Asap Abu-abu

~

Novel Wangja

Sandra POV

Ibu bilang, aku harus sekolah di tempat bagus. Cari pacar orang kaya, dan hidup mewah selama sisa hidup. Itu satu-satunya cara supaya kamu bisa menjamin hidupmu sendiri. Kata Ibu.

Dan inilah alasan kenapa aku bersekolah di tempat ini. Antariksa Internasional High School. Nama sekolahnya aja keren kan? Tapi bulshit! Ini sekolah bangke!

Meski begitu, di sekolah ini memang banyak anak-anak orang hebat dan keren. Dari mulai anak pemilik tempat wisata terbesar di Asia, anak Pemilik Hotel terbesar di Indonesia, sampai artis ternama, penyanyi, pokoknya anak-anak crazy rich yang memilih tempat ini untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Dan tentu saja. Aku disini bukan tanpa tujuan. Ada sesuatu yang aku kejar! Apalagi kalau bukan hidup mewah dengan menjadi istri orang kaya?

"Sssssh.. Brengsek! Bisa-bisanya Ibu bikin novel geli kayak gini? Tokoh utamanya bikin mual." Gerutu Isabel. Ia sempat berhenti di bagian prolog. Namun mengingat ponselnya yang masih juga belum berhenti memberi notif, akhirnya tak ada pilihan selain melanjutkan.

Tapi kalau dipikir-pikir, hidupku masih panjang. Haruskah memikirkan hal-hal seperti itu bahkan saat aku masih duduk di bangku SMA?

Tentu saja aku bisa melakukan apapun! Aku pun bisa kaya dengan usaha sendiri. Aku tidak perlu laki-laki untuk itu!

"Nice girl!" Komentar Isabel setuju dengan paragraf selanjutnya.

But.. Gak semudah itu kawan. Kalian gak bisa bahagia tanpa hadirnya seorang laki-laki istimewa dalam hidupmu. Apalagi laki-laki kaya. Please jangan munafik. Jaman sekarang uang urutan pertama memang.

Dan..

Ada satu nama yang sejak dulu selalu hadir, dan semakin lama entah mengapa kian terukir dalam di hatiku. Kriterianya sangat cocok dengan apa yang Ibu mau. Tapi sepertinya, kedudukan kasta kami tidak mengizinkan.

Apalah dayaku ketika aku jatuh cinta pada anak dari majikan Ibuku sendiri.

Pria jangkung perawakan blasteran itu sejak awal selalu menarik perhatian. Sikap lembut juga santunnya membuatku makin tergila-gila!

Namun sayang, cintaku tak mungkin kesampaian. Ibu saja mewanti-wanti dan pasti akan sangat menentang keras jika aku sampai jatuh cinta padanya.

Aku mungkin hanya bisa memendam rasa ini sampai mati. Tak mungkin bagiku untuk menggapainya. Bahkan bermimpi saja, rasanya kurang ajar!

Aksara Batara! Keluarga berpendidikan dengan gelar-gelar yang bikin ngeri. Kamu akan melihat jejeran Profesor, Magister, bahkan Jenderal tertera dalam setiap nama mereka. Termasuk Aksara yang mereka siapkan sedemikian rupa supaya bisa berkuliah di kampus incaran mereka di luar negri.

Sedangkan aku?

Kalau belum jelas, aku adalah anak tunggal dari Ibu Darmi. Pembantu rumah tangga keluarga Batara sejak lima belas tahun yang lalu.

Kurasa sampai sini kalian paham kan, kenapa orang sepertiku bisa bersekolah di tempat itu? Tentu saja karena kebaikan keluarga Batara yang menyekolahkan ku di sana. Mereka bahkan menyetarakanku dengan anaknya sendiri.

Tapi aku cukup tau diri. Meski disekolahkan di tempat yang sama, kedudukan kami tetap berbeda.

Namun ada yang aneh setahun belakangan ini! Aksara entah bagaimana ceritanya malah menjadi objek bullying di sekolah. Tapi sikapnya yang diam malah membuatku makin gregetan.

Angkasa! Dia troublemaker di sekolah kami. Asal kamu tau aja! Sekolah bangkai ini, sangat memperhatikan reputasi keluarga. Kami di urut-kan dari status sosial, kedudukan orang tua, jumlah kekayaan, juga gengsi-gengsi lainnya. Dan Angkasa adalah pemegang tahta tertinggi.

Dia anak seorang Jendral Kapolri, dan Ibu seorang artis papan atas. Begitupun kedua kakaknya yang sudah sukses menjadi anggota dewan dan seorang pilot. Semua susunan apik silsilah keluarganya membuat Angkasa banyak gaya. Tak kenal takut, dan sering seenaknya sendiri. Aku gak pernah mau berurusan sama dia. Dalam otakku, Angkasa yang terburuk! Dia kejam, tukang bullying, brutal, dan pendendam.

Ah..

Tapi.. Sudahlah.. Tak perlu dipikirkan.. Toh aku sama sekali tak tertarik! Seberapa kaya pun dia, Angkasa tak pernah membuatku tertarik.

Balik lagi ke Aksara..

Belakangan ini Angkasa selalu membully-nya. Aksara bikin greget karena dia tak pernah melawan. Padahal Aksara kurang apa? Ayahnya juga Jendral TNI! Kalau Ibunya bukan artis memangnya kenapa?!...

Stop..

Mata Isabel mulai kabur. Ini sudah pukul sepuluh malam. Semakin lama membaca, makin mengantuk. Saking hebatnya rasa kantuk itu, Isabel akhirnya membiarkan kepalanya ber-geletak di atas meja. Tubuhnya meluruh, asap abu-abu sempat terlihat di sekitar komputer. Namun Isabel tidak sempat memperhatikan asal muasal asap itu. Matanya kian berat dan gelap.

~

Tuk
Tuk
Tuk
Tuk

Suara pentopel runcing terdengar nyaring. Seorang wanita dengan kemeja jingga dan celana janet abu muda terlihat masuk ke dalam sebuah ruangan yang terlihat seperti kamar rawat inap.

Luas kamar itu tak main-main! Ada banyak ruang kosong di sekitar ranjang pasien. Sofa panjang, meja, juga air purifier. Semua yang ada dalam ruangan ini terlihat mewah. Bahkan ada sebuah guci emas dengan motif aneh di sudut ruangan yang entah apa fungsinya.

Dan yang sedang terbaring di ranjang itu,..

"Bela.." Panggil lembut wanita tadi. Ya! Yang sedang tidur itu, Isabella!

Perlahan, Isabel membuka mata dan mulai memperhatikan sekitar. Ia terlihat kebingungan. Tempat asing itu, wanita ini, dan selang infus yang tertancap di tangan kirinya? Dimana ini? Apa yang terjadi padanya? Isabel berupaya keras untuk mengingat sesuatu. Sayang, Isabel hanya ingat ketika dia tertidur di depan komputer Ibunya dengan asap abu-abu.

Ah! Mungkinkah itu asap dari korsleting kabel komputer milik Ibunya sehingga ia berada di rumah sekarang? Pikir Isabel.

"Bela.. Gimana? Sudah baikan?" Tanya wanita dengan kemeja jingga itu selagi berkali-kali mengusap rambut Isabel.

"Anda siapa?" Merasa risih, Isabel bertanya sinis selagi menepis tangannya. Ia bangun perlahan dan sialnya, tubuh itu terasa berat. Benar-benar seperti orang sakit. Dan lagi, ada orang asing menyentuh rambutnya tanpa izin? Isabel paling benci dengan sentuhan fisik. Apalagi Ia sama sekali tak mengenal wanita ini.

"Bella, Ini Mamah.." Wanita itu terkejut bukan main. Sama halnya dengan Isabel yang hampir terkekeh geli mendengar pengakuan wanita itu. "Masa kamu gak inget sama Mamah?!" Wanita itu kembali menekankan. Matanya berkaca-kaca hampir menangis. "Mama gak suka kamu main-main seperti ini! Masa muda kamu masih panjang. Gak ada waktu untuk hal-hal bodoh kayak gini!" Wanita itu semakin menekan. Sikapnya terlihat alami. Gak mungkin Tante Aini main-main sama temannya buat bikin prank kan? Pikir Isabel.

"Tunggu!" Isabel mengacungkan jari telunjuknya supaya wanita itu berhenti bicara. "Anda siapa?" Tunjuk Isabel lagi. Kali ini benar-benar menekan dan terdengar asing bagi wanita itu.

"Pabella Domine! Saya Ibu kamu! Saya yang melahirkan kamu! Saya yang menghidupi kamu enam belas tahun! Bisa-bisanya kamu tanya siapa saya?!" Wanita itu kian mengeras. Isabel semakin bingung. Sejak kapan panggilan namanya berubah? Apa tadi? Pabella apa? Isabel bergumam sendiri.

"Kamu gak akan bisa bohongin Mamah! Yang luka tangan! Bukan kepala kamu! Jadi gak ada yang namanya hilang ingatan gara-gara ngiris tangan!" Cecar wanita itu. Isabel melihat tangan kirinya memang ada perban yang menggulung. Bagaimana ceritanya dia bisa sampai mengiris tangan seperti ini?

Apa mungkin kini Isabel sedang bermimpi? Kenapa tidak ada yang bisa ia mengerti?

Isabel mulai menampar pipi beberapa kali. Sakit! Ah.. Mungkin tangannya ikut bergerak saat tidur. Isabel mencoba membuka perban di tangannya. Ada luka goresan yang cukup dalam. Dan.. Benar-benar sakit! Bahkan luka itu kembali mengeluarkan darah ketika Isabel tekan cukup keras tadi.

"Heh!!" Wanita itu kembali membungkus luka Isabel saat melihatnya menyakiti diri."Kamu beneran gak kenal sama Mamah?" Panik, wanita itu semakin heran dengan gerik Isabel yang memang terlihat asing.

"Ini di mana?" Tanya Isabel.

"Kamu di rumah sakit," Wanita itu mulai melembut dan mencoba menjelaskan perlahan. "Mamah gak tau apa yang terjadi di sekolah kemarin. Tapi temanmu Sandra menemukan kamu sudah mengiris tangan dan tergeletak di kamar mandi. Kamu tau gak sih gimana rasanya saat mendengar kabar itu? Kenapa kamu melakukan itu Bela? Hmm?" Suaranya lebih terdengar lembut layaknya seorang Ibu.

"Sandra? Sekolah?" Isabel masih belum paham sepenuhnya.

"Ya, Sekolah. Antariksa Internasional High School. Sekolah impian kamu. Kamu mati-matian belajar keras supaya bisa masuk ke sana." Isabel tiba-tiba tak bisa menahan gelak tawa. Antariksa? Itu nama sekolah yang Nyonya Arini buat dalam novelnya.

"Haha.. Tante! Tante Aini! Jangan bercanda deh! Ini siapa? Temen Tante yah? Ngapain sih bercanda kayak gini?" Isabel berteriak-teriak sendirian sambil menunjuk-nunjuk wanita di sebelahnya.

"Tante Aini siapa? Kamu kenapa sih?"

"Diem kamu! Tante Aini pasti ada di sini kan? Kamu jangan ngaku-ngaku deh! Ibu saya Nyonya Arini! Dan kayaknya umur kamu dan umur saya gak beda jauh. Mamah dari mana?" Mulut Isabel mulai berulah. Wanita itu menganga saking asingnya dengan sikap Isabel.

"DOKTERRR!!!! ANAK SAYA KENAPAAAA????!!"




🍃

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top