10. Abrisam
Martin memperhatikan Abrisam yang terus saja mencuri-curi pandang ke arah putrinya. Sebenarnya sudah dari dulu Martin tahu jika Abrisam menaruh hati pada putrinya, tapi ia harus berpura-pura tak tahu karena itu urusan anak muda. Lagi pula putrinya juga sudah memiliki seorang kekasih, meski ia tak menyukai kekasih putrinya itu. Sejujurnya Martin lebih menyukai Abrisam dari pada kekasih putrinya yang terlihat seperti pria tak bertanggung jawab itu. Dulu saat kekasih putrinya yang entah siapa namanya itu datang ke rumah, pasti ia selalu pergi menghindar. Martin merasa jika kekasih putrinya itu hanya akan membawa pengaruh buruk untuk putrinya. Ucha adalah putri satu-satunya yang Martin miliki, putri yang sangat ia sayangi. Martin tak mau jika kelak putrinya mendapatkan seorang pria sembarangan untuk menjadi suaminya. Martin hanyalah seorang ayah yang hanya ingin putrinya mendapatkan orang yang tepat yang kelak bisa membuat putrinya bahagia.
Tak terasa meeting sudah selesai, semua orang yang ada di ruangan itu satu persatu keluar meninggalkan ruangan dan kembali bekerja ke tempat kerja mereka masing-masing. Tak terkecuali dengan Ucha dan juga Abrisam.
"Pak Abrisam, selamat atas pencapaian Anda bulan ini. Kinerja Anda semakin meningkat," ucap Martin pada Abrisam.
"Pak Martin bisa saja," sahut Abrisam.
"Emm bagaimana jika setelah jam kantor usai kita mampir dulu ke restoran Jepang, kebetulan saya sedang ingin makan makanan Jepang. Kita rayakan keberhasilan Anda?" ucap Martin.
"Bagaimana Ibu Arisha, Anda juga akan ikut kan?!" ucap Martin pada Ucha.
"Sa-saya?!" gumam Ucha sambil menuding dirinya sendiri. Martin dan Ucha sebisa mungkin bersikap profesional saat berada di lingkungan kerja.
Martin mengangguk, "iya, tentu saja. Siapa lagi?!" seru Martin.
"Tapi saya sudah ada janji dengan seseorang," elak Ucha.
"Janjinya bisa dibuat ulang, kita mampir ke restoran Jepang dulu. Anda setuju kan, Pak Abrisam?!" ucap Martin membuat Ucha melotot ke arah Martin, dan Abrisam yang langsung tersenyum lebar mendengar ucapan Martin.
"Kalau begitu kembalilah bekerja, kita bertemu lagi nanti sore," ucap Martin kepada Abrisam dan juga Ucha.
"Baik, saya permisi, Pak." Ucap Abrisam lalu keluar dari ruang meeting dengan hati yang senang.
"Papa, apa-apaan sih?!" seru Ucha pada Martin saat mereka hanya berdua di ruangan.
"Ada apa?" tanya Martin pura-pura tak tahu.
"Kenapa mesti ngajak aku segala sih? Papa kan bisa pergi bersama Pak Abrisam sendiri," sambung Ucha.
"Memangnya kenapa kalau kamu ikut? Toh mobil kamu juga belum keluar dari bengkel, jadi kamu pulang bareng sama Papa. Dan kebetulan Papa sedang ingin mampir ke restoran Jepang, jadi kamu harus ikut sama Papa," ucap Martin tak mau kalah dari putrinya.
"Terserah Papa lah!" seru Ucha lalu pergi meninggalkan ruang meeting dengan perasaan yang dongkol.
***
"Bagaimana tempatnya? Bagus kan?!" seru Martin saat sudah berada di restoran Jepang langganannya.
"Iya, Pak," sahut Abrisam sambil tersenyum setelah melihat sekeliling sudut restoran.
"Mari dimakan," ucap Martin mempersilakan.
Martin dan Abrisam sangat menikmati makanan dan suasa di restoran ini. Berbeda halnya dengan Ucha yang dari tadi hanya diam tak ingin menimpali obrolan antara papanya dengan Abrisam. Ucha pun juga tak berselera makan, karena makan yang ada di depannya hanya ia buat mainan saja dari tadi.
"Ucha, ada apa? Apa kamu nggak suka makanannya? Kamu kan bisa pesan apa yang kamu suka, Nak," ucap Martin pada Ucha.
"Enggak kok, Pah. Ucha suka," sahut Ucha dengan nada seramah mungkin. Karena tak mungkin jika Ucha menjadi bar-bar di depan rekan sekantornya.
"Abrisam," panggil Martin yang mulai menggunakan kalimat non formalnya.
Abrisam mendongak menatap ke arah Martin. "Iya, Pak?" tanya Abrisam.
"Karena ini di luar jam kerja, maka sebaiknya kita sedikit santai dan tidak terlalu formal. Benar kan Abrisam?!" ucap Martin.
"Iya, Pak," sahut Abrisam senang, karena ia pikir ini adalah langkah awal untuk ia memperjuangkan cintanya. Sudah ada sambutan baik dari papa wanita yang ia suka. Lalu, tunggu apa lagi?!
"Apa kamu sudah punya pacar atau calon istri, mungkin?!" tanya Martin pada Abrisam membuat Ucha melotot tajam pada papanya itu.
Abrisam tersenyum, "saya tidak sempat mendekati wanita, Pak. Saat ini fokus saya masih pada pekerjaan," sahut Abrisam.
Martin tertawa, "kurang apa lagi, Abrisam? Kamu sudah memiliki segalanya yang wanita incar. Kamu sudah lebih memenuhi dari kriteria pria idaman. Wajah tampan, fisik oke, jabatan punya, mapan, apa lagi yang kamu tunggu?!" seru Martin.
Abrisam tersenyum hingga bisa menampilkan lesung pipitnya, "Anda terlalu berlebihan dalam hal menilai saya, Pak Martin," sahut Abrisam.
"Jadi tipe wanita yang kamu sukai seperti apa? Apa seperti putri kesayangan saya ini?!"
"Uhhuukk ... uhukk ...." Ucha tersedak saat mendengar ucapan papanya barusan.
Abrisam yang panik melihat Ucha tersedak langsung menyodorkan gelas minuman kepada Ucha. "Terima kasih," ucap Ucha pada Abrisam.
"Pelan-pelan makannya, Sayang," ucap Martin sambil menahan tawanya. Ia tahu jika putrinya tersedak gara-gara ucapannya barusan.
Martin bahkan tak merasa khawatir sedikit pun dengan Ucha. Ia malah melanjutkan makannya dengan tenang dan sangat menikmati. "Kapan-kapan mainlah ke rumah, Abrisam," ucap Martin yang semakin membuat Ucha melotot ke arahnya.
Abrisam tersenyum, "boleh kah?!" gumam Abrisam tak percaya.
"Tentu saja boleh. Siapa tahu ada sesuatu yang bisa menghubungkan tali persaudaraan dan silaturahmi," sahut Martin.
'Papa ini ngomong apa sih?! Heran deh, makin ke sini makin ngaco aja ngomongnya' gerutu Ucha dalam hati.
***
Apakah tidak ada yang menunggu cerita ini?
😌😌 ya sudah.
Semarang, 19 November 2020
Salam
Silvia Dhaka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top