. Memangnya ini jam berapa? Pikir Isabel yang masih santai berjalan. Namun ia berubah panik ketika melihat layar ponselnya. Hanya tinggal sepuluh menit yang tersisa. Sialnya, Hotel itu sangat luas.
Isabel ikut berlarian mencari nomor room di tangannya. Ia bahkan sempat bertanya pada seorang room maid yang sedang bertugas. Beruntung, dia menunjukkan arah tercepat.
Sampai.
Ada lima menit lagi untuk kembali ke gedung restoran setelah menyimpan ransel besarnya di dalam kamar.
Isabel kembali berlari. Dan apesnya lagi, di saat yang tidak tepat malah bertemu dengan Angkasa yang juga sedang berlari. Dia bahkan menarik rambut kucir kudanya hingga hampir terjengkang. Tak mau kalah, Isabel kembali menyusul sambil mendorong punggung Angkasa sampai ter-jembab.
Tawa puas Isabel membuat Angkasa makin geram. Baru sembuh kening, sekarang dagunya kembali ter-katuk aspal. Sial! Berdarah. Tapi gak ada waktu. Hanya tinggal satu menit untuk mencapai resto.
Fyuh..
Coach melihat jam di tangannya, saat melihat Angkasa sampai tepat waktu. Isabel sempat menoleh selagi cengar-cengir menertawakan. Namun terhenti ketika melihat luka di dagu Angkasa.
"Kenapa?" Tanya Adrian.
Angkasa hanya menoleh saja tanpa mau menjawab. Memalukan. Ia mengambil tisu di meja kemudian mengelap sisa darah dari dagunya.
Belum ada aba-aba. Mereka masih berdiri menghadap jejeran Coach.
"Oke! Saya beri waktu untuk makan sekitar 10 menit. Setelah itu, bersiap untuk berbaris di lapangan. Ingat! Meski Hotel ini adalah tempat kembali, tapi kita tidak tinggal di sini."
Isabel heran dengan apa yang Coach bicarakan. Tapi bukan ranah-nya untuk bertanya. Karena semua orang pun hanya diam mendengarkan.
"Saya tau betul kalian adalah orang-orang berada. Saya pun di beri fasilitas yang melimpah untuk melatih. Tapi jangan mimpi. Latihan ala saya harus tetap di lakukan sesuai prosedur."
Loh? Gak jadi liburan maksudnya? Isabel makin heran.
"Sepuluh menit dari sekarang. Kita akan taklukkan gunung Amazon di sana.." Tunjuk Coach ke arah gunung yang memang bisa di lihat dari hotel itu. Gunung besar curam tempat asal muasal pemandian air panas yang mengalir sampai ke hotel. Bau belerang yang menyengat di sekitar hotel sejak awal tak terelakkan.
"Kalian sama sekali tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi apapun!" Tegas Coach. Dirga langsung turun tangan mengumpulkan semua ponsel milik anggota. Termasuk Angkasa. Meski mendapat tatapan tajam, Dirga masih mengambil paksa ponsel milik Angkasa. Tak terkecuali. Ini pelatihan boxing. Bukan Antariksa.
"Kalian tanggalkan semuanya disini. Tanggalkan embel-embel kekayaan keluarga kalian. Tinggalkan segala fasilitas manja! Kita taklukkan gunung dengan kemampuan kalian sendiri. Tidak dengan uang, tidak dengan kenyamanan. Siap?!"
"Siap Box!" Beberapa anggota sabuk putih seperti Isabel dan Angkasa sama sekali tidak menyahut.
Ini di luar dugaan. Yang tadinya mengira adalah liburan mewah, ternyata neraka.
"Makan! Makan!" Teriak seorang asisten pelatih sambil menunjuk buffet meminta mereka bergegas sarapan.
Isabel menghampiri Angkasa selagi melihat kanan kiri. Ia curiga dengan sesuatu.
"Lo ngerjain gue?" Tanya Isabel seolah menuduh. Ia mengira Angkasa sudah tau pasti skenarionya.
"Lo lupa, gue juga sabuk putih?!" Jawab Angkasa yang langsung melengos untuk berbaris mengambil giliran sarapan.
SIAL..!!
🍃
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top