🦋 34. Peka Luar Biasa 🦋
Malam, temans😍
Ciee yang nggak sabar mau ngintip Capt. El kencan sampe dm minta update. Hyuk lah selamat membaca🥰
Good evening ladies and gentlemen. This is your flight deck crew Captain Elbrus Lazuardi and First Officer Regita Cahyani. On behalf of Elang Indonesia air crew, we would like to welcome you aboard Elang Indonesia flight number 108 service to Singapore.
The flight will take about 2.20 mins. Weather en route is forecasted to be clear. We appreciate you choosing Elang Indonesia today and we sincerely hope you enjoy the flight as well as our fine cabin services.
....
Lama-lama, aku bisa jatuh cinta, Mas! Denali menyuarakan kalimat itu dalam hati setelah mendengarkan announcement Elbrus. Entah mengapa, suasana hatinya sedang sangat baik, melebihi yang sudah-sudah. Hari ini, pamerannya berakhir dan Dias bilang pencapaian mereka bagus.
Sayangnya, Denali sedang tidak ingin memikirkan pekerjaan. Fokusnya hanya tertuju pada Elbrus yang sudah pasti berada di kokpit, mulai mengemudikan pesawat menuju landasan pacu. Saat pesawat sudah mulai meluncur dan akhirnya mengudara, dia tersenyum dalam diam. Pandangannya tertuju keluar jendela, melihat kerlip lampu-lampu bandara yang mulai menjauh.
Denali ingat, dirinya sempat menolak ajakan Elbrus. Alasannya adalah bahwa tidak mungkin baginya bisa pergi dalam waktu sesingkat itu. Tiket, hotel, dan segala sesuatu yang diperlukan, mustahil didapat secara dadakan.
"Satu-satunya hal yang bisa kamu lakukan hanya setuju. Sisanya biar saya yang bereskan."
Ucapan Elbrus nyatanya bukan hanya isapan jempol. Sambil mempersiapkan dirinya, Denali mendapat kabar kalau tiket sudah tersedia, begitu pula dengan hotelnya. Dia pergi dengan kendaraan yang dipesan online seperti biasanya sementara Elbrus sudah pergi dua jam lebih dulu.
Ada rasa bangga yang tiba-tiba menyusup ke dalam hati Denali. Orang yang mengendalikan pesawat ini adalah pria perhatian dan paling baik hati di dunia. Beruntungnya, lelaki itu adalah miliknya. Miliknya? Denali bersandar seraya memejamkan mata. Pikirannya terlalu posesif padahal hubungan mereka tak sedekat itu.
Larut dalam berbagai pikiran, Denali tak menyadari waktu hingga terdengar announcement menjelang landing. Dia menarik napas panjang, lalu kembali melihat keluar jendela. Lampu-lampu terlihat makin membesar seiring pesawat yang semakin merendah.
Saat pesawat mendarat mulus dan berhenti, penumpang berjalan menuju pintu keluar. Denali sendiri menunggu sampai tidak ada antrean di pintu sehingga bisa keluar tanpa perlu berlama-lama. Penerbangan yang menyenangkan, itulah kesan yang didapatnya.
Denali berjalan-jalan mencari sesuatu yang bisa dibeli. Dia tidak tahu berapa lama Elbrus akan muncul. Pria itu hanya mengatakan untuk menunggu dan jangan keluar bandara sendirian. Akhirnya, Denali membeli satu gelas cokelat panas, lalu duduk di tempat yang kosong. Elbrus pasti akan melihatnya saat muncul nanti.
Setelah menyeruput cokelatnya, Denali mengeluarkan ponsel. Ada pesan dari papanya yang protes karena dirinya lama tidak pulang. Ada-ada saja beliau itu. Biasanya juga langsung muncul di apartemen kalau kangen, ini kenapa malah mengirim pesan?
Denali membalas pesan papanya. Sekali saja dan beliau langsung terlihat online. Mungkin tidak sabar atau malas mengetik, pria kesayangan itu menelepon. Dia menjawab panggilan dengan suara ceria dan bahagia yang tak dibuat-buat.
Denali senang papanya menghubungi. Meski tidak memberitahu keberadaannya di Singapura, dia sempat bertanya apakah sang papa mau cokelat enak? Tak ada tawaran anak perempuan yang ditolak papanya. Begitu pula tawaran Denali. Barman mengatakan jangan hanya cokelat, mungkin beberapa camilan bisa dibeli sebagai teman nonton televisi.
"Anak gadis jangan pelit sama papanya," kata Barman di seberang sana. "Belikan juga sesuatu buat Mama, susah kalau mamamu ngambek, 'kan?"
"Iya, papaku sayang. Nanti Denali pulang dan bawa camilan. Tapi jangan lupa, Papa mesti traktir Denali iga bakar."
"Beres. Sesekali ajak iparmu ke rumah! Papa rindu cucu juga."
"Oke, Pa."
Telepon ditutup dengan senyum yang tak pergi dari bibir Denali. Setelah menelepon, papanya masih sempat mengirim pesan dan berkata supaya si anak gadis tidak terlalu lelah. Papa yang terlalu perhatian, batin Denali.
"Lama nunggu?" Masih mengenakan seragamnya, Elbrus tiba di dekat Denali dengan senyum terkulum. Dia baru menyadari, betapa gagah pria itu terlihat. Ke mana saja matanya selama ini sampai tak menyadari itu?
"Enggak," jawab Denali. "Kupikir Mas El bakalan lama, jadi aku nggak belikan kopi."
"Nggak apa-apa." Elbrus meraih cokelat Denali dan meneguknya beberapa kali. "Enak, beli lagi kalau kurang! Saya minum banyak."
"Nggak usah, ini saja cukup." Denali menghabiskan sisa cokelatnya dan membuang gelas kertas di tempat sampah. Matanya masih mengamati Elbrus beberapa kali.
"Kenapa melihat saya sampai begitu?" Rupanya Elbrus menyadari tatapan Denali.
"Mas El keren," kata Denali apa adanya. "Tinggi banget ternyata. Cocok pakai seragam itu."
"Saya juga pakai seragam ini waktu pertama kali bertemu denganmu."
"Iya." Denali mengangguk. "Tapi aku nggak perhatikan."
"Sekarang baru diperhatikan? Bukannya beberapa kali video call saya juga belum ganti dan masih pakai seragam?"
"Iya."
"Apa berhasil membuatmu terpesona?"
"Masih di sini, Capt?" Empat pramugari berjalan mendekat, satu yang menyapa sudah berhenti di dekat tempat Elbrus dan Denali berada.
Semuanya cantik. Denali diam-diam mengakui. Selain itu, dia juga yakin kalau semuanya cerdas.
"Begitulah. Kalian mau makan di sini atau di hotel saja?" Dengan ramah Elbrus bertanya balik.
"Captain mau makan di mana?"
"Jadi, seperti ini suasana Changi Airport ketika pesawat mendarat di malam hari. Itu rekan-rekan pramugari, dan ... hai, Capt."
Denali seketika berlindung di balik tubuh Elbrus. Dia tidak suka dirinya masuk kamera teman Elbrus yang sedang membuat konten. Seolah mengerti, Elbrus menatap kamera untuk membalas sapaan. Setelahnya, dia melambai dan mengatakan sampai jumpa.
"Ayo!" Elbrus mengajak Denali pergi. Tak disangka, pramugari yang tadi menyapa juga mengikuti.
Denali diam dan hanya mendengarkan pembicaraan Elbrus. Bukan topik yang tidak dimengertinya, tetapi melibatkan diri dalam pembicaraan itu tindakan yang tidak sopan. Apalagi, dirinya tidak kenal dan tidak diajak bicara.
"Kenapa berjalan lambat?" Seolah menyadari Denali yang berjalan sedikit di belakang, Elbrus menghentikan langkah. "Lelah?"
"Enggak," jawab Denali. Tapi nggak enak dekat-dekat seolah aku menguping pembicaraanmu. "Lanjut jalan aja, Mas El!"
"Jangan pernah menjauh dari saya!" Elbrus menautkan tangannya dengan tangan Denali. "Di mana pun dan kapan pun, saya tidak keberatan untuk terus bergandengan tangan denganmu."
"Mas El, aku ...."
"Kuping saya mungkin mendengarkan suara di sekeliling, tapi seluruh indra saya yang lain hanya tertuju padamu."
Denali merasa wajahnya memanas. Suara Elbrus mungkin tidak keras, tetapi mampu membuatnya malu seolah suara itu diperdengarkan secara umum. Senyumnya terulas manis, menampilkan deretan gigi rapi yang mempercantik wajahnya.
"Jangan bikin malu!" bisik Denali sedikit mencondongkan tubuh pada Elbrus.
"Saya tidak bermaksud membuatmu malu, tetapi ingin kamu sedikit tersipu."
Denali memang tersipu. Elbrus berhasil melakukan keinginannya dengan baik. Terlalu baik malah.
"Mbak-mbak yang baik," ujar Elbrus sambil memutar badan menghadap teman-temannya. "Saya rasa, saya berubah pikiran. Saya ingin makan di hotel saja. Maaf, ya, mungkin lain kali kita bisa makan bersama."
"Nggak apa-apa. Selamat beristirahat, Capt."
Elbrus membawa Denali berbalik, lalu berjalan menjauhi para pramugari cantik yang menjadi rekan kerja dalam penerbangan hari ini. Denali tidak tahu, mengapa harus berubah pikiran. Bukankah mereka tidak selalu bertugas di waktu yang bersamaan?
"Mas El, kenapa nggak jadi?"
"Kita di sini untuk merayakan pencapaianmu, 'kan? Jadi, saya milikmu.
Gulain terus El, sebelum dibikin ngamuk sama mamamu😝😝
Love, Rain❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top