Cewek Gila ~ Ending

~

Isabella dan Rian semalaman membuat kurang lebih tujuh bab pertama dan publish dalam waktu bersamaan. Mereka bahkan bergadang bersama kopi dan cemilan ringan. Tak lupa, mie instan yang juga setia menemani di akhir-akhir malam.

Tante Aini sempat menggeleng saat melihat Rian tertidur di atas ranjang Nyonya Arini dengan tak tau malunya. Sedangkan Isabella tidur di atas meja komputer.

Padahal hari sudah mulai terang, namun mereka masih saja terlelap. Tante Aini menepuk pelan bahu Isabel dan membuatnya terbangun. Ia tak berani mengusik Rian yang masih ngorok jam segini.

"Kalian ngapain sih? Bangun bangun!" Aini melihat Rian tak suka. Namun ia langsung kembali keluar setelah memastikan Isabel bangun.

Dan Mas Rian..? Ah.. Sudahlah.. Biarin dia tidur setelah semalaman dipaksa menulis sampai ngebul. Bahkan berkali-kali Isabel merevisi langsung tulisannya dan berkali-kali juga Mas Rian menghapus part yang tak disetujui Isabel.

Semalam itu melelahkan.. Pekerjaan penulis itu ternyata tidak mudah. Tak banyak orang yang memiliki bakat di bagian itu.

Isabel berjalan ke luar membuntuti Tante Aini menuju dapur. Mencari sebuah gelas bening, menuangkan air hangat lalu meminumnya di meja makan.

Penampilannya masih berantakan sekarang. Tante Aini bergidik ngeri melihatnya.

"Anak-anak udah berangkat sekolah Tan?" Tanya Isabel.

"Udah. Bentar lagi Mas Will pulang kayaknya." Ujar Tante Aini.

"Kok pulang? Gak kerja dia?" Tanya Isabella.

"Bakal ada tamu yang datang hari ini."

"Siapa?"

"Kamu mandi dulu gih! Gak enak kalau tamu datang kamu kucel kayak begini. Muka Tante mau di taro dimana?"

"Tamu siapa sih? Tamu Tante?" Tanya Isabel penasaran.

"Iya. Tamu dari luar negri."

"Wih.. keren amat tamu luar negri? Siapa?" Makin penasaran, namun Isabel sama sekali tak berpikir macam-macam.

"Pak Adrian." Tante Aini tersenyum selagi memandangi dalam keponakan tersayangnya.

"Adrian?" Siapa? Temannya Angkasa yang gendut itu? Otaknya masih seputar novel Wangja. Ah.. Kan.. Jadi kangen dia lagi.. Keluh Isabel dalam hati.

"Iya. Mantan Nyonya Arini." Jawab Tante Aini.

"Oh.." Ternyata Adrian yang itu. Padahal mendengar nama teman dekatnya saja, sudah membuat rasa rindu pada Angkasa makin mencuat ke permukaan. Kapan dia bisa...

Tunggu.

Sebentar.

"Ngapain mantan Nyonya Arini ke sini?" Tunggu! Bukankah Isabel pernah mendengar selentingan konyol soal perjodohannya dengan anak Pak Adrian itu?Jangan-jangan..

"Ngapain kira-kira?" Tante Aini masih main tebak-tebakan. Tapi gak lucu. Dia bahkan tidak pernah membicarakan ini dengannya terlebih dahulu. Dan sekarang malah di undang ke rumah? Tante Aini keterlaluan. Gerutu Isabel dalam hati.

"Tante gak lucu ih.. Aku pergi aja mendingan."

"Eh.. Jangan dong, mereka udah di jalan kayaknya bentar lagi ke sini" Tante Aini panik sendiri.

"Ngapain di undang ke sini segala sih?!" Kali ini Isabel berteriak saking kesalnya.

"Mereka yang mau datang. Tante gak undang." Aini tak mau kalah.

"Kalau gitu usir. Si Adrian itu gak boleh masuk ke sini!" Isabel makin emosi.

"Mana bisa. Dosa kamu ngusir tamu."

"Bodo amat!"

"Sebentar aja Bel.." Tante Aini mulai membujuk.

"ISABELL!" Tiba-tiba teriakan Rian terdengar dari kamar Nyonya Arini. Sontak Isabel dan Aini langsung menghambur menghampiri.

"Apa sih lu Mas? Teriak-teriak kayak perawan aja." Cecar Isabel saat melihat Rian tengah duduk di depan komputer.

"Lu gak publish tulisannya ya?" Tunjuk Rian pada komputer semalam.

"Udah kok." Heran, Isabel langsung melihat. Sedangkan Tante Aini terlihat julid lalu pergi meninggalkan mereka. Ternyata hanya soal novel. Pikir Aini.

"Kok hilang sih! Lu hapus yah!" Tuduh Rian.

"Enggak! Gue inget udah publish kok!" Isabel mencoba melihat kembali hasil kerja kerasnya kemarin. Dan memang, semuanya menghilang entah kemana. Bahkan judulnya saja tidak ada sama sekali!

"Coba liat di word dulu! Lu simpan dimana?" Tanya Isabel.

"Gue langsung tulis di websitenya. Lo tau sendiri kan langsung gue publish depan Lo semalam.."

"Terus kenapa bisa hilang?"

"Mana gue tau! Yang molor depan komputer siapa?" Rian kesal sendiri.

"Ya ngapain gue hapus? Begadang semalaman emangnya gak capek?" Mereka kebingungan sendiri. Jadi siapa yang berani-beraninya hapus hasil kerja mereka?

"Tante Aini?" Ujar Isabel.

Mereka bergegas berhamburan ke luar lalu mencari Aini.

"TANTEE!" Isabel berteriak dan menemukan Aini sedang memotong buah-buahan di meja makan.

"Apa?" Aini masih santai dengan pisau tajam di tangannya. Ngeri sebenarnya, tapi sudahlah. Tanggung berteriak tadi.

"Tante tadi pagi hapus novel kita?" Tuduh Isabel langsung.

"Novel apa?"

"Novel yang di komputer itu. Yang semalaman kita kerjain." Tunjuk Isabel ke arah kamar.

"Enggak. Tante masuk cuma bangunin kamu doang terus balik lagi ke dapur"

Rian dan Isabel makin bingung. Mereka akhirnya kembali masuk ke dalam kamar tanpa berani menjawab lagi pernyataan Aini. Pantas saja. Aini sangat judes! Apalagi sekarang sedang menggenggam sebuah pisau

Melihat tingkah mereka, Aini hanya bisa berdecak dan menggeleng tak mengerti.

"Lo yakin udah di publish?" Bisik Rian.

"Yakin gue!" Kalau berkhayal harusnya sendirian! Tapi sekarang Isabel ingat betul dia menulis tujuh bab bersama Rian.

"Masih inget alurnya gak?" Rian kembali ingin memastikan sesuatu.

"Masih.

"Coba tulis lagi!" Rian langsung bersiap duduk di depan komputer kemudian meminta arahan untuk bisa kembali menuliskan kata-kata baru. Ia tak mau cepat-cepat menyerah.

Kali ini butuh waktu yang lumayan lama untuk menulis satu bab saja. Entah mengapa otak Rian tak se-encer kemarin.

"Udah.. Udah.. Kayak gitu." Tunjuk Isabel. Rian mengangguk paham.

"Siap?" Anak panah mouse sudah menunjuk publish sekarang. Isabella mengangguk yakin.

Klik..

Dengan judul yang sama persis seperti kemarin, cover yang sama, juga cerita dengan alur yang sama meski ada satu atau dua kata yang berbeda Novel Wangja 2 kembali publish.

Namun..

Satu detik kemudian seketika menghilang seolah tak pernah ada. Rian dan Isabel kembali kebingungan.

"Hilang lagi." Ujar Rian.

"Sekali lagi." Titah Isabel.

"Oke.."

Kembali, Rian mengetik ulang hingga satu sampai dua ribu kata. Karena kali ke tiga, kini lumayan cepat. Sepertinya Rian mulai hafal bagian-bagiannya.

Dan saatnya kembali mencoba publish lagi. Siapa tau tadi hanya kesalahan teknis.

"Yok!" Isabel memberi aba-aba lagi. Rian mengangguk dan..

Klik!

On publish lagi..

Namun tak lama. Entah per-sekian detik, tulisan itu kembali menghilang secara misterius! Apa bukan kebetulan?

"Kita gak ada izin kah?" Tanya Rian. Isabel hanya bisa menggeleng tak paham. Lalu kenapa?? Apa memang tak seharusnya ada Wangja 2?

"ISABELL." Tante Aini berteriak memanggil. Isabel hanya mematung enggan beranjak.

"Noh di panggil!" Tegur Rian.

"Gak budek gue. Ogah Ada tamunya Nyonya Arini." Isabel merenggut malas.

"ISABELLA..." Kali ke dua Aini berteriak dari arah ruang tamu.

"Sana dulu aja. Siapa tau penting. Gih! Gue temenin yuk!" Rian bahkan rela menemani.

"Ogah ah!" Isabel masih kesal namun Rian tetap memaksa dan akhirnya menggusur Isabel bersamanya.

Sudah ada Om Will dan seorang pria tambun yang sudah duduk di kursi tamu. Isabel sampai terkejut saat melihat pria itu tersenyum padanya.

Ternyata wajahnya persis seperti Adrian yang ada di dalam novel Wangja. Wajah tua berbadan gemuk. Isabel hampir terkekeh sendiri saat melihatnya memakai setelan jas. Biasanya pakai seragam.

"Kenalin. Dia Pak Adrian. Ini Isabella Pak, anaknya Arini.." Adrian menatap dalam-dalam wajah Isabel dan tentu saja jantungnya kembali menghangat.

"Mirip sekali sama Arini.." Celetuknya sambil menyambut salam dari tangan Isabel. Aini dan Will hanya bisa terkekeh pelan. "Anak saya bentar lagi ke sini! Dia lagi bawa oleh-oleh di mobil." Ujar Adrian. Aini dan Will mengangguk paham tanpa basa-basi lagi. Bisa bayangkan, oleh-oleh apa yang mereka bawa dari luar negri? Arini sampai senyum-senyum sendiri ketika memikirkannya.

Tak berselang lama, seorang pria datang dan langsung masuk ke dalam. Di tangannya penuh dengan kantong oleh-oleh. Isabel mematung. Napasnya tercekat saat melihat sosok itu.

"Ini anak saya, Angkasa." Adrian mengenalkan dengan santai.

Bukan hanya Isabel yang terkejut. Dia juga. Entah terkejut karena apa, yang jelas mereka tertegun cukup lama. Itu dia. Sosok yang sangat ia rindukan.

Kedua pasang mata mereka bertemu. Saling menatap seolah enggan lepas. Namun tak ada sepatah kata pun yang bisa terucap.

"Sini nak!" Panggil Adrian meminta Angkasa untuk duduk di sampingnya.

Isabel hampir tak percaya. Ia bahkan mencubit tangannya sendiri berharap ini bukan mimpi. Angkasa duduk santai selagi tersenyum hangat pada sang Ayah. Hei. Mereka teman sekelas! Bukan Ayah dan anak. Teriak Isabel dalam hati.

"Seperti yang sudah kita semua tahu, selama ini saya dan Arini masih saling berhubungan melalui email. Mungkin Aini sudah melihatnya.." Aini dan Will mencoba mendengarkan baik-baik. Begitupun dengan Rian yang ikut nimbrung di sana.

"Saya berencana untuk menjodohkan anak saya Angkasa dengan Isabella.." Lanjut Adrian. "Dan.."

"Saya mau!" Adrian bahkan belum selesai, namun Isabel sudah menjawab dengan antusias. Aini langsung menyenggolnya karena malu. Bukankah tadi ngotot gak mau? Bahkan memintanya untuk mengusir tamu? Anak ini malu-maluin. Gerutu Aini dalam hati.

Angkasa yang mendengarnya langsung terkekeh pelan. Begitupun dengan Adrian yang tergelak.

"PD banget lu jadi cewek." Celetuk Angkasa. Namun senyumannya lain. Terlihat salting dan terus saja mengembang dan makin manis. Bikin hampir meregang nyawa. Kalian gak akan kuat. Gumam Isabel. "Gue belum setuju." Ujar Angkasa.

"Gak papa. Gue bakal bikin Lo setuju nanti." Balas Isabel.

"Caranya?"

"Lo gak akan pernah bisa lari dari gue. Jangan coba-coba lari! Gue udah setuju di jodohin. Lo juga harus setuju." Ujar Isabel dengan percaya diri.

"Kalau gue gak mau?"

"Gue bikin Lo mau."

"Kalau gue punya pacar?" Angkasa kembali bertanya selagi tersenyum hangat.

"Gue pastiin Lo gak akan pernah bisa ketemu dia lagi." Jawab Isabel. Gampang. Ini hanya jawaban yang sama yang pernah ia dengar dari Angkasa. Perasaannya masih sama. Hanya saja, sekarang di tempat yang nyata!

Angkasa terdiam saat mendengar jawaban mengejutkan Isabel. Ia tak bisa berhenti tersenyum.

"Cewek GILA.." Ujar Angkasa masih dengan senyuman hangat yang Isabel rindukan.

Gak salah lagi. Dia Angkasa..

Tidak! Bukan waktunya sakit hati karena dipanggil GILA.
Ada Angkasa lain yang harus ku perjuangkan. Hehe..

Isabella~

End
~


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top