8. Efek pertemuan
Seharian ini Ucha terus saja uring-uringan, ada saja yang membuatnya marah. Hal itu tak luput dari perhatian karyawannya.
"Mbak, tolong mintakan tanda tangan Bu Arisha dong," ucap seorang karyawan pada asisten Ucha.
"Nanti saja bisa nggak?" tanya Indah pada wanita di depannya.
"Memangnya kenapa sih, Mbak? Bu Arisha nggak ada di ruangannya ya?"
"Bukan begitu masalahnya," sahut Indah dengan senyum masamnya.
"Terus apa?"
Indah tampak memutar kepalanya, melihat kesekeliling ruangan. Setelah dirasa aman ia lalu berbisik pada wanita di depannya ini, "Bu Arisha sedang marah-marah. Saya nggak mau kena marah sama dia. Jadi ini taruh sini saja, nanti biar saya mintakan tanda tangan Bu Arisha kalau sudah nggak marah lagi," ucap Indah.
Wanita itupun mendelik lalu menganggukan kepalanya, "iya deh kalau begitu. Saya kembali kerja lagi saja ya," sahut wanita itu yang akhirnya menurut saja dengan saran Indah karena wanita itu dan semua karyawan perusahaan ini sudah hafal bagaimana perangai Ucha.
"Iya."
"Tapi jangan sampai lupa ya," ucap wanita itu mengingatkan.
"Iya," sahut Indah dengan senyumnya yang lega karena ia tak harus masuk ke kandang singa untuk meminta tanda tangan sekarang. Akhirnya wanita itupun pergi meninggalkan ruangan HRD.
"Indah!" seru Ucha berdiri di depan asistennya.
"I-iya, Bu," sahut Indah tergagap saat melihat atasannya berdiri di hadapannya.
"Siapkan mobil kantor untuk saya," ucap Ucha.
"Iya, Bu." Sahut Indah langsung menghubungi supir kantor. Ucha pun langsung kembali ke ruangannya untuk berkemas karena ini sudah waktunya jam pulang kantor.
Indah menghubungi supir kantor untuk menyiapkan mobil dan bersiap di depan kantor HRD yang terpisah dengan gedung produksi. Setelah itu ia langsung berjalan menuju ruangan Ucha.
Tokk tok tokk
"Masuk," ucap Ucha terdengar dari balik pintu.
Indah langsung masuk ke ruangan Ucha setelah supir kantor sudah siap di depan kantor. "Mobilnya sudah siap, Bu Arisha," ucap Indah.
"Oke, terima kasih Indah," sahut Ucha.
"Iya, Bu," sahut Indah lalu ia kembali ke kursi kerjanya.
"Saya pulang dulu, kalau pekerjaan kamu sudah selesai kamu bisa langsung pulang." Ucap Ucha saat ia berdiri di depan Indah yang sedang sibuk dengan layar laptopnya.
"Iya, Bu." Sahut Indah sopan sembari mendongak menatap Ucha.
Ucha langsung keluar dari ruangannya dan menuju mobil kantor yang sudah siap untuk ia tumpangi.
"Tolong antar saya pulang ke rumah, Pak," ucap Ucha pada sang supir. Tanpa diberitahu, semua supir pun sudah tahu di mana letak rumah Ucha yang satu rumah dengan Martin.
"Siap, Bu," sahut supir.
Mobil mulai melaju membelah jalanan kota. Hanya butuh waktu tiga jam perjalanan untuk sampai di rumah. Ucha langsung masuk ke rumah setelah turun dari mobil.
"Ucha ... kamu sudah pulang, Nak?" tanya Rita saat anak tirinya itu berjalan melewatinya.
"Iya," sahut Ucha acuh tanpa mau repot-repot berhenti untuk menjawab pertanyaan mamanya itu.
Ucha langsung membersihkan tubuhnya di kamar mandi agar tubuhnya bisa terasa lebih segar setelah aktifitasnya di kantor.
***
Berbeda dengan Ucha yang seharian ini selalu uring-uringan, hari ini Edo malah selalu menampilkan senyum cerianya. Hal itu tentu membuat orang-orang yang ada di sekitarnya menjadi heran, terutama Roy yang kini duduk terheran-heran di depan Edo.
"Akhir-akhir ini emang ada yang aneh sama elo, Do," gumam Roy masih dengan matanya yang mengamati polah tingkah Edo.
"Gue sedang bahagia," sahut Edo.
"Udahlah, gue mau pulang dan bersenang-senang." Ucap Edo yang langsung berdiri berjalan keluar ruangannya.
"Woii ... mau ke mana lo?!" tanya Roy yang sudah tertinggal langkah dari Edo.
Edo tak mau menggubris Roy yang berteriak menyuruhnya berhenti. Ia malah semakin melebarkan langkahnya keluar dari gedung kantornya.
"Tunggu gue, Sayang. Cepat atau lambat kita akan bersama." Gumam Edo sambil tertawa saat ia sudah mulai menjalankan mobilnya. Ia mengendarai mobilnya menuju apartemen miliknya.
***
Semarang, 14 November 2020
salam
Silvia Dhaka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top