Dua lubang di tangan Ayah..

~

Aaaarrrrgggghhhh!!

Dirga menjerit kesakitan saat timah panas itu mengenai daun telinganya. Darah langsung mengucur deras dan pendengaran Dirga sempat menghilang sebelah.

"BANGSATD! JENDRAL GILAAA!" Teriak Isabel sekuat tenaga. Bima berbalik menodongkan pistol itu padanya. "BUNUH AJA! BUNUH GUE BANGSATD! LO PASTI DI HUKUM!" Kalau tidak berteriak seperti itu, akan sangat menyesal nantinya.

Isabel sadar betul jika mereka hanya tokoh fiksi yang berjalan sesuai dengan jalan cerita Nyonya Arini. Tapi BRENGSEK! Kenapa harus di siksa kayak begini? Dirga bahkan masih meraung kesakitan. Isabel tak bisa membantunya karena masih diikat.

Bima kembali mendekat selagi tak lepas menodongkan pistol itu.

"Telepon Angkasa! Suruh dia balik lagi ke sini!" Bima memberikan sebuah ponsel pada Isabel. Jangan harap! Isabel mana mungkin menurut. Ia hanya memandang jijik pria setengah baya itu.

Bima memanggil sebuah nomor dan tak butuh waktu lama untuk menjawab.

"Hallo..?" Suara Angkasa kembali membuat jantung Isabel bergetar.

"Nak, ada Pabella di sini.." Ujar Bima selagi menyeringai mengerikan.

"Mana?" Tanya Angkasa yang tak langsung percaya.

"Ngomong!" Titah Bima. Isabel langsung menggeleng.

PLAKKK..

Sebuah tamparan keras berhasil mendarat di pipi Isabel.

Deg! Angkasa kira Dirga berhasil membawa Isabel pulang dengan selamat. Ia bahkan lupa saking kecewanya karena Isabel memintanya pergi.

"Arrgghh! Jangan sentuh dia!" Angkasa sempat mengerang kesakitan. Ia tau Isabel tengah disakiti. Ikatan batin itu masih berfungsi.

"Pulang!" Titah Ayahnya.

"Dimana? Pabella dimana?" Tanya Angkasa.

Tut..

Bima memutus panggilan kemudian tersenyum puas.

"Kenapa terus menerus nyiksa Angkasa?" Teriak Isabel. Wajahnya sudah kacau.

PLAKK..

Lagi! Bukan jawaban yang ia dapatkan hanya tamparan hingga merobek ujung bibirnya.

Drrt
Drrt
Drrt

Suara dering ponsel terdengar di saku celana Bima. Isabel sempat melihat sekilas ada nama Fiona di layar ponselnya. Bima menyeringai kemudian mengangkat panggilan itu di hadapan Isabel.

"Haii sayang.." Pengen muntah!

"MAMAH! AKU DI SEKAP JENDRAL GILA ITU! GAK BISA PULANG!"

PLAKKK..

Bima kembali memukul Isabel hingga pandangannya mengabur.

"Siapa itu??" Tanya Fiona. Bima sempat menunjuk kesal ke arah Isabel kemudian agak menjauh. Pria tua itu sepenuhnya merubah suasana hati. Jika itu Fiona, dia seketika hilang urat malu.

"NYONYA FIONA! PABELLA DISEKAP JENDRAL SEKARANG!" Dirga berteriak sekuat tenaga dengan sisa tenaganya. Rasa sakit di telinganya pun tak main-main. Bahkan darah segar masih terus  menetes.

BUGGGHHH..!!

Pria besar itu memukulnya. Dirga hampir hilang hanya dengan satu pukulan saja. Bisa dipastikan mereka bukan orang biasa. Pukulannya kuat, tubuhnya besar bukan main. Isabel dan Dirga masuk dalam hitungan terlatih! Bagaimana jadinya jika mereka yang terpukul adalah orang awam? Bisa-bisa mati seketika.

"Apa? Siapa yang tadi berteriak?? Kamu dimana?" Fiona tentu panik sendiri. Apalagi mendengar nama Pabella.

"Bukan sayang.. Barusan cuma ada yang lewat. Mereka bercanda.." Elak Bima.

"Ah.." Fiona mengangguk tapi mana mungkin langsung percaya. "Kamu kapan pulang?" Tanya Fiona. "Tadi aku ke rumah kok gak ada siapa-siapa?" Fiona sepertinya sudah terbiasa mengunjungi rumah keluarga Bima. Pantas saja Kirana pergi ke luar negeri. Jika pelakor sudah berani masuk ke dalam rumah, itu sudah sangat  keterlaluan!

"Kayaknya gak pulang dulu sayang.." Jawab Bima.

"Oh.." Fiona makin curiga. Ia tau persis Bima sedang berbohong. Ia mendapat kabar aneh di rumahnya tadi. Kabar mengenai Angkasa yang kritis dan sedang di bawa ke rumah sakit. Tapi nyatanya dia tidak berkata apapun soal Angkasa. "Ya udah, aku tunggu besok di apartemen ya Mas.. " Pangkas Fiona.

Fix! Fiona benar-benar curiga! Apalagi setelah mendengar dua teriakan tadi. Pabella masih juga belum pulang, bahkan tak bisa di hubungi sama sekali. Jam di dinding sudah sangat larut. Kemana perginya anak itu? Gumam Fiona.

Fiona memutar otak supaya bisa mencari kabar tentang anaknya. Satu-satunya yang ia pikirkan hanya Angkasa. Mungkin dia bisa menghubunginya untuk bertanya.

Dan dari mana Fiona mendapatkan nomor ponsel Angkasa, tentu diam-diam ia ambil dari ponsel Pabella. Untuk berjaga-jaga saja jika kejadian seperti ini tiba-tiba datang.

"Hallo.." Tak butuh waktu lama, Angkasa langsung menjawab.

"Hallo Angkasa. Kamu dimana? Bella dimana?"

"Ini siapa?" Tanya Angkasa yang terdengar sedang terburu-buru.

"Fiona. Mamanya Pabella." Jawab Fiona.

"Tante..? Iya Tante, Angkasa minta maaf. Bisa dengerin Angkasa baik-baik?"

"Apa?"

"Tante jangan panik, tolong telepon polisi, suruh mereka bawa banyak pasukan! Kalau bisa minta tolong sama Aksara. Minta tolong sama Pak Batara." Penjelasan Angkasa makin membuat Fiona kebingungan.

"Kenapa? Ada apa??"

"Angkasa sekarang di jalan. Mau ke tempat Bella sama Dirga. Dia kayaknya lagi di sekap sama Ayah.."

Rasanya tak mau percaya. Namun Fiona bisa memastikan jika suara yang tadi ia dengar adalah suara Pabella anaknya.

"Terus gimana? Kita harus gimana?" Tanya Fiona yang makin mondar-mandir kebingungan.

"Angkasa ... " Ucapan Angaksa sempat terjeda karena rasa sakit tiba-tiba terasa di perutnya. Ia sangat yakin jika Isabel sekarang sedang di pukuli lagi. Angkasa paham sekarang apa yang pernah Isabel ungkapkan dulu. Kalau Lo sakit, gue juga bisa ngerasain! Ingatan tentang kata-kata yang pernah Isabel ucapkan kembali mencuat.

"Angkasa nanti kasih alamatnya ya Tan..  Tolong bawa polisi ke sana.." Ujar Angkasa yang terlihat semakin kesakitan. BRENGSEK! Sampai kapan dia mukulin Pabella? Sesal tak berujung kini Angkasa rasakan. Seharusnya ia tak meninggalkan meski Pabella memintanya pergi. Tak seharusnya ia meninggalkan Pabella bersama ayahnya yang gila itu.

Beberapa kali Angkasa memukul setir mobilnya selagi melaju kencang. Untung Angkasa bisa membawa kabur mobil Ibunya. Meski masih harus kejar-kejaran, dengan beberapa mobil yang tanpa lelah mengejarnya, namun Angkasa tidak mungkin menyerah. Ia harus menemukan Isabel terlebih dahulu untuk meminta maaf.

Sampai di tempat Isabel di sekap, Angkasa masuk dan mendobrak pintu-pintu besar itu. Entah kekuatan darimana, Angkasa terlihat gagah, masuk menerobos kumpulan orang-orang amoral yang kini membuatnya marah!

Matanya beredar mencari sosok kesayangan yang harus ia selamatkan. Bima terkekeh melihat kedatangan Angkasa.

"Gitu dong. Anak Ayah.." Bima dengan bangga menyambut.

Darah Angkasa kian mendidih saat melihat Pabella di sekap dengan luka di sekujur tubuh. Dan Dirga? Dia sama-sama mengenaskan.

"Lihat. Dia sudah gak cantik lagi. Cari yang lebih cantik.." Ejek Bima saat Angkasa melihat Isabel yang tertunduk lemas.

Angkasa masih saja tak menjawab. Dengan tenang, dia berjalan ke arah jejeran senjata-senjata itu, kemudian langsung mengacungkannya pada sang Ayah.

Isabel dan Dirga melihatnya. Meski sangat ingin membunuh Bima, bukannya ini berlebihan?

"Silahkan! Tembak saja!" Bima memang gila. Dia bahkan tak takut apapun.

"Yah.. Aku gak bisa maafin Ayah." Ujar Angkasa, dan..

DUARRR..!!
DUARRR..!!

Angkasa menembak kedua telapak tangan Ayahnya sendiri. Timah panas itu melubangi kedua tangan yang seringkali memukulinya.

"aaarrrrgggghhhh!" Bima berteriak kesakitan.

Angkasa melempar pistol itu kemudian bergegas berlari ke arah Isabela. Bertepatan dengan itu, Fiona datang dengan banyak pasukan Jendral Batara. Mereka menangkap semua orang-orang yang ada di sana. Jumlah memang selalu menang. Pak Batara dengan sigap mengerahkan anak buahnya untuk menangkap mereka yang berusaha kabur.

Isabel menangis dan langsung menghambur memeluk Angkasa ketika semua ikatan sudah ia lepas.

"Ekhm.. BESTie.. Bukannya gue mau ganggu, tapi bisa bantuin gue dulu?" Celetuk Dirga.

Angkasa terkekeh kemudian berbalik membantu Dirga melepas ikatan-ikatan itu.

Selesai dengan ikatan Dirga, Angkasa kembali menatap Isabel. Tersenyum hangat selagi menggenggam tangannya erat.

Namun..

Ada satu hal lagi yang mengganggu pikiran Angkasa.

Ia melepas jaket hitam miliknya, kemudian melepaskan jaket hijau milik Dirga dari tubuh Isabel.

BRUKK!!

Angkasa melempar jaket itu pada Dirga dan memakaikan jaket miliknya pada Isabel.

"Cigh.. Masih sempat cemburu lo?" Berkat tingkahnya, Dirga bisa kembali terkekeh meski sakit di telinganya masih belum hilang. Sedangkan si pencemburu, hanya senyam-senyum selagi mengusap kepala wanita kesayangannya.


Cemburu itu PENTING!
Angkasa~

~
🍃

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top