Ada apa?
~
~
Saat latihan boxing, Isabel mencoba untuk berbicara dengan Dirga. Ini soal misi konyol itu. Angkasa tak boleh tau. Sangat sulit mencari waktu yang pas karena Angkasa selalu menempel.
Bukan. Bukan karena Isabel tak suka Angkasa selalu dekat dengannya. Apalagi melihat Angkasa kini lebih bugar dari sebelumnya. Tentu Isabel senang. Tapi jika tak membahas ini, apa tidak apa-apa?
Namun jika tiba-tiba harus menghilang gimana? Bukankah Angkasa akan lebih tersiksa? Isabel butuh pendapat orang lain mengenai hal ini! Dan satu-satunya orang yang mengerti akan masalah ini hanya Dirga.
"Sa.. Abis latihan mau kemana?" Tanya Isabel ketika baru saja turun latihan.
"Mau jalan?" Tanya Angkasa. Mereka duduk di bangku ruang loker. Beberapa teman yang lain sudah berhamburan menuju kamar bilas.
"Kemana?"
"Lo maunya ke mana?" Angkasa malah balik bertanya. Sekarang dia sudah punya kebebasan. Tidak seperti ketika tinggal bersama Jenderal bengis itu. Hidup normal yang Angkasa mau sepertinya sudah mulai tercapai. Hanya ada tuntutan kecil dari sang Ibu yang mengharuskannya melanjutkan sekolah sampai selesai. Hal itu cukup normal. Setiap siswa memang punya tuntutan yang sama.
"Mm... Kemana yah?" Isabel bingung sendiri. Padahal ia ingin meminta waktu untuk bertemu dengan Dirga. Tapi jangan harap. Angkasa pasti memilih ikut dan bertanya macam-macam. "Pulang aja deh.." Putus Isabel.
"Kok pulang?"
"Nyonya Fiona kayaknya bakal pulang cepet.. Dia sibuk banget akhir-akhir ini.. Gue kangen sama dia.." Alasan. Mana ada kangen sama teman satu rumah. Isabel hanya mencari-cari cara untuk meminta waktu sendiri.
"Oh.. Ya udah.. Gue antar pulang." Ujar Angkasa. Isabel mengangguk mengiyakan.
~
Tau tidak?
Ternyata Nyonya Fiona gak ada di rumah. Kayaknya lagi sibuk sama Nyonya Kirana. Kira-kira jika Angkasa tau Isabel berbohong, apa yang terjadi?
Tapi biarlah itu menjadi urusan nanti. Setelah berganti pakaian, Isabel langsung menghubungi Dirga untuk bertemu di minimarket dekat rumahnya. Angkasa baru saja pergi. Gak mungkin dia bisa melihatnya bersama Dirga.
Isabel berjalan terburu-buru sendirian dengan udara panas yang cukup menyiksa. Entah sedang musim kemarau atau apa. Isabel belum pernah merasakan air hujan ketika berada di dunia Wangja.
Dari kejauhan, Dirga sudah menunggu di depan minimarket. Duduk santai selagi meneguk minuman dingin. Emmh.. Surga dunia. Ketika Isabel kelabakan bingung, Dirga terlihat sangat menikmati. Sialan.
Street.
Isabel merebut minuman itu, lalu menyimpannya kasar. Dirga kaget hingga tersedak. Isabel lalu memperlihatkan buku catatan itu lagi pada Dirga.
"Ampun deh lu. Santai kek..." Keluh Dirga. "Apaan sih?" Dirga masih tak paham.
Isabel merenggut dan langsung duduk di hadapannya.
"Baca aja!" Isabel bahkan enggan kembali menyentuhnya.
Dirga mengambil, lalu membukanya.
• Putus dengan Angkasa!
Kalimat perintah itu kembali terbaca. Dirga tertegun.
"Akhirnya kalian harus putus?" Tanya Dirga heran. "Putus gara-gara apa ya kira-kira?" Dirga malah menerawang memikirkan alasan putus.
BRAKKK.
"Mana ada putus-putus? Gue gak mau putus sama Angkasa." Isabel sangat yakin.
"Setelah Lo selesaikan misi-misi sebelumnya, Lo nyerah sama yang ini?" Tanya Dirga.
"Iya. Dia udah mati-matian berjuang, terus gue harus nyakitin dia lagi? Gak ada. Gue gak se-bajingan itu." Ujar Isabel. Suaranya. Menggebu-gebu pertanda hatinya sedang gundah sekarang.
"Pikirin masa depan Lo Bel.. Kalau misi ini gak Lo lakuin, Lo mau jadi pengatur imajinasi kayak gue?" Dirga berusaha mengingatkan.
"Bodo amat jadi pengatur imajinasi kek pengatur latar kek, pengatur alur kek gak peduli gue. Gue gak mau nyakitin Angkasa." Dirga terkekeh mendengarnya.
"Lo lupa dia cuma tokoh fiksi? Lo bucin gara-gara karakter fiksi? Bangun Bel! Mimpi lu? Mereka gak nyata, sedangkan Lo masih punya dunia nyata. Sadar Isabelella!" Tuk tuk tuk Dirga sampai mengetuk-ngetuk meja saking kesalnya. "Gue menyesalnya sekarang. Gue ninggalin orang-orang yang gue sayang di dunia nyata dan malah milih tinggal di dunia mimpi kayak gini. Sumpah gue nyesel! Penyesalan gak akan datang duluan Bel.." Mewakili hatinya, Dirga sangat mengecam sikap Isabel sekarang.
"Lo gak ngerasain apa yang gue rasain Dir.." Isabel mencoba mengungkapkannya. Tapi salah. Dirga lebih paham soal itu.
"Gue paham. Gimana rasanya Lo kebingungan memilih antara tokoh fiksi dan dunia nyata. Gue dulu berpikir kalau gue bisa merubah alur. Tapi nyatanya enggak. Yang berkuasa di sini penulis. Kita hanya perlu mengikuti alur. Kalau gak, siap-siap di depak. Lo bakal kehilangan lebih banyak. Termasuk seluruh kehidupan Lo, dan Angkasa."
"Tapi nyatanya Lo masih bisa bertahan sampai sekarang." Ujar Isabel. Sudah jelas, ia memilih untuk tetap bersama Angkasa. Sepertinya sejak awal keputusan Isabel sudah tidak bisa di ganggu gugat. Dirga tak bisa lagi berkata-kata. Padahal, ia hanya berharap Isabel pulang dengan selamat tanpa terjebak di dalam dunia imajinasi.
"Lo sakit Bel.." Dirga bangkit dan meninggalkan Isabel seorang diri.
Sudahlah. Jika keputusannya seperti itu apa boleh buat? Tapi tidak dengan menghargainya. Dia akan menangis menyesal nanti. Jika sudah seperti itu, Dirga hanya bisa angkat tangan. Toh dia sudah mengingatkan semampunya.
Dirga berjalan menuju mobilnya, kemudian melaju kencang. Di spion kanan, dia masih melihat Isabel yang belum juga beranjak. Peduli amat. Itu urusan dia sekarang. Harusnya sejak awal dia tidak ikut campur. Isabella tidak pernah mendengarkan.
Beberapa menit saja berkendara, Dirga sampai di depan rumahnya. Ia memarkirkan mobil, lalu turun.
Otaknya sedang sangat ribut soal Isabella sehingga tidak menyadari ternyata ada yang datang.
"Sa..? Ngapain di sini? Mau masuk?" Ada Angkasa yang sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Pandangannya lain sekarang. Ada apa? Dirga terus bergumam sendiri.
Sreeett..
Angkasa tiba-tiba menyeret kerah seragam Dirga lalu..
Bugh
Bugh
Bugh..
Bugh..
Bahkan setelah Dirga jatuh tersungkur, Angkasa masih dengan gila memukuli wajahnya.
"Tunggu, tunggu, TUNGGU!" Sekuat tenaga Dirga mendorong serangan Angkasa. Ingat! Dia sabuk hitam. Kekuatan pukulan Angkasa cukup menyakitkan. Tapi jika Dirga membalas, Angkasa mungkin lumpuh hanya dalam satu pukulan saja. "Lo kenapa An*i*g!" Teriak Dirga tak paham dengan sikap Angkasa sekarang.
"Lo ngapain sama cewek gue di minimarket HAH?" Ternyata Angkasa melihatnya. Namun kali ini ia tak langsung melabrak. Masih sama. Angkasa sering kali menahan emosi, lalu menumpahkannya tanpa aba-aba. Tapi kali ini, ia tak ingin Isabel melihat.
Dirga terkekeh selagi meludah. Bibirnya sudah robek karena pukulan tadi.
"Cemburu?" Tanya Dirga terdengar meremehkan. "Lo tanya dia. Kenapa manggil gue ke sana." Tak ada yang perlu di jelaskan. Lagi pula, Dirga sudah berjanji tidak akan ikut campur tadi! Biarkan Isabel yang memikirkan alasannya sendiri. Pikir Dirga.
Bughh..
Kembali, Angkasa kesetanan memukul wajah Dirga. Padahal Dirga pikir selama ini Angkasa selalu percaya padanya. Ternyata semua itu menguap begitu saja hanya karena Isabella.
"Lo kayak gini cuma gara-gara cewek?" Dirga meradang tak percaya. Tokoh-tokoh fiksi itu ternyata sama sekali tak punya hati. Kemanakah perginya persahabatan itu sekarang? Bahkan hanya bertemu seperti itu saja, dia sampai kesetanan kayak gini.
"Dia bukan cewek sembarangan." Dirga kembali tertegun.
"Terus gue siapa? Gue orang sembarangan gitu? Sampai-sampai Lo gak percaya sama sekali sama gue?" Giliran Angkasa yang kini tertegun.
Benar. Dia bahkan meragukan persahabatannya sendiri. Pantaskah? Setelah apa yang Dirga lakukan selama ini? Haruskah Angkasa percaya? Tapi kenapa mereka bersama? Dia tidak bisa menerima alasan receh yang hanya bilang kebetulan lewat. Dirga bahkan bilang Isabel yang memanggilnya tadi.
Ada apa sebenarnya?
Angkasa~
🍃
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top