Chicken katsu mayo

~

Sudah sekitar satu Minggu Isabel menjalani kehidupan normal. Tidak ada konflik dengan Angkasa, tidak harus menyelesaikan misi apapun, tidak juga ada Telepati konyol atau apalah itu namanya.

Meski masih harus bertemu setiap hari di kelas, Isabel tak pernah bicara dengan Angkasa lagi di sekolah. Mereka seolah tak saling kenal.

Gengsi? Ya! Angkasa terlalu mementingkan martabatnya. Entah sebagai apa. Yang jelas, Angkasa enggan mengalah dengan mengajak bicara lebih dulu. Wangja harusnya tidak merendah untuk seorang wanita. Wacana itu penting.

Isabel kembali ke kantin saat jam istirahat. Kali ini ia merindukan chicken katsu mayo yang seringkali ia pesan ketika makan di kantin. Sudahlah. Jangan berharap ada menu gado-gado atau sayur asem. Apalagi seblak ceker. Nyonya Arini mungkin tidak me-lokal saat mengkhayal soal menu di Antariksa.

Lalu apa yang harus Isabel lakukan selanjutnya? Sampai sini saja, Isabel merasa tidak menghasilkan apa-apa. Bucin iya, pulang enggak.

Makan aja makan!

Gelak tawa beberapa pria di ujung kantin itu terdengar menganggu. Tak salah lagi. Itu Angkasa bersama kroninya. Mereka sedang mengganggu siswa kelas bawah. Adrian terlihat sedang melempar-lemparkan sesuatu. Di atas kepala siswa malang itu mereka letakkan gelas plastik. Yang lain berusaha menjatuhkan gelas plastik itu dengan benda apapun yang bisa mereka ambil. Sedangkan Angkasa, hanya duduk diam memperhatikan sambil sesekali tertawa.

Isabel membaca mantra dalam hati. Berjanji dengan saus dan mayonaise, jika dia tidak akan ikut campur.

Abaikan mereka. Please, jangan sampai tergoda untuk turun atau berkomentar sekalipun.

Isabel mencoba kembali fokus dengan chicken katsu-nya.

Namun..

BRUKKK..

Mengejutkan! Sebuah sepatu tiba-tiba mendarat tepat di atas piring Isabel.

Dan..

Tau siapa yang melempar?

Bukan Gandi, bukan Adrian, atau bahkan Dirga.

Menurutmu siapa?

Isabel mengambil sepatu itu, kemudian membidik target. Lalu sekuat tenaga kembali melemparnya pada sang pemilik. Tepat di keningnya. Angkasa sampai terjengkang ke belakang saking kuatnya lemparan Isabel.

"SETAN!" Teriak Isabel. Angkasa mengerang kesakitan selagi mengusap keningnya yang memerah.

"CEWEK GILA!" Adrian balas berteriak ketika melihat Isabel pergi melengos setelah melempar sepatu Angkasa.

Gue cuma pengen makan chicken katsu!
BANGSATD!

Sepanjang perjalanan ke kelas, Isabel tak henti-hentinya menggerutu. Ada sedikit rasa sesal juga dalam hati. Bukan! Bukan soal kening Angkasa! Tapi, andai dia pergi setelah mendapatkan chicken katsu itu, atau pergi setelah sadar mereka ada di sana, mungkin sekarang dia tidak akan semarah ini dan bisa menikmati ayam garing itu dengan tenang. Mereka bahkan tak mengizinkannya makan enak. Sialan!

~

Bel pulang kembali berdenging. Isabel membereskan beberapa buku dan alat tulis miliknya. Akhir-akhir ini, tak ada kegiatan apapun selain belajar. Tapi yakin dan percayalah. Tak ada yang sia-sia. Setidaknya dia kembali mengulang pelajaran yang dulu sempat ia abaikan. Selagi menunggu ending dan pulang, dia bisa belajar. Sambil menyelam, minum air kolam. Gitu kan istilahnya?

BRUKK!

Angkasa tiba-tiba duduk di hadapannya. Beberapa anak lain sudah berhamburan ke luar. Aksara dan Sandra melihat Angkasa dan kroninya mengerubungi Pabella. Namun mereka tak lagi peduli. Meski Aksara masih cemburu, tapi tak ada yang bisa ia lakukan lagi.

Isabel mencoba bangun namun Adrian menahan. Sisi kiri ada Gandi yang bersiap mencegal. Mereka mengunci Isabel.

"Apa?!" Tanya Isabel sebal pada Angkasa yang sejak tadi duduk di depannya.

"Tanggung jawab!" Angkasa menyingkap poninya, memperlihatkan luka yang siang tadi Isabel buat. Tau gak sih? Wajahnya semakin tersingkap sempurna dan itu membuat jantung Isabel kembali bergetar hebat. Tiba-tiba ketar ketir tak karuan.

Merah. Bahkan ada luka goresan. Pasti sakit.

"Lo lempar katsu gue!" Isabel beralasan.

"Katsu lo kesakitan?" Sindir Angkasa. Isabel diam. Menjawab pun pasti salah. Ia hanya bisa membuang muka tak ingin membahasnya lagi. Angkasa pun malah gagu sampai-sampai harus diingatkan oleh kroninya.

"Sst...!" Gandi memberi kode.

"Mm.. Lo... Kenapa gak pernah latihan?" Awalnya ragu. Tapi kenyataanya, kode etik Wangja kini hancur lebur. Angkasa kalah. Akhirnya dia menurunkan gengsi.

"Males ketemu sama lo. Puas?" Se-ketus mungkin se-judes mungkin. Isabel masih sebal jika mengingat Angkasa sedang bersama Sandra waktu itu. Apalagi mengingat usapan di punggung. Ah.. Ayolah.. Kenapa perasaannya harus terombang-ambing sampai seperti ini?

"Kenapa?" Tanya Angkasa langsung. Gandi dan Adrian mundur alon-alon. Mereka seperti kehilangan harapan. Setidaknya mereka harus memberi Angkasa ruang untuk penyelesaian akhir.

"Eneg gue sama lo. Masih tanya lagi." Angkasa sempat tertegun cukup lama. Namun setelah berpikir, ia sepertinya memutuskan sesuatu.

"Lo bisa latihan lagi tanpa gue. Gue keluar kalau kalah tanding di acara camping boxing Minggu ini sebelum kenaikan sabuk." Ujar Angkasa.

"Lo nantang gue?" Tanya Isabel. Angkasa mengangguk yakin. "Gak salah?!" Tanya Isabel kembali memastikan. Mana ada cowok terang-terangan nantang cewek tanpa rasa malu?

"Bukan tanding berantem bego! Kita tanding gerakan dasar. Udah ada jurinya. Pokoknya saingan sehat. Otak Lo ngaco.." Angkasa terkekeh saat menyadari pemikiran Isabel. Ia pasti mengira Angkasa sedang menantangnya gulat.

"Oh.." Jawab Isabel yang akhirnya malu. Angkasa kemudian berdiri. Ia sudah selesai menjelaskan. Sepertinya Isabel sudah paham.

"Gue tunggu di Sanggar Minggu pagi." Tangkas Angkasa yang lalu pergi bersama semua kroninya.

Siapa juga yang mau ikut? Gumam Isabel yang sempat tertegun sendirian lalu pergi selagi menyampirkan ranselnya di bahu.

~

Isabel masih ingat dengan jelas undangan Angkasa di hari Minggu besok. Ia masih menimang-nimang untuk pergi atau tidak. Padahal semua persiapannya sudah rapi. Tapi ia tetap saja ragu-ragu.

Malam itu Ibu Fiona masuk ke dalam kamar Isabel. Awalnya mengetuk pintu yang terbuka lebar itu, lalu masuk ketika Isabel sudah menoleh.

"Yakin mau ikutan camping?" Fiona melihat sekantong penuh perbekalan lengkap. Entah mengapa Isabel sudah mempersiapkannya. Perlahan-lahan, ia mulai menerima segala perubahan Pabella. Meski sangat janggal, namun apa boleh buat? Fiona menganggap Pabella masih tetap anaknya. Kasih sayangnya tak pernah berubah.

"Gak boleh ya Mah?" Usaha Isabel untuk mencari-cari alasan menggagalkan acara camping itu masih ia coba. Celah apapun patut di perhitungkan.

"Boleh kok!" Jawab Fiona yang langsung mengelus pucuk rambut Isabel. Fiks gagal. Seharusnya sejak awal dia tidak berniat pergi. "Jaga diri di sana. Mamah sebenernya kaget denger kamu masuk sanggar Boxing. Yang Mamah tau, dari dulu kamu hobinya cuma belajar. Makannya Mamah paksa buat les renang. Maksud Mamah biar kamu gerak. Gak di sangka-sangka sekarang udah jadi anak boxing aja.." Fiona mengelus-elus pundak Isabel selagi mengoceh.

Sudahlah. Kalau ungkit-ungkit masa lalu Pabella, entah mengapa Isabel makin ingin pulang!

"Oh iya.. Bel..! Kamu tau gak anak yang namanya Angkasa?"

Deg!

Kenapa tiba-tiba nama itu muncul? Selama ini, bukankah Fiona hanya tau soal Aksara?

"Kenapa Mah?"

"Kenal gak?"

"Mm.. Gak terlalu kenal sih.. Kenapa emangnya?" Isabel tentu makin penasaran. Namun entah mengapa ia menolak untuk sok tau atau sok akrab tentang Angkasa.

"Gak papa, nanya doang." Jleb dong.. Bakal penasaran setengah mampus. Ada apa Fiona bertanya soal Angkasa?

Tapi sudahlah. Jika penting, pasti Fiona menjelaskannya. Sepertinya tidak terlalu krusial untuk dibahas sekarang. Apalagi Fiona tak lagi membahas apapun dan malah pamit pergi.

Lupakan.

Yang terpenting sekarang, bagaimana cara Isabel menghadapi hari esok..? Pergi kah? Atau jangan?

Menurut kalian gimana?

🍃

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top