13. Masalah
***
Senyum di bibir Ucha menghilang ketika dirinya berpapasan dengan Abrisam yang tengah tersenyum kepadanya.
"Selamat pagi, Bu Arisha." Sapa Abrisam dengan senyum ramahnya
"Selamat pagi juga, Pak Abrisam." Sahut Ucha dengan senyum yang ia paksakan.
"Besok saya akan ditugaskan ke luar kota," ucap Abrisam.
"Benarkah?! Baguslah kalu begitu." Sahut Ucha dengan senyumnya yang berubah menggembang.
'Masalahku hilang satu,' gumam Ucha dalam hati. Ia begitu senang dengan kepergian Abrisam, dengan begitu tak ada lagi yang mengganggunya di kantor.
Abrisam menyerngit menatap Ucha yang tersenyum riang. "Maaf? Kelihatannya Bu Arisha senang sekali dengan kepergian saya ke luar kota?" tanya Abrisam.
"Ah ... engh ... bukan begitu maksud saya, Pak. Maksud saya, Pak Abrisam pasti bisa menangani pabrik kita yang ada di luar kota." Sahut Ucha dengan senyum masamnya.
"Oh ... Bu Arisha ini bisa saja," sahut Abrisam.
"Emm ... ya sudah kalau begitu. Saya harus kembali ke ruangan saya. Permisi." Ucap Ucha lalu berjalan meninggalkan Abrisam yang masih berdiri di tempatnya.
Ucha menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya setelah sampai di ruang kerjanya.
"Masalah hilang satu," ucap Ucha.
Derrttt ... dertt ....
Ponsel Ucha bergetar. Ia menyerngit menatap layar ponselnya. "Nomer baru ... siapa ya?" gumam Ucha.
"Halo," sapa Ucha saat mengangkat telponnya.
"Halo, Sayang ...."
Ucha menyerngit saat mendengar suara dari orang yang selama ini sudah mengganggu hidupnya.
"Kamu?! Dapat dari mana nomerku?!" seru Ucha.
"Itu nggak penting, Sayang. Yang paling penting nanti malam aku mau jemput kamu. Kita akan makan malam di luar. Aku udah booking restoran romantis. Pasti kamu seneng."
"Apa-apaan sih, kamu?! Nggak ada kata kita. Kamu aja sendiri sana yang pergi. Dan satu lagi, kita nggak ada hubungan apapun. Jadi jangan panggil sayang ke aku dan jangan sok akrab sama aku!" Seru Ucha lalu mematikan sambungan telponnya.
"Arghh!!! Masalah hilang satu, tumbuh lagi satu. Heran deh!" seru Ucha.
"Kenapa sih sekarang hidupku jadi nggak tenang gini?!" gumam Ucha.
***
"Yah ... dimatiin. Jutek banget tuh orang," gumam Edo.
"Tapi nggak pa-pa, aku malah tambah cinta sama kamu, Sayang." Sambung Edo sambil tersenyum.
"Siapa yang lo panggil sayang?" Tanya Roy yang tiba-tiba masuk ke ruangan Edo.
"Apaan sih, main nyelonong aja," dengus Edo.
"Lo sekarang udah main rahasia-rahasiaan deh sama gue. Gue yakin, pasti ada yang kamu sembunyiin kan dari aku?!" ucap Roy penuh selidik.
"Apaan sih?! Lo kayak cewek aja," sahut Edo.
"Iya gue kayak cewek. Dan gue juga merasa terhianati sama elo," dengus Roy.
"Hahha ... elo ini ada-ada aja deh. Udah deh sana, mending lo balik kerja lagi. Ini masih jam kerja. Jangan coba-coba korupsi waktu, atau lo akan tahu akibatnya," ucap Edo.
"Iya!! Siap Pak Bos!" Seru Roy lalu pergi meninggalkan ruangan Edo tanpa mendapatkan informasi apapun.
Edo tersenyum melihat Roy yang menggerutu sebal akibat ulahnya. Edo lalu kembali bekerja. Ia tak mau jika pekerjaannya kacau gara-gara sepanjang hari dirinya terus melamunkan tentang Ucha.
***
Malam harinya, Ucha membaringkan tubuhnya di ranjang miliknya. Ia dan Rey sedang menonton film kartun kesukaan mereka berdua. Ucha tak mau menanggapi serius tentang ajakan dari Edo tadi siang. Ucha juga tak mau menanggapi apapun segala bentuk rayuan dari pria macam Edo.
Dertt ... derttt ... dertt ....
"Hp Kakak bunyi tuh!" seru Rey.
Ucha lansung mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Ia berdecak kesal saat ternyata yang menelponnya adalah Edo, pria yang coba ia hindari.
"Ada apa?!"
"Aku udah ada di depan rumah kamu, Sayang. Aku nunggu di mobil aja atau aku masuk ke rumah kamu buat ijin sama orang tua kamu?" tanya Edo membuat Ucha terbelalak.
"Enggak!!" seru Ucha mengagetkan Edo. Tak hanya Edo yang kaget, Rey yang ada di sebelah Ucha pun juga ikut kaget.
"Ada apa, Kak?" tanya Rey.
"Enggak kok," sahut Ucha pada Rey. Rey lalu kembali fokus pada layar televisi.
Ucha berjalan menjauh dari Rey. "Kamu jangan macam-macam ya. Kamu tunggu di luar!! Awas kalau kamu sampai masuk ke rumah aku!" seru Ucha lalu mematikan sambungan telponnya.
"Ihh ... nyebelin!!" seru Ucha lalu segera membuka lemari untuk mencari baju.
"Lhoh ... Kakak mau pergi?" tanya Rey saat melihat Ucha menujun kamar mandi sambil membawa bajunya.
"Iya, Rey. Kamu nonton sendiri dulu ya. Mendadak kakak ada urusan penting." Sahut Ucha sebelum menutup pintu kamar mandi.
Rey mengangguk mengerti jika kakaknya itu adalah orang yang sibuk. Rey sudah terbiasa melihat kakaknya yang sering bepergian. Rey akan tetap melanjutkan acara menontonnya hingga kartunnya selesai.
Ucha keluar dari kamar mandi, lalu segera memoleskan sedikit riasan pada wajahnya. Ucha berjalan menghampiri adiknya itu.
"Rey, kakak pergi dulu ya," pamit Ucha.
"Iya," sahut Rey.
"Nanti kalau sudah selesai, matikan televisinya," pesan Ucha.
"Iya, Kak," sahut Rey.
Ucha lalu bergegas keluar dari kamarnya. Ia tak mau jika Edo sampai masuk ke rumahnya. Utungnya saat berjalan keluar, Ucha tak berpapasan dengan seorang pun penghuni rumah. Ucha malas jika harus menjawab pertanyaan yang akan mereka tujukan kepadanya. Apalagi jika ibu tirinyalah yang menegurnya, itu membuat moodnya langsung menjadi buruk.
Edo melambaikan tangannya pada Ucha ketika ia melihat Ucha berjalan tergesa menuju ke arahnya.
"Buru-buru banget sih, Sayang. Udah nggak tahan nahan rindu ya?" goda Edo saat Ucha sudah masuk ke dalam mobilnya.
Ucha mendelik ke arah Edo yang tengah tersenyum kepadanya. "Buruan jalan!!"
Edo tersenyum, sambil menjalankan mobilnya. "Buru-buru banger sih, Sayang. Tapi aku suka deh," ucap Edo.
"Diam kamu!!" sentak Ucha.
***
.....bersambung....
Jangan lupa kasih vote dan komen.
Baca juga cerita baru aku berjudul Unwanted Married ya.
Semarang, 14 April 2021
Salam
Silvia Dhaka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top