12. Komplotan kriminal

Ucha mengikuti langkah Edo yang memasuki sebuah gedung apartemen. Ucha tahu jika tempat yang ia pijak saat ini adalah tempat elit. Kening Ucha menyerngit saat Edo semakin jauh membawanya memasuki apartemen mewah ini.

"Ngapain kamu bawa aku ke sini?!" tanya Ucha saat mereka sudah berada di dalam lift.

Edo tak menjawab pertanyaan Ucha sedikit pun. Seketika itu juga rasa takut menggerogoti diri Ucha. "Kamu nggak lagi berencana mau ngejual aku ke pria kaya, kan?!" seru Ucha sambil melotot horor ke arah Edo yang sedari tadi hanya diam.

"Heh!! Kamu bisu ya?! Kamu jagan macam-macam ya sama aku! Aku bisa laporin kamu ke polisi." Ucha menarik lengan Edo lalu ia kembali mendrong tubuh Edo.

"Kamu pasti komplotan kriminal kan?!" tuduh Ucha.

Tiba-tiba Ucha membekap mulutnya setelah ia teringat sesuatu, "jangan-jangan kamu ada bisnis prostitusi ya?! Iya kan?!! Secara kan kamu suka nongkrong di club. Kamu nongkrong di club buat cari pelanggan kan?!" tuduh Ucha.

Edo tak menghiraukan seruan Ucha yang terus menerus menuduhnya yang macam-macam. Edo lalu berjalan meninggalkan Ucha yang berteriak-teriak di dalam lift. Merasa tak ada respon dari Edo, Ucha langsung berlari menyusul Edo yang memasuki sebuah pintu unit apartemen. Ucha berjalan mengendap dan penuh waspada. Matanya menyusuri setiap sudut ruangan.

"Arrghh!!" teriak Ucha saat ia merasa tubuhnya tertarik oleh sesuatu.

"Kamu kalau teriak-teriak gini bikin aku tambah on tahu nggak sih." Ucap Edo saat sudah berhasil menarik Ucha duduk di pangkuannya.

Ucha mendelik dan menganga mendengar ucapan Edo, "laki-laki kurang ajar kamu!!" seru Ucha seraya mencoba melepaskan diri dari rengkuhan tangan Edo.

"Lepas!"

"Udah deh, Sayang ... mending kita nikmati saja malam kita ini. Aku bakal bikin kamu puas." Bisik Edo di telinga Ucha.

"Auhh!" teriak Edo saat Ucha menyodok perutnya dengan siku tangan Ucha. Sesegera mungkin Ucha langsung melepaskan diri dari Edo. Ucha langsung berlari ke arah pintu.

"Sial!" desis Ucha saat pintu tak bisa terbuka.

"Hahha ... kenapa, Sayang? Kita santai-santai saja lah dulu di sini," ucap Edo. Edo lalu berjalan menuju dapur. Ia mengambil dua buah kaleng minuman dari lemari pendingin. Ia membukanya lalu meminumnya, satunya lagi ia berikan kepada Ucha.

"Minumlah."

Ucha tak mau menerima minuman dari tangan Edo. "Aku nggak mau!"

Edo menaikan satu alisnya sambil menarik tangan yang tadi ia ulurkan untuk memberikan minum kepada Ucha. "Oke ... nggak masalah," sahut Edo. Ia lalu berjalan menuju sebuah kamar.

Ucha berjalan menyusuri setiap sudut ruangan. Di sana ada beberapa foto Edo yang terpajang dalam bingkai. Ucha tak percaya jika Edo memiliki sebuah unit di apartemen elit ini. Ucha terperanjat ketika Edo keluar dari kamar dan sudah berganti pakaian.

"Ini apartemen punya siapa?" selidik Ucha. Ucha menyilangkan tangannya ke depan dada dan menatap wajah Edo dengan tatapan tajamnya.

"Memangnya kenapa?" tanya Edo sambil mendudukan tubuhnya ke sofa.

"Kamu nggak mungkin bisa beli tempat ini. Jangankan beli, sewa aja pasti kamu nggak mampu." Ucap Ucha remeh sambil tersenyum sinis menatap Edo.

Edo tersenyum menatap Ucha yang masih tetap berdiri menjulang di depannya.

"Tapi sayangnya ini semua memang milik aku." Ucap Edo membuat Ucha semakin menertawakannya.

"Dapat uang dari mana kamu?! Orang macam kamu dan Ardi itu tipe-tipe pria nggak modal. Tiap hari nongkrongnya di club malam. Kamu pasti nggak kerja kan?! Makanya tiap malam kamu nongkrong di sana buat nyari pelangan," ucap Ucha.

Edo berdiri menghampiri Ucha. Ucha reflek mundur menghindari Edo. "Iya... aku memang sedang cari pelanggan di sana. Dan aku mau kamu jadi pelanggan tetap aku." Ucap Edo sambil merengkuh pinggang Ucha.

Ucha yang tengah diam sambil mencerna kata-kata Edo tak bisa menghindar saat Edo meregkuh pinggangnya, hingga membuat tubuhnya menempel dengan tubuh Edo. Ucha terbelalak saat tiba-tiba Edo melumat bibirnya. Dengan sekuat tenaga Ucha mendorong tubuh Edo.

'Plaakk'

Ucha menghadiahi sebuah tamparan di pipi kiri Edo, hingga wajah Edo terlempar ke kanan. "Kurang ajar kamu!" seru Ucha.

Edo menegakkan tubuhnya sambil mengusap pipinya. Dengan gerakan cepat Edo menggendong tubuh Ucha lalu ia bawa ke kamar miliknya. Sampai di kamar, Edo langsung menghempaskan tubuh Ucha di atas ranjang empuknya.

"Aarrgghh!!" teriak Ucha.

"Aku udah nggak bisa basa-basi lagi sama kamu." Ucap Edo lalu menindih tubuh Ucha.

"Ngapain kamu?!"

Edo membuka pakaian Ucha dengan paksa.

"Enggak ... lepaskan aku!!" teriak Ucha. Tubuhnya ia gerakan agar bisa terlepas dari kungkungan tubuh kekar Edo.

"Kamu mau teriak kayak apa aja, nggak bakal ada yang bisa nolong kamu di sini." Ucap Edo lalu meraup bibir Ucha dengan bibirnya. Tanggan Edo tak tinggal diam. Tanggannya mulai meremasi pantat Ucha yang kini sudah hanya tertutup oleh celana dalam karena Edo sudah menyingkapkan dress Ucha.

"Arrghh ...." Erangan Ucha tertahan saat Edo menggigit bibir Ucha.

Edo turun dari tubuh Ucha dan melepaskan kungkungannya. Ia duduk di pinggir ranjang sambil memperhatikan tubuh Ucha yang masih terlentang di atas ranjangnya dengan pakaian yang sudah terkoyak. Edo tersenyum penuh kemenangan ke arah Ucha.

Ucha mendudukan dirinya sambil membenarkan dressnya yang sudah terkoyak. Bibirnya juga terasa bengkak akibat ciuman brutal dari Edo. Ucha menatap Edo dengan tatapan nyalangnya.

"Kita akan lakukan lain kali, Sayang. Aku ngak mau maksa kamu. Lain kali kita akan menyatu tanpa adanya paksaan," ucap Edo.

"Dan itu hanya ada dalam mimpimu!!" sentak Ucha sambil berdiri.

"Hahaha ... tunggu aja. Aku nggak terburu-buru kok. Cepat atau lambat kamu akan jatuh cinta sama aku," ucap Edo.

"Kamu nggak perlu bawa-bawa cinta di antara kita. Aku nggak bakal cinta sama kamu. Dan orang seperti kamu nggak mungkin bisa tahu apa artinya cinta!" sentak Ucha.

"Kamu dan Ardi itu sama-sama pria brengsek yang nggak pantas dapat cinta dari wanita mana pun!" ucap Ucha.

"Sayang, ini masalah kita. Nggak ada sangkut pahutnya sama Ardi ataupun sama siapa pun. Aku tertarik sama kamu, dan mungkin aku memang sudah jatuh cinta sama kamu. Dan aku yakin cepat atau lambat kamu juga bakalan cinta sama aku." Ucap Edo dengan raut wajahnya yang berubah serius.

Ucha terdiam karena sedikit terhanyut dengan tatapan mata Edo. Tapi sedetik kemudian, Ucha langsung memalingkan pandangannya dari Edo.

"Aku mau pulang ...," gumam Ucha.

"Aku antar."

"Nggak perlu. Aku bisa sendiri!" ucap Ucha yang masih tak mau melihat wajah Edo.

"Aku tetap mau ngantar kamu pulang." Ucap Edo lalu berjalan mendahului Ucha yang masih terdiam di tempatnya.

Ucha menarik nafasnya dalam–dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia tak bisa menolak tawaran Edo. Ia akhirnya pasrah pada Edo yang akan mengantarkannya pulang.

***

Bersambung

15 Desember 2020

Salam
Silvia Dhaka

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top