4. Tempat hiburan malam
Edo berjalan menuju ruang kerjanya. Banyak karyawan yang menunduk hormat padanya saat mereka berpapasan dengan atasannya ini. Edo sudah banyak menarik perhatian kaum hawa di kantornya. Selain karena ketampanannya yang maksimal dan tubuh porposional, di kantor ini ia juga menjabat sebagai direktur keuangan di perusahaan milik papanya ini.
"Selamat pagi, Pak," sapa Bela, sekertaris Edo saat Edo hendak masuk ke ruangannya.
"Pagi." Sahut Edo singkat lalu berjalan cepat menuju ruangan.
Edo langsung menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya. Selama ini ia memang suka bermain-main dengan banyak perempuan dan tampak sangat menikmati hidupnya tapi pada saat ia berada di kantor dan berhadapan dengan pekerjaan, ia berubah menjadi seorang yang berbeda. Di kantor ia dikenal sebagai pemimpin yang berwibawa, tegas, bijaksana dan bertanggung jawab. Tak hayal para karyawan perempuan banyak yang mengaguminya dan mendambakannya untuk bisa menjain hubungan dengan dirinya. Tapi nyatanya tak ada satupun perempuan di kantor ini yang bisa berhasil menyita perhatiannya.
"Semalam lo pergi ke mana?"
Edo mendongak menatap seseorang yang dengan lancangnya masuk ke ruangannya tanpa permisi terlebih dahulu.
Edo mencebik dan membuang mukanya, "begitu cara kamu menghadap bosmu?"
Orang itu berjalan menghampiri Edo lalu menarik kursi di depan Edo untuk ia duduki. "Halah ... mending sekarang lo jawab aja deh. Kenapa lo pergi gitu aja tadi malam?"
"Itu bukan urusan kamu, Roy. Sekarang kamu lebih baik kembali ke ruangan kamu dan mulai bekerja jika kamu tidak ingin dipecat," sahut Edo acuh. Ia kembali memeriksa berkas-berkas yang ada di hadapannya.
"Oke. Kita bicarakan ini setelah jam kantor usai." Sahut Roy lalu keluar begitu saja dari ruangan Edo.
Edo dan Roy berteman dari mereka masih duduk di Bangku SMA, bahkan mereka juga kuliah di universitas yang sama dan setelah lulus Edo langsung bekerja di perusahaan papanya ini sedangkan Roy melamar pekerjaan sesuai dengan kemampuannya sendiri tanpa campur tangan dari siapapun meski ia kenal dekat dengan pemilik perusahaan dan anak pemilik perusahaan.
Tiba-tiba ia teringat oleh sosok wanita yang terus saja menolak kehadirannya. Dalam hidupnya tak pernah sekalipun ia di tolak oleh wanita manapun. Bahkan malah para wanita yang mengejar-ngejarnya.
"Ucha ... Ucha ... kamu harus jadi milik aku, Sayang." Gumam Edo sambil menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi kebesarannya dan tatapan matanya menerawang jauh entah ke mana.
***
Ucha tampak sibuk dengan berkas-berkas yang sedang ia baca. Ia harus bertanggung jawab semaksimal mungkin dengan pekerjaannya meski sebenarnya ia tak terlalu suka bekerja. Ia lebih suka pergi jalan-jalan atau bersantai saja di rumah. Ia bukan tipe wanita pekerja keras, sejak kecil ia selalu dimanja oleh sang papa terlebih lagi saat sang mama harus kembali ke sisi-Nya untuk selama-lamanya.
Martin merasa hanya Uchalah yang Martin punya di dunia ini sehingga sebesar apapun kasih sayang dan perhatian yang dimiliki Martin dicurahkan seluruhnya hanya kepada Ucha. Untuk itu saat delapan tahun yang lalu Martin mengenalkan seseorang wanita pada Ucha sebagai istri Martin sekaligus menjadi mama untuk Ucha, Ucha langsung menolak karena ia takut jika kasih sayang Martin akan terbagi. Hingga saat ini pun Ucha belum bisa menerima kehadiran Rita sebagai mama sambung untuknya.
Ucha terpaksa menduduki jabatannya sekarang ini karena desakan dari sang papa. Ia harus menuruti apa yang papanya inginkan karena sadar, ia lah satu-satunya anak yang bisa diandalkan oleh papanya saat ini. Mungkin jika adik lelakinya sudah dewasa, kelak akan mengambil tanggung jawab yang saat ini sedang di pikul oleh sang papa. Untuk itu tujuh tahun yang lalu saat adik lelakinya itu terlahir ke dunia ia merasa sangat senang, ia merasa memiiki teman dan membuat ia tak sebatang kara lagi saat papanya sedang bekerja.
***
Saat jam kantor usai, Ucha langsung pulang ke rumah untuk mengistirahatkan dirinya dari rasa letih tubuhnya setelah seharian ini bekerja.
Sedikit demi sedikit Ucha sudah bisa melupakan sakit hatinya karena dicampakan oleh Ardi.
Sore hari ketika menjelang malam, Osie terbangun dari tidurnya. Ia langsung menujun kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah itu ia langsung bergegas berpakaian dan berdandan cantik. Ia mematut dirinya di depan cermin, mengagumi kemolekan tubuhnya dari bayangan dirinya di depan cermin. Ia memakai dres ketat selutut berwarna merah dengan belahan dada yang rendah.
Ia melangkah keluar dari kamar. Saat ia melewati ruang tengah ia terpaksa menghentikan langkahnya karena seseorang telah memanggilnya.
"Kamu mau ke mana, Nak?" tanya Rita yang saat itu ternyata sedang duduk di ruang tengah.
Ucha memutar bola matanya malas, "mau ke luar," sahut Ucha.
"Tapi ini sudah mau jam makan malam. Tante sudah siapkan makan malam dengan menu kesukaan kamu," ucap Rita.
"Terima kasih, Tante. Tapi aku sedang nggak mau makan di rumah. Aku mau pergi cari angin." Sahut Ucha lalu berjalan tak lagi mau memperdulikan ibu tirinya itu.
Ucha mengendarai mobilnya membelah jalanan kota menuju rumah Yola. Saat sudah sampai di depan rumah Yola, ternyata sahabatnya itu sudah siap menunggunya di depan rumah. Yola langsung masuk ke mobil Ucha.
"Mau ke mana kita?" Tanya Yola sembari memperhatikan penampilan Ucha yang sexy dan mencolok dengan riasan wajahnya yang sedikit tebal.
"Kita akan bersenang-senang malam ini." Sahut Ucha dengan senyum miringnya. Hal itu tentu saja tak luput dari perhatian Yola hingga membuat Yola menjadi curiga dengan Ucha.
"Ke mana?"
"Ada deh." Sahut Ucha sambil terus memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Tak lama kemudian Ucha memarkirkan mobilnya di parkiran club malam.
"Gila kamu, Cha. Kamu mau ajak aku ke tempat seperti ini?!" seru Yola sambil mendelik pada Ucha.
Ucha mengangguk mantap, "ayo turun," ajak Ucha.
"Enggak ah, udah gila kamu ya ngajak aku ke tempat ginian!" seru Yola memprotes.
Ucha tertawa, "sekali-sekali nggak pa-pa lah, Yol," sahut Ucha.
"Tapi--" dengan ragu Yola tampak berpikir-pikir.
"Udah, ayo ah. Buruan." Ajak Ucha sambil keluar dari mobilnya. Terpaksa Yola mengikuti langkah Ucha memasuki tempat yang paling ia hindari seumur hidupnya.
"Udah gila kali ya aku, mau-maunya di ajak ke tempat beginian." Gumam Yola yang malah membuat Ucha tersenyum menang.
"Pulang yuk, Cha." Ajak Yola sembari memutar kepalanya untuk menyusuri tempat ini dengan arah pandangan matanya.
Ucha mengenal tempat seperti ini dari mantannya yang bernama Ardi. Selama menjalin hubungan dengan Ardi, ia sering di ajak ke tempat seperti ini untuk bersenang-senang ataupun untuk berkumpul bersama dengan teman-teman Ardi.
Ucha memesan minuman non alkohol untuk Yola dan minuman beralkohol untuk dirinya sendiri.
"Minum, Yol," ucap Ucha.
Yola menggeleng keras.
Ucha tersenyum, "tenang aja, ini bukan minuman beralkohol kok. Aman ... coba aja," ucap Ucha.
Dengan gerakan pelan terkesan takut, Yola mulai sedikit menyeruput miuman miliknya.
"Aman kan?!" tanya Ucha dan Yola pun mengangguk, membuat Ucha tersenyum kembali.
"Kamu tunggu bentar di sini ya."
"Kamu mau ke mana?! Jangan gila kamu mau ninggalin gitu aja aku di sini sendirian!" seru Yola.
"Cuma ke kamar mandi. Bentar doang," ucap Ucha meyakinkan sahabatnya itu.
Akhirnya dengan terpaksa Yola membiarkan Ucha pergi ke kamar mandi. Dengan mata yang mendelik ke sana ke mari membuat Yola terkesan sedang menjaga dirinya dari serangan musuh di medan pertempuran.
***
24 Oktober 2020
_Silvia Dhaka_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top