6. Jejak Edo
Ucha langsung melajukan mobilnya untuk segera mengantarkan Yola pulang ke rumahnya.
"Cha," panggil Yola.
"Heemm ...." Sahut Ucha tanpa menoleh ke arah Yola dan tetap turus berkonsentrasi dengan setirnya.
"Itu kenapa?" tanya Yola sambil memandang lekat ke arah Ucha.
Ucha bingung dengan pertanyaan sahabatnya ini, "kenapa? Kenapa apanya?" tanya Ucha.
"Leher kamu kok merah-merah? Bukannya tadi waktu berangkat nggak kenapa-kenapa ya?" tanya Yola heran dengan dahi yang mengkerut.
Ucha langsung gelagapan mendengar ucapan Yola, "me..merah-merah. Merah-merah apa?" gumam Ucha sembari mengelus lehernya dengan tangan kirinya. Ia mengarahkan kaca spion agar menghadapnya. Ia melihat pantulan dirinya melalui kaca spion. Ia tercengang hingga mendelik memperhatikan arean tulang selangkanya yang di penuhi oleh jejak Edo.
"Ah ... mungkin ini di gigit semut," sahut Ucha.
Yola menyerngit mendengar sahutan dari sahabatnya ini. Melihat dari gelagat Ucha ia merasa ada hal aneh yang di sembunyikan darinya. Mungkin sekarang sahabatnya ini belum mau cerita, tapi suatu saat nanti pasti ia akan tahu tentang hal apa yang coba di tutupi oleh sahabatnya ini.
Ucha mencoba fokus dengan kemudinya, meski sulit rasanya. Di saat yang bersamaan ia merasa malu pada Yola dan ia juga merasa geram dengan apa yang Edo lakukan padanya saat tadi di toilet club.
Akhirnya mobil berhenti di depan pintu rumah Yola.
"Aku turun ya," pamit Yola pada Ucha.
Ucha mengangguk lalu kembali menjalankan mobilnya saat Yola sudah masuk ke rumah.
"Apa-apaan dia. Dengan seenaknya saja dia melecehkan aku seperti ini!" seru Ucha di depan kemudinya.
"Berani-beraninya. Memangnya siapa dia?!" seru Ucha.
Selang beberapa saat kemudian Ucha sampai di rumah. Ia segera memarkirkan mobilnya ke dalam garasi. Terlihat mobil sang papa sudah terparkir rapi di sana, itu tandanya papanya sudah berada di rumah. Lewat pintu samping, Ucha memasuki rumah.
"Ucha, dari mana saja kamu?" tanya Martin saat melihat putrinya berjalan menuju kamar.
Ucha menghentikan langkahnya, ia membalikkan tubuhnya menghadap sang papa. Ternyata papanya sedang duduk di sofa ruang tengah bersama dengan tante Rita.
"Dari rumah Yola," sahut Ucha.
"Ke rumah Yola dengan berpakaian seperti itu?" tanya Martin sembari mengamati putrinya dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Ucha memutar bola matanya jengah, "memangnya kenapa?" tanya Ucha dengan nada yang tak ramah.
"Aku mau ke kamar." Ucap Ucha lalu meneruskan langkahnya menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
Sampai kamar Ucha langsung melempar tasnya ke atas meja. Ia langsung menuju kamar mandi untuk mencuci bekas air liur Edo yang tertinggal di tubuhnya. Ia melucuti semua kain yang menempel di tubuhnya. Ia sangat terkejut saat melihat pantulan dirinya di dalam cermin.
"Ya Tuhan ... pria itu memang benar-benar brengsek. Bagaimana bisa dia meninggalkan jejak kecupannya di sepanjang kulit leherku. Dan apa ini?! Dia juga banyak meninggalkan jejaknya di dadaku!" Seru Ucha sembari meraba tubuhnya sendiri dengan perasaan marah.
"Tapi bagaimana mungkin aku sampai tak sadar jika dia banyak meninggalkan bekasnya sebanyak ini?!" gumam Ucha.
Ia lalu menyiram tubuhnya dengan air dan menggosoknya dengan sabun mandi agar bau parfum pria itu yang menempel di tubuhnya menghilang.
Setelah selesai membersihkan tubuhnya, ia langsung memakai pakaian tidurnya dan mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Melihat jam yang menempel di dinding kamarnya, ternyata malam belum terlalu larut. Jam masih menunjukan pukul sembilan malam. Tapi alangkah baiknya jika ia tidur sekarang agar keesokan harinya ia bisa terbangun dengan keadaan yang lebih fresh.
***
Edo terus saja tersenyum sembari menikmati secangkir minuman yang berada di genggaman tangannya. Pandangannya kosong menerawang entah kemana hingga membuat kedua teman yang sedang bersamanya menjadi keheranan akibat ulahnya.
"Lo kenapa sih, Do?" tanya Roy yang mulai tak sabar ingin mengetahui sebab apa yang membuat teman baiknya ini menjadi seperti orang gila.
Tak ada jawaban dari Edo membuat Roy menyerngit ke arah Joe.
Joe pun juga keheranan meihat temannya jadi seperti orang gila. "Sadar, Do!!" seru Joe sambil menggoyangkan lengan Edo.
Edo tertawa melihat tingkah konyol dari dua temannya ini, "kalian pada ngapain sih?" tanya Edo.
"Harusnya kita yang bertanya seperti itu sama elo!" seru Roy.
"Kali ini biar gue yang traktir, karena gue lagi seneng banget," sahut Edo malah membuat Roy dan Joe semakin keheranan.
"Elo seneng kenapa?" tanya Joe.
"Belum saatnya kalian tahu," sahut Edo.
"Lo lagi ngedeketin cewek?" tanya Roy.
Edo mengangguk menjawab pertanyaan dari Roy.
"Siapa cewek itu?" tanya Joe penuh selidik.
"Belum saatnya kalian tahu. Yang pasti wanita ini begitu spesial, dia bukan seperti wanita kebanyakan yang gue kenal," sahut Edo.
"Tinggi, putih, langsing, cantik?" tanya Joe.
Edo mengangguk mantap, "dan pastinya ...."
"Pastinya apa?" tanya Roy dan Joe bersamaan.
"Patinya menggairahkan. Hhhaaha ...." Sahut Edo lalu tertawa. Entah kenapa tawa Edo malah menjadi aneh di telinga Roy dan Joe.
"Cepat atau lambat gue akan mendapatkannya, entah bagaimanapun caranya," sambung Edo dengan raut wajah yang berubah serius.
"Siapa wanita itu?" tanya Roy.
"Kalian mengenalnya," sahut Edo.
"Gue mau pulang. Sepertinya gue sudah terlalu lama berada di tempat ini." Ucap Edo lalu beranjak dari duduknya.
"Sepertinya gue juga harus ikut pulang karena besok pagi ada meeting penting dengan Pak Bos." Sambung Roy sambil melirik pada Edo.
"Ah, iya. Kalian memang sepasang bos dan anak buah yang serasi. Kalau begitu ayo kita pulang saja," sahut Joe.
***
3 November 2020
_Silvia Dhaka_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top