(28) kakak baru

SMA Pulau Rintis, sebuah sekolah menengah atas yang cukup terkenal akan pendidikannya yang memadai dengan fasilitas yang lengkap, dengan berbagai gedung untuk memudahkan pembelajaran bagi para muridnya, lalu beberapa club' untuk menyalurkan bakat-bakat mereka. Bahkan tak tanggung-tanggung sekolah akan membiayai semuanya untuk setiap kegiatan di sekolah yang memang perlu dan bertujuan untuk kepentingan sekolah.

Dengan tehnik pembelajaran yang relatif berbeda-beda, membuat para murid tak bosan menghadapi masing-masing pelajaran maupun guru-guru yang berbeda sifatnya, lalu melahirkan para murid yang cerdas dalam bidangnya, dan selalu hormat dan sopan terhadap semuanya, terutama kepada yang lebih tua, karena mereka dibekali dengan ajaran sopan santun dan tata Krama terhadap yang lebih tua, muda, maupun sebaya. Apalagi dengan kegiatan-kegiatan sekolah yang memaksa mereka untuk belajar membagi waktu dan mengerti arti pentingnya waktu, agar mereka terbiasa ketika sesudah lulus dari sekolah dan terjun ke dunia masyarakat.

Seperti sekarang, kini sekolah yang tak jauh dari sekolah menengah pertama maupun sekolah dasar pulau Rintis, tengah menyiapkan perlombaan sekolah yang sekitar dua sampai satu Minggu lagi dilaksanakan. Tenda-tenda berdiri di samping lapangan-lapangan maupun sudut sekolah dengan berbagai fungsi, termasuk tenda kesehatan. Tak lupa para guru dan beberapa murid juga berperan aktif dalam jalannya kegiatan itu, apalagi semua pemenang akan dilombakan lagi dengan sekolah lain, dan menjadi perwakilan di sekolah ini, sebuah kehormatan yang sangat luarbiasa.

Dan karena pelaksanaan sebentar lagi, maka sekarang mereka terbebas dari pelajaran, dan fokus terhadap lomba yang diikuti, namun tetap saja para guru akan memberi tugas untuk bekal di rumah, dan tidak membiarkan mereka sia-sia datang ke sekolah, apalagi untuk para murid yang tidak mengikuti perlombaan.

"Cepat sekali." seorang murid ber-iris merah darah, dengan seragamnya yang kebesaran _Halilintar_ mengedarkan pandangannya untuk sekilas melihat beberapa tenda yang didirikan, meski ada beberapa yang belum berdiri dan masih berantakan.

"Apanya?" seorang murid lain di sampingnya yang memakai kacamata dan berambut Ungu itu kebingungan, Fang.

"Cih! Tidak ada!"

"Kau kenapa, Li?"

"Tak!"

Sekolah begitu sepi ketika mereka berdua sampai di lorong sekolah. Tapi kalau dipikir-pikir, saat mereka masuk ke gerbang sekolah pun memang sepi dengan murid maupun guru, mungkin karena ini masih pagi dan mereka semua akan berangkat siang. Terlihat hanya beberapa murid maupun guru di setiap ruangan yang masih bisa Halilintar hitung dengan jarinya.

Namun saat mereka berdua sampai tepat di depan pintu kelas mereka, Halilintar berhenti, dia melewati begitu saja kelasnya saat melihat hanya ada Yaya, Ying, dan dua murid lainnya.

"Oi! Kau mau ke mana, Li? Kau mengajakku bolos?!" Fang mengejar Halilintar saat sang empu mengarah ke tempat lain.

"Kapan aku mengajakmu, om Ungu?!" Halilintar melempar tas miliknya atau bisa dibilang pinjaman dari Fang, ke arah sang empu pemilik.

Duk!

Tepat di muka,

"Oi!" Fang berteriak tak terima ketika wajahnya yang tampan menjadi sasarannya, apalagi yang dilempar adalah tas miliknya, tambah lagi Hali memanggil dia 'om ungu' lalu berlari ke arah tangga menuju atap.

"Dasar bocah!" Fang menghentak-hentakkan kakinya dan menyusul Halilintar, tak lupa tas yang tadi dilempar pun ia bawak.

Dan di sinilah mereka berdua. Fang melihat Halilintar sudah berdiri di belakang pagar pembatas.

Deg!

Untuk sesaat jantung Fang berdegup ketika mengingat kembali saat ... ah! Fang ingin melupakan hal itu!

Mengabaikan pikirannya, Fang berjalan santai dan melempar kedua tas ke lantai dan berdiri di belakang Halilintar.

"Kau tidak berniat lompat dan terbang, 'kan?" Fang menyisipkan nada gurauan disana.

"Tentu saja tidak." meski wajah Halilintar nampak datar, sekilas Fang melihat Halilintar memberikan pandangan berbeda, namun detik berikutnya kembali berwajah datar nan dingin.

Mereka berdua terdiam dalam pikirannya masing-masing ketika memang tak ada hal lain lagi untuk dibicarakan.

Halilintar melihat Fang yang juga terdiam, lalu kembali mengalihkan pandangannya ketika terdengar beberapa teriakan di bawah.

"Kak Gem!!! Hentikan ini sekarang juga!!!"

"Oh no!!! Seragamku yang rapih!"

"Laju lagi kuda!!! Laju!!! Yahu!!!!"

"Tenang! Sedikit lagi wahai saudara-saudaraku!"

"'Saudara-saudaraku' apanya woy?! Pening kepala Barbie!"

"Nak muntah ..., hoek!"

"Loh? Sejak kapan kak Blaze jadi Barbie?"

"Waarrgghhh!!!"

Halilintar menepuk dahinya bersama Fang yang menggelengkan kepala melihat ke-enam kembar Elemental.

"Kembaranmu ajaib semua, Li."

Halilintar tidak mengatakan apapun, dia hanya melihat ke arah kedua tangan Thorn yang berbalut perban, beberapa detik ia meringis membayangkan tangan itu berdarah karena ... ulah dirinya? Ah~ sudahlah. Hali lebih memilih tiduran di lantai dengan kedua tangannya menjadi bantalan, memejamkan mata menikmati semilir angin yang menyapa kulitnya.

"Hei, kau masih tidak mau bercerita tentang alasan dirimu datang ke rumahku?" Fang mendudukkan dirinya di samping Halilintar yang tiduran.

"Tidak niat."

"Cih! Niat tidak niat pun aku harus tahu tujuanmu!" Fang membuang mukanya tak suka, saat jawaban yang ia dengar tidak sesuai dengan keinginannya.

Halilintar membuka matanya melihat Fang, "sejak kapan kau peduli?"

"Em ... " Fang terkesiap, bingung harus menjawab apa, "lu-lupakan! Aku akan tidur." Fang mengambil posisi tidur dan mengabaikan Halilintar yang dikelilingi pertanyaaan.

Hari semakin siang, cahaya mentari semakin menghangat, angin dingin pagi hari tergantikan oleh angin siang hari, langit pun semakin cerah dengan warna birunya yang kian terlihat dengan awan-awan putih yang lembut.

"Zzzzzz ... donat lobak merah ..., i love you ..., donat ... oh donat ... ngrok! Donat ..., merah ..., seperti hatiku ...."

"Pft!" Halilintar menutup mulutnya dari tawanya yang mungkin akan pecah melihat Fang yang mengigau seperti itu, jangan lupakan tangan Fang yang err ... entah sedang berusaha menggapai apa. Halilintar kira Fang tidak akan tidur secepat itu, tapi ternyata ... wow! Hebat!

Halilintar mengendalikan dirinya, berusaha tidak mendengar racauan dari Fang dan mulai memejamkan matanya lagi, namun ...

"Kamu lagi bolos ya adik kecilku, Lili-chan?"

Eh?

Halilintar membuka matanya, dan kaget saat menemukan muka besar, mata merah? Lalu ... RAMBUT PANJANG?!

"KUNTILANAK!!!"

Duagh!

Kedua jidat saling bertabrakan.

"Aduh!" erang Halilintar dan seorang ... anak kecil?

"Eeeeeeeee?!" Fang sepertinya ikut terbangun, "KAU! ANAK KECIL DI JALANAN TADI!!!"

"Ish-ish-ish!" anak kecil yang diketahui ternyata bukan kuntilanak, menggelengkan kepalanya yang benjol jidatnya habis bertabrakan dengan Lili-chan tersayang, eakk, "dasar Om ungu,"

"OI! BERHENTI MEMANGGILKU SEPERTI ITU!" Fang berteriak tak terima dipanggil 'om ungu'_lagi_ apalagi mimpi indahnya sedang menikah dengan donat tercintah diganggu tiba-tiba karena kedatangan seorang 'kuntilanak' yang datang dengan cara terbang dan menghancurkan pesta.

"Hais ..., Om ungu 'ni .... Kalau bicara sama anak kecil itu gak boleh teriak-teriak, gak boleh! Itu kata kakakku." anak kecil itu menggelengkan kepalanya lagi sambil menatap miris Fang yang seperti mengartikan 'kasian banget Om ini, masa pelajaran gitu aja gak tahu, ish-ish-ish ....', haha! Berhasil membuat Fang sweetdrop.

"Errr ... " Halilintar menjadi satu-satunya penonton dari anak kecil yang mereka temui di jalan tadi, yang sekarang mulai bertengkar dengan ... Om ungu? Bahkan mereka sudah mulai berdiri dan saling menunjuk-nunjuk satu sama lain.

"Haih ... hari yang sungguh luarbiasa," Gumam Halilintar mengelus jidatnya yang memerah, dan mulai berdiri dari acara duduknya yang tadi sempat terkaget-kaget dengan kedatangan 'kuntilanak', ralat, anak kecil di jalan, ah ... Hali belum tahu siapa namanya.

"Hm?" Halilintar berhenti, dia menemukan sesuatu di bawah kakinya, "jepit rambut?" ya, jepit rambut berbentuk bunga mawar berwarna merah. Apa ini jepit rambut milik anak kecil yang sekarang sedang bertengkar dengan Fang? Ya, mungkin saja, karena bukannya tadi jidat mereka saling bertabrakan? Jadi masuk akal kalau jepit rambut ini terjatuh ketika itu.

"Hei kau!" Halilintar berhasil menghentikan pertengkaran, dia berjalan mendekati satu-satunya anak kecil. Dia mengulurkan tangannya yang terdapat jepit rambut itu ke wajah anak kecil tadi, dan entah kenapa anak kecil itu malah bersemu merah dan melebarkan matanya seperti ketakutan. Tapi saat tangan Halilintar baru menyentuh rambutnya, tiba-tiba datang seorang pemuda dan ...

Duagh!

Tangan Halilintar ditendang ke atas, jepit rambut tadi terbang searah dengan tendangan. Lalu tangan Halilintar ditangkap, dipelintir, diputar ke belakang dan kaki pemuda itu mendorong punggung Halilintar hingga bersimpuh dengan tangannya yang terkunci.

Kring-kring kring-kring

Bel istirahat berbunyi.

"Cih! Tamu tak diundang!" Halilintar tidak bisa bergerak, pemuda yang sudah menguncinya kini menyeringai, bertepatan dengan jepit rambut yang telah jatuh.

"Hai ... Lili-chan, apa kau tak menyangka kedatangan kakak barumu ini?"

Eeeeeeeee?! Kakak baru?! What?!

#scroll ke bawah ^o^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top