Lari 50 putaran

~

Angkasa menunggu dengan gelisah di depan toilet wanita. Sesekali ia melihat jam di layar ponselnya. Sandra sudah cukup lama di dalam tapi belum juga keluar. Angkasa hampir mengetuk namun tak jadi! Sandra akhirnya membuka pintu.

Angkasa melihat pipi Sandra tergores.  Amarahnya makin meluap. Dadanya sesak melihat Sandra bahkan tidak bisa berhenti menangis. Hati Angkasa ikut terluka.

"Makasih.." Ujar Sandra selagi menghapus air mata yang masih saja berebut keluar. Ia sudah membersihkan diri dan sekarang memakai jaket milik Angkasa.

"Siapa yang bikin lo kayak gini?" Tanya Angkasa lembut. Sandra hanya menggeleng karena memang tak tau menahu.

Sejurus kemudian, Angkasa ingat pernah mendapatkan kabar itu dari mana.

Ya!

Pabella.

Kemungkinan besar Pabella yang menyebarkannya. Lagi-lagi Angkasa harus berurusan dengan Pabella.

"Gue antar pulang.." Angkasa bahkan ingin menyelesaikan Sandra dulu sebelum balas dendam. Perlakuannya sangat santun. Meski semua orang menganggapnya jahat, tapi Sandra baru sadar ternyata Angkasa yang terbaik. Tapi apalah daya. Hatinya masih tetap sama. Hanya nama Aksara yang terukir di sana.

"Gak usah.. Sa.. Jangan terlalu baik sama gue.." Angkasa tertegun.

"Kenapa?"

"Gue gak bisa balas semuanya. Lo gak perlu ngurusin gue.." Sandra tak enak hati mendapat perlakuan seperti itu. Daripada tidak bisa membalas, lebih baik tidak menerimanya sama sekali.

"Ini urusan gue." Ujar Angkasa dingin. "Perasaan gue, perlakuan gue, apa yang gue lakuin, semua urusan gue. Lo gak perlu ngurusin perasaan gue. Urus aja perasaan lo sendiri. Kalaupun akhirnya gue kecewa, itupun urusan gue. Paham?" Tambah Angkasa. Hati mana yang tak melebur mendengar ucapan seperti itu. Angkasa bahkan mengusap pucuk rambut Sandra selagi tersenyum hangat.

"Tunggu gue di UKS." Titah Angkasa yang kemudian pergi. Sandra makin luluh. Andai saja orang yang ia sayang itu Angkasa, mungkin akan lebih mudah.

~

Sepertinya semua anak sudah berhamburan masuk ke dalam kelas. Angkasa mencari Pabella dan melihatnya sedang berjalan di belakang Aksara.

Angkasa membiarkan Aksara masuk ke dalam kelas terlebih dahulu, kemudian secepat kilat menarik tangan Pabella dan membawanya ke gedung olahraga.

"Apa sih?" Pabella tak terima sepanjang jalan ditarik kasar seperti itu. Apalagi ia tak sempat meminta bantuan pada Aksara tadi.

Angkasa masih menarik tangan Pabella memasuki sanggar Boxing. Ia kira di sana kosong melompong. Tapi ternyata ada sekitar empat orang yang sudah bertekuk lutut dengan tangan diikat lakban.

Pabella mulai panik. Ada masalah apa sebenarnya? Angkasa terlihat sangat marah. Dan orang-orang itu, sepertinya sudah habis dipukuli.

"Ada apa sih?" Tanya Isabel tak paham. Angkasa meminta Gandi dan yang lain membawa orang-orang itu pergi hanya dengan satu isyarat saja. Seketika, mereka menggusur orang-orang itu dan membiarkan Angkasa dan Isabel berdua saja.

"Lo yang nyebarin Sandra anak pembantu?" Tanya Angkasa langsung.

Heran, Isabel tak langsung menjawab. "Kenapa?" Ia sebenarnya tak tau apapun. Namun hanya berniat untuk berhati-hati. Ia ingin tau apa efeknya jika dia menjawab ya atau tidak.

"Lo yang sebarin?" Angkasa melangkah, mendekati Isabel. Semakin dekat, dan semakin dekat. Hingga tak ada ruang lagi. Punggung Isabel sudah menyentuh dinding Sanggar. Panik gak? Panik lah!

Wajah mereka sangat dekat, dan..

Tiba-tiba Angkasa mencekik leher Isabel. Menekan kuat-kuat ke dinding dan mulai mencegal laju pernafasannya. Isabel sempat mengira Angkasa tidak akan bengis seperti ini. Tapi ternyata sama saja. Dia tidak pernah berubah. Bahkan tidak mempertimbangkan jika yang sedang dihadapinya sekarang adalah seorang wanita.

"Bu...kan.. Bu..k..an.. gu..e.." Jawab Isabel selagi memukul-mukul tangan Angkasa. Dan akhirnya ia langsung melepaskan. Isabel batuk-batuk dan berusaha menghirup oksigen dalam-dalam. "Setan!" Teriak Isabel selagi mengatur napasnya. Ia terduduk lemas. Menatap tajam Angkasa yang terlihat kebingungan sekarang. Entah merasa bersalah, atau mungkin menyesal karena sudah mencekik Isabel.

Namun yang jelas, Angkasa langsung percaya saat Isabel berkata bukan pelakunya.

"Cuma lo yang tau dia anak pembantu.." Ujar Angkasa.

"MENURUT LO SIAPA YANG LEBIH TAU DARI GUE?" Bentak Isabel kesal. Angkasa menuduhnya sembarangan. Pikirannya sempit. Bukankah lebih masuk akal jika dia langsung menuduh Aksara? Kenapa harus dia orang yang pertama di curigai? Gumam Isabel.

"Sandra bisa di bully gara-gara ini." Angkasa berjongkok dan masih dengan emosinya yang tertahan.

"Apa urusannya sama gue?" Tanya Isabel dingin. Matanya memerah. Bukan hanya marah. Dia sangat kecewa. Angkasa mencekiknya hanya karena Sandra? Jadi siapa yang menyedihkan sekarang? Isabel bahkan hampir menitikan air mata karena sikap Angkasa. Se-istimewa itukah Sandra? Apa yang bagus dari dia? Kenapa Angkasa sangat marah hanya karena ini?

"Kalau pun lo tau siapa yang menyebarkan Sandra anak pembantu lo mau apa? Memang kenyataannya begitu kan? Lo bisa apa hah?" Angkasa tertegun. "Terus kalau lo tau orangnya mau lo apain? Mati-matian bela orang yang udah bohongin lo pantes gak sih?" Angkasa masih diam.

Meski tidak membantah, namun ia pun tak sepenuhnya setuju. Baginya, Sandra prioritas utama untuk ia lindungi. Meski ternyata menyakiti Isabel memunculkan perasaan aneh seperti ini. Angkasa bahkan tidak mengerti dengan perasaannya sendiri.

"Udah nyebar gini ya bagus. Kalau dia di bully pun bagus. Gue tepuk tangan!" Isabel bangkit membenahi seragamnya kemudian berjalan menjauh. Angkasa pun ikut bangkit, namun memantung saat melihat Isabel kembali berbalik.

"Kalau udah ketemu siapa yang nyebarin kebenaran itu, kasih tau gue. Gue orang pertama yang bakal berterimakasih sama dia. Dan ini.." Isabel menunjuk lehernya yang memerah karena Angkasa. "Gue pastiin lo di hukum.." Pangkas Isabel yang kemudian pergi tanpa pamit.

Angkasa melihat punggung Isabel sampai menghilang dibalik pintu. Lalu melihat tangannya yang tadi ia gunakan untuk mencekik Isabel. Sepertinya agak keterlaluan. Pikirnya. Punggung itu, selalu membuat hatinya tak karuan. Ini kali ke berapa? Kenapa dalam hati selalu muncul perasaan aneh saat melihat punggung Isabel seperti ini?

Angkasa sempat meremas dadanya saat merasakan rasa sakit yang sudah ia tahan sejak tadi. Apa ini balasan kontan karena ia sudah menyakiti Isabel?

Ia mencoba beberapa kali mengatur napas. Bersandar dan bertumpu pada dinding sanggar. Setelah dirasa-rasa membaik, Angkasa melanjutkan kembali langkahnya.

~

Dan ini hukuman yang sempat Isabel sebutkan.

Coach Boxing memanggil Angkasa dan memperlihatkan rekaman cctv sanggar yang sangat jelas menunjukkan Angkasa sedang mencekik Isabel.

"Minta maaf di depan semua orang, dan jangan pulang sebelum menyelesaikan 50 putaran!"

"Saya aja Coach.." Dirga bersedia menawarkan diri. Namun percuma. Salah sendiri menganiaya orang, tepat di titik pantauan cctv. Padahal Adrian, Gandi, dan Dirga menyiksa empat orang itu dengan rapi tanpa ketauan.

Isabel tersenyum puas. Lain dengan teman-temannya yang terlihat khawatir. Angkasa bahkan tidak yakin dengan tubuhnya sendiri.

"Ayo! Semakin lama, saya tambah hukumannya!" Ujar pelatih.

Mau tak mau Angkasa maju, untuk mulai menyampaikan permintaan maafnya.

"Maaf.. Gue salah paham sama lo.. Dan maaf, udah nyakitin lo.." Angkasa menatap sendu ke arah Isabel. Ucapannya terdengar tulus. Pandangan Angkasa apalagi. Matanya lurus ke arah dimana Isabel berdiri. Dia dengan gentle mengakui kesalahan. Hati Isabel kembali bergetar karenanya. Ia bahkan sempat berpikir mungkinkah prasangka pada Angkasa harusnya tidak seburuk itu?

Angkasa langsung mulai menjalankan hukuman. Setelah bahkan sebelum memulai saja wajahnya sudah terlihat pucat. Isabel melihatnya. Ketiga kroninya masih menunggu di sisi lapangan. Mereka bahkan memberi sebotol air mineral untuk Angkasa.

Isabel pun masih menunggu dengan sabar. Berniat menyaksikan secara langsung Angkasa menderita karena hukuman itu. Namun pemandangan aneh sempat tertangkap oleh Isabel.

Sebelum mulai lari, Angkasa terlihat meminum beberapa pil dan menelannya sekaligus. Apalagi keringat Angkasa terlihat sudah membanjir di seluruh tubuh. Baru kali ini Isabel melihat Angkasa berkeringat.

Angkasa mulai berlari menyusuri running track sejauh 400 meter itu. Dan jika dikalikan 50 keliling, kira-kira Angkasa harus berlari sejauh 20.000 meter. Bisakah dia melewatinya? Kayaknya sulit mengingat ketika latihan pun Angkasa tidak pernah serius.

Gandi, Adrian, juga Dirga menghampiri Isabel yang duduk menonton di tribun. Sore itu udara cukup panas. Namun tak menyurutkan semangat Isabel untuk menyaksikan hukuman Angkasa.

"Bel.." Dirga mendekat dan duduk di samping Isabel. Sedangkan yang lain duduk tak jauh dari mereka selagi menyaksikan Angkasa berlari dengan terengah-engah.

Isabel menoleh, kemudian mencoba mendengarkan.

"Lo tau gak siapa yang nyelametin lo di kolam waktu itu?" Tanya Dirga.

Isabel mulai memikirkan kembali kejadian itu. Seingatnya, Aksara yang mengantarnya ke rumah sakit.

"Aksara kan?" Jawab Isabel. Dirga terkekeh.

"Bukan. Yang bawa lo naik dari dasar kolam Angkasa." Ujar Dirga selagi menunjuk dengan dagu. Angkasa terlihat susah payah untuk tetap berlari. "Aksara datang setelah Angkasa berhasil bawa lo naik! Yang basah kuyup dan hampir mati nyelametin lo, dia." Dirga kembali menunjuk Angkasa.

"Ngarang lo.." Isabel tak langsung percaya.

"Tanya aja langsung!" Jawab Dirga dengan tenang.

Angkasa sudah terhuyung-huyung. Padahal baru tiga atau empat putaran saja.
Coach datang membawa sebuah peluit.

Setelah berpikir beberapa saat, Isabel langsung menghampiri pelatih, kemudian mengatakan sesuatu. Tidak ada yang tau apa yang Isabel katakan, yang jelas setelah berbicara, Isabel pergi begitu saja membawa ransel miliknya.

Priitt
Priitt
Priitt

Pelatih melambai pada Angkasa, memintanya untuk menghampiri.

"Bagus. Kamu bisa pulang!" Ujar Pelatih lalu menepuk bahu Angkasa dan pergi setelah berkata seperti itu.

Mereka semua tertegun. Artinya Isabel berkata Angkasa sudah menyelesaikan 50 putaran. Namun meski sebenarnya baru tiga putaran, Angkasa tetap ambruk kelelahan. Beruntung kesadarannya masih penuh. Hanya saja ia heran. Mengapa Isabel membatalkan hukumannya?

🍃

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top