3. Waktu yang ditunggu

Seorang pria tampak asik bercumbu mesra dengan seorang perempuan cantik dan sexy di pangkuannya di sebuah tempat hiburan malam.

"Cari kamar sana!" celetuk seorang pria pada pasangan pria dan wanita yang sedang asik bercumbu itu.

"Kenapa sih, Roy. Cari cewek sana, nanti biar gue yang bayar. Heran gue sama elo, sukanya ganggu kesenangan orang aja." Ucap seorang pria yang sedang memangku seorang wanita itu.

"Hahaaha ... Edo ngremehin elo banget Roy. Dia pikir elo nggak sanggup bayar perempuan malam kali," ucap seorang pria lagi yang juga berada di sana.

"Brengsek emang si Edo!!" Seru Roy sambil mendelik ke arah Edo yang tetap acuh dan tetap meneruskan kesenangannya.

"David nggak ikut nongkrong sama kita ya?" tanya seorang yang bernama Joe.

"Tau dia, katanya sih mau ikutan tapi sampai sekarang dia belum datang juga," sahut Roy.

"Eh itu dia. David datang sama si Ardi!" Seru Roy saat indra penglihatannya menangkap sosok teman yang tadi mereka cari.

"Lama nggak nongol lo, Ar." Sapa Edo saat seorang temannya yang bernama Ardi itu duduk tepat di sofa depannya. Ia terpaksa menghentikan kesenangannya sejenak hanya untuk menyapa temannya yang baru saja ikut bergabung.

"Iya, gue lagi sibuk," sahut Ardi.

"Woii ... ada yang baru dari teman kita ini. Kalian pada tahu nggak, Ardi sekarang udah tajir guys. Dia ke sini naik mobil barunya dia. Udah nggak pakai motor butut lagi dia!" seru David dengan begitu antusias.

"Kalau gitu, boleh dong sekali-sekali kita  ditraktir," celetuk Roy.

"Tenang aja, Roy. Kalian puas-puasin minum atau pesan apa saja, biar gue yang traktir," ucap Ardi.

"Gini dong kalau udah sukses, nggak lupa sama teman lama. Hahahha ...." Timpal Joe sambil mencuri ciuman dari wanita yang ada di pangkuannya.

"Eh, lo nggak bawa cewek ya? Si Ucha nggak lo ajak ke sini buat gabung sama kita?" kini giliran David yang membuka suara.

Ardi menggeleng, "Ucha udah gue putusin," sahut Ardi membuat semua yang berada di sana terkejut.

"Yang bener lo?!" seru Joe tak percaya.

"Ya benerlah, masa gue bercanda," sahut Ardi.

"Kenapa, elo udah bosen sama Ucha?!" timpal David.

"Yaa ... gitu deh. Udah ada penggantinya yang lebih oke buat dijadiin istri karena di usia gue yang sekarang ini gue udah nggak mau main-main lagi." Sahut Ardi sembari terkekeh.

"Wah ... lagunya kayak beneran mau kawin aja lo, Ar," ucap Roy.

"Kalau kawin sih, udah tiap hari dia kawin sama si Ucha. Hahaaaha ...." Sambung David hingga membuat yang lain juga ikut tertawa.

"Brengsek lo, Dav," ucap Ardi.

"Lagian kalau gue tetep sama Ucha, Nyokap gue nggak setuju. Nyokap gue kurang suka sama Ucha, katanya Ucha susah diatur," sambung Ardi.

"Oohh jadi ceritanya calon mantu sama calon mertua nggak akur," sahut Joe.

"Boleh dong calon bini lo, kenalin ke kita," ucap Roy.

"Enggak, sebelum gue nyebar undangan. Ntar kalian embat, lagi." Seru Ardi membuat teman-temannya tertawa.

Edo lebih memilih diam dan terus saja mendengar percakapan antara para temannya ini.

"Udah ... sekarang kalian mending pada puas-puasin pesen apa aja mumpung gue yang traktir!" seru Ardi.

Tentu saja mereka bersorak riang karena kali ini Ardi mentraktir mereka. Mereka bukan sekumpulan orang miskin yang nggak punya duit untuk bayar minum ataupun untuk bersenang-senang dengan para wanita penghibur. Mereka sengaja menggoda Ardi agar orang itu mentraktir mereka, karena di antara mereka Ardi lah orang paling perhitungan dan pelit.

"Sorry, tapi kali ini gue nggak bisa gabung. Gue harus cabut duluan." Ucap Edo yang kini sudah berdiri.

"Elo bisa nemenin yang lain," ucap Edo pada wanita yang tadi ia cumbu.

Wanita itu langsung berdiri dan menghampiri Ardi. "Oke ... lagi pula gue juga kangen sama Ardi." Sahut wanita itu langsung duduk di pangkuan Ardi.

"Mau ke mana lo, Do?" tanya Ardi.

"Adalah ... gue cabut dulu. Have fun, Guys!" Seru Edo lalu pergi meninggalkan teman-temannya.

Edo langsung berlari keluar menuju parkiran untuk mencari mobilnya. Setelah itu ia langsung memacu laju mobilnya membelah jalanan kota.

***

Edo sampai di sebuah cafe. Di sana ia mencari-cari keberadaan seseorang. Hingga ia menemukan sosok orang yang sedang ia cari.
Ia tersenyum sambil berjalan menghampiri orang yang ia cari.

"Hai," sapa Edo.

Orang itupun mendongak menatap Edo. Seketika matanya membola kala melihat siapa yang berdiri di hadapannya ini. "Edo?" gumamnya.

Edo tersenyum lalu duduk di bangku kosong. "Nggak sengaja kita ketemu di sini. Mungkin kita memang berjodoh," ucap Edo pada wanita yang dari tadi ia cari.

Wanita itu bedecak, "ck, mana mungkin kita bisa berjodoh," gumamnya.

"Kenapa kamu sendirian di sini?" tanya Edo.

"Terserah akulah mau di sini sendiri atau sama siapa. Bukan urusan kamu." Ketus wanita itu sembari menatap malas ke arah Edo. Pasalnya ia tahu betul jika pria di depannya ini adalah pria kurang ajar yang sudah berkali-kali mencoba menggodanya.

Edo terkekeh mendengar sahutan dari wanita di depannya ini, "atau jangan-jangan kamu sengaja nunggu aku di sini?" ucap Edo.

Wanita itu memutar bola matanya malas. Ia sudah tak mau lagi menyahuti ucapan pria di depannya. Ia lalu berdiri dan pergi meninggalkan Edo.

Edo berlari menyusul wanita itu, "Ucha, tunggu!" seru Edo.

Ucha semakin mempercepat langkahnya setelah tahu ternyata Edo mengejarnya.

"Tunggu!" Seru Edo sembari mencekal tangan Ucha dan menyeretnya menuju mobil.

"Apaan sih kamu. Jangan kurang ajar ya!" Seru Ucha sambil menarik-narik tangannya mencoba melepaskan tangannya dari cekalan tangan Edo.

Edo menghempaskan tubuh Ucha ke mobil miliknya, "kenapa sih, Sayang? Aku cuma pengen kenal lebih deket sama kamu. Apa nggak boleh? Kamu jomblo, aku juga jomblo, jadi pasti nggak.akan ada yang marah. Iya kan, Sayang?" ucap Edo.

"Lepasin! Kamu jangan gila, ya!" seru Ucha. Ia diam menunggu Edo lengah.

"Aarrgghh ...!" Seru Edo kesakitan saat kakinya diinjak oleh heels yang dikenakan Ucha.

Ucha langsung melarikan diri dari Edo begitu ada kesempatan. Sampai di mobilnya ia langsung menyalakan mesin dan melajukan mobilnya engan keceptan tinggi.

Edo tersenyum melihat kepergian Ucha, "tinggal menunggu waktu yang tepat, kamu bakalan jadi milik aku, Sayang," gumam Edo.

Sebenarnya Edo sudah tertarik dengan Ucha dari dulu, saat wanita itu masih berpacaran dengn temannya yang bernama Ardi. Beberapa kali ia mencoba menggoda Ucha, tapi tak bisa berhasil. Nampaknya Ucha adalah tipe wanita yang setia, meski ia tahu bagaimana perangai Ucha dan bagaimana gaya berpacaran Ucha dan Ardi. Dan hal itu semakin membuat dirinya semakin tertarik pada Ucha.

***

"Brengsek tuh orang." Ucap Ucha geram sembari menyetir mobilnya.

"Kenapa sih, aku bisa ketemu orang kayak gitu," sambung Ucha.

Sampai di rumah, Ucha langsung berjalan menuju kamarnya. Namun langkahnya terhenti ketika ada yang memanggil namanya.

"Ucha, kamu sudah makan?" tanya Rita. Mama tirinya itu terlihat perhatian pada Ucha.

Ucha memutar bola matanya malas, "udah." Sahut Ucha langsung berlalu begitu saja.

Sampai di kamar, Ucha langsung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Ia membuang nafasnya kasar.

"Kenapa sih dia selalu sok perhatian sama aku. Suka banget cari muka," gumam Ucha sebelum memejamkan matanya.

***

22 Oktober 2020

Salam

_Silvia Dhaka_

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top