9. Hari baik

Malam harinya setelah jam makan malam, Ucha memutuskan untuk keluar rumah. Ucha pikir rasa kesalnya seharian ini akan hilang jika ia pergi mencari udara segar.

"Ucha ... mau ke mana kamu?" tanya Rita yang kebetulan melihat Ucha hendak keluar dari rumah.

Ucha memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan dari mama tirinya itu. Tak mau repot-repot menjawab pertanyaan yang terlontar dari mama tirinya, Ucha terus saja melangkahkan kakinya keluar rumah. Di depan rumah sudah ada sebuah taxi yang menunggunya karena sebelum ia keluar rumah, ia sudah lebih dulu memesan taxi online.

"Kenapa dia selalu saja mencampuri urusanku," gumam Ucha.

Suasana hatinya bertambah kacau karena sapaan dari Rita. Entah kapan Ucha bisa menerima Rita sebagai ibu sambung untuknya.

***

Suara bising musik menyambut kedatangan Ucha saat dirinya menginjakan kaki sebuah di club malam. Ucha pikir tempat hiburan malam ini sangat cocok untuk menghilangkan penatnya.

"Ucha!!" seru seorang wanita yang juga berpakaian minim seperti Ucha.

"Hai, Sania!!" sapa Ucha yang langsung berjalan menghampiri wanita yang bernama Sania itu.

"Apa kabar?" tanya Sania saat Ucha sudah ada di depannya.

"Baik, kamu apa kabar? Lama kita nggak ketemu lho semenjak kita lulus kuliah," ucap Ucha.

"Aku baik, tahun lalu aku baru pulang dari Amerika. Kamu kok bisa ada di tempat ini? Aku sering ke sini tapi kayaknya aku nggak pernah lihat kamu ke sini deh," tanya Sania.

"Aku baru pertama kali ke sini," sahut Ucha.

Sania menganggukan kepalanya, "pantesan ... soalnya ini udah jadi temapt nongkrong aku satu tahun belakangan ini setelah aku pulang dari Amerika," ucap Sania.

"Ayo gabung sama teman-teman aku." Ajak Sania sambil menggeret tangan Ucha menuju tempat teman-teman Sania berkumpul.

"Hai Guys, lihat nih. Ada teman baru untuk kita," seru Sania dengan antusiasnya.

"Haii."

"Halo."

"Hai, aku Ucha," ucap Ucha memperkenalkan dirinya.

"Duduk, Cha."

"Iya." Sahut Ucha lalu duduk di sebelah Sania.

"Kamu nikmatin aja suasana di sini," ucap Sania.

Ucha tersenyum senang, tak menyangka ia bertemu teman lamanya di club yang baru ia kunjungi ini. Mungkin ia akan sering berkunjung ke sini. Ia rasa tempat ini lebih aman dari pada club yang biasanya karena di sana adalah tempat nongkrong pria-pria yang sudah membuatnya naik darah, Ardi-sang mantan dan Edo-si pria brengsek.

***

Pagi harinya Ucha merasa lebih baik karena ia sudah berhasil membuang rasa sebalnya saat ia berada di club semalam dan beremu dengan teman lamanya dan ia juga mendapatkan teman baru. Alhasil hari ini ia banyak menebar senyum untuk para karyawan yang kebetulan berjalan bersimpangan dengan dirinya. Hari ini ia juga berangkat bersama Martin karena mobilnya yang masih berada di bengkel.

"Selamat pagi, Indah," sapa Ucha pada asistennya yang ternyata sudah lebih dulu duduk di tempatnya.

"Se-selamat pagi, Bu Arisha," sahut Indah terbata. Indah heran dengan perubahan atasannya itu. Namun begitu ia merasa sangat lega jika benar atasannya itu berangkat kerja dengan mood yang baik karena ia bisa bekerja dengan tenang dan bisa bekerja dengan lancar tanpa ada bentakan dan amukan.

Ucha melenggang memasuki ruangannya. Hari ini ia akan bekerja dengan sebaik mungkin agar pekerjaannya cepat selesai dan ia bisa lekas meninggalkan kantor ini.

Took ... tokk ... tokk ....

"Masuk," ucap Ucha saat ada yang mengetuk pintu ruangannya.

"Permisi, Buk. Sepuluh menit lagi ada meeting di ruang meeting atas, bersama para petinggi perusahaan," ucap Indah mengingatkan Ucha.

"Sepuluh menit?" Gumam Ucha sambil melihat ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Dan ini ada beberapa berkas yang harus Anda tanda tangani, Bu Arisha." Sambung Indah sambil menyerahkan beberapa map pada Ucha.

"Apa ini? Pengajuan cuti lagi?" gumam Ucha sambil meneliti beberapa berkas yang ada di depannya.

"Iya, Buk. Beberapa orang mengajukan cuti melahirkan dan ada juga yang mengajukan cuti nikah," sahut Indah.

Ucha tersenyum, "banyak sekali yang menikah dan melahirkan ya," gumam Ucha.

Indah pun juga ikut tersenyum, "ya begitulah, Buk," sahut Indah.

"Aku selalu menyetujui dan memberikan tanda tangan untuk orang menikah dan cuti, tapi lihat aku. Aku bahkan belum pernah mengajukan cuti nikah apa lagi cuti melahirkan," gumam Ucha sambil terkekeh karena ia merasa lucu dengan hidup yang sedang ia jalani.

"Sudah selesai," ucap Ucha saat ia sudah selesai menandatangani semua berkas itu. Indah lalu mengambil map yang tadi ia berikan pada Ucha.

"Saya permisi dulu, Buk." Pamit Indah lalu keluar dari ruangan Ucha dan menutup pintu ruangannya kembali.

Ucha mempersiapkan dirinya dan berkas yang akan ia bawa untuk menghadiri meeting. Setelah itu ia langsung berjalan keluar dari ruangannya.

"Indah, saya pergi meeting dulu," ucap Ucha saat melewati meja Indah.

"Iya, Buk," sahut Indah.

Ucha berjalan menuju gedung tempat diadakannya meeting bersama para petinggi perusahaan di lantai dua gedung utama. Kantor HRD yang terpisah dari gedung utama mengharuskan Ucha untuk berjalan jauh dan berangkat lebih awal agar ia bisa sampai di ruang meeting tepat pada waktunya.

"Bu Arisha," sapa seorang pria pada Ucha.

"Pak Abrisam?" sapa Ucha kembali.

"Anda juga akan menghadiri meeting di lantai dua?" tanya Abrisam pada Ucha.

"Iya, Pak," sahut Ucha.

"Mari kita ke sana bersama," ajak Abrisam pada Ucha. Dengan senyum yang canggung Ucha menyetujui ajakan Abrisam. Mereka pun akhirnya berjalan beriringan menuju ruang meeting.

"Kemarin saya melihat Anda pulang diantar supir kantor, dan tadi pagi saya juga melihat Anda datang bersama Pak Martin," ucap Abrisam.

"Iya, itu karena mobil saya sedang ada di bengkel," sahut Ucha.

"Kalau Anda mau, nanti sore Anda bisa pulang bersama saya," tawar Abrisam.

Ucha tersenyum canggung pada Abrisam, "tidak perlu repot-repot, Pak. Saya akan pulang bersama Papa saya saja," sahut Ucha.

Abrisam menganggukan kepalanya, "baiklah," sahut Abrisam dengan nada kecewanya.

"Emm ... minggu depan saya membuka cafe di daerah Pemuda. Suatu kehormatan jika Anda mau mengunjungi pembukaan cafe saya, Bu Arisha," ucap Abrisam penuh harap dengan jawaban Ucha.

"Emm ... baiklah. Saya usahakan saya datang ke sana," sahut Ucha.

"Terima kasih, saya akan menunggu Anda sebagai tamu spesial saya minggu depan," ucap Abrisam seraya tersenyum manis hingga menampilkan lesung pipitnya.

"Anda terlalu berlebihan, Pak Abrisam," sahut Ucha dengan senyum yang ia paksakan. Ucha tahu jika Abrisam sudah lama menaruh hati padanya tapi ia tak memiliki perasaan apapun terhadap Abrisam meski kini ia sudah tak lagi memiliki seorang kekasih.

***

Semarang, 18 November 2020

Salam
Silvia Dhaka

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top