(23) Tak terkendali

               Matahari bersinar tepat di atas singgasananya, menyinari bumi dengan kehangatannya yang lembut, ditemani beberapa awan dan semilir angin menerbangkan beberapa daun, menambah kesan yang hangat dan tidak terlalu dingin.

              Di sebuah kamar yang biasanya ditinggali tiga kembar Boboiboy, kini terdapat satu orang Boboiboy yang terbaring dengan nyamannya di sebuah kasur bernuansa merah-hitam, bukan Halilintar, tapi Gempa. Tentu saja kasurnya milik Halilintar, hanya saja kini Gempa yang menempatinya untuk saat ini, sedangkan sang pemilik asli dari kasur tersebut, duduk di lantai dengan bersandar pada pinggiran kasur yang ditempati Gempa, Halilintar sibuk mengetikan jarinya pada Handphone miliknya.

              Beberapa menit lalu sebenarnya Halilintar mengajak Gempa ke kamarnya untuk menenangkan dirinya, namun baru saja sampai dan menutup pintu, Halilintar sudah mendapati Gempa tertidur di kasurnya. Apakah Gempa memang terlalu lelah? Mungkin setelah ini Halilintar akan selalu membantunya dan tidak membiarkan Gempa terlalu lelah karena mengurusi dirinya dan adik-adiknya yang lain. Ya, Hali akan membantu Gempa.

"Hm, baiklah." Halilintar mematikan Handphone dan menyimpannya di saku celana. Melirik sebentar ke arah Gempa yang masih tertidur, lalu menyambar jaketnya yang khas dengan kilat petir merah, dan turun ke bawah.

             Halilintar menuruni tangga dengan tenangnya, saat menemukan adik-adiknya asik bermain game di ruang keluarga. Tidak berniat untuk menyapa dan melihatnya lama-lama, Halilintar lebih memilih melewatinya dengan santainya menuju pintu keluar.

"Kak Hali mau ke mana?" suara bernada malas dari Ice menyapa gendang telinga Halilintar.

"Jaga Gempa, aku keluar dulu."

"Ngapain?" Kini nada kebingungan berasal dari Thorn ikut menambahkan. Tapi tidak ada jawaban saat Halilintar sibuk dengan sepatunya, dan pergi begitu saja.

"Kak Hali! Taufan ikut!!!!" teriak cempreng Taufan, tapi sayang Halilintar sudah tidak terlihat.

"Dah pergi," ucap Solar di samping Ice yang mulai tertidur kembali.

"Haih ... dia 'tu ...."

________

           Di sebuah tempat yang dikelilingi pepohonan rindang dan suasana yang hijau, terdapat tiga orang yang berbeda usia meski hanya satu sampai dua tahun kini sedang mendiskusikan sesuatu.

"Apa kita dipanggil lagi?" tanya seorang gadis berkacamata bulat berwarna biru.

"Ya, tapi tenang saja, ini bukan hal darurat, kita bisa menyelesaikan misinya." jawab temannya yang memakai topi berwarna merah muda.

"Apa 'dia' sudah tahu?" kini yang menjadi satu-satunya laki-laki di sana ikut bertanya tentang si 'dia'.

"Akan kuberitahu nanti, 'dia' pasti akan menyusul kita." jawab gadis berkacamata biru.

"Lalu, bagaimana dengan ... 'mereka' ?"

"Kita tidak akan memberitahukan hal ini pada 'mereka', kita tetap pada rencana." jelas gadis bertopi merah muda.

"Persiapkan pemberangkatan, kita berangkat sekarang juga." titah gadis bertopi merah muda.

"Baik!" jawab serentak dari kedua temannya.

_______

            Sedangkan di sebuah jalan yang sedang dilewati seorang pemuda bertopi hitam dengan kilat merah, berjalan dengan santainya melewati beberapa orang yang berlalu lalang di sana. Tidak pernah peduli terhadap sekitar dan lebih memilih berjalan lurus saja tanpa melirik kanan maupun kiri, itulah Halilintar.

           Tapi Halilintar tidak sendiri, dia memeluk sebuah robot di depannya, bentuknya bulat dan berwarna kuning-hitam, Ochobot. Mata biru robot itu terpejam, bukan tertidur, tapi karena dia baru saja diserang. Bukan karena musuh atau penjahat juga, itu karena ketidak sengajaan Halilintar yang kuasanya kambuh dan tidak terkendali. Niat Hali ingin membalas sapaan hangat dari Ochobot kesayangannya, tapi ternyata tangan kanan yang terangkat mengeluarkan percikan listrik merah dan menembak Ochobot dari jarak jauh, alhasil Ochobot terjatuh dan beruntung Halilintar menangkapnya, meski kedua sikut tangannya menjadi korban yang bergesekan dengan jalanan beraspal.

"Huh ... seharusnya aku mengabaikan Ocho, mungkin dia tidak akan seperti sekarang."

           Halilintar menatap Ochobot di dalam pelukan atau gendongannya. Sungguh! Halilintar benar-benar tidak berniat melukai Ochobot, tubuhnya sendiri yang tiba-tiba saja mengeluarkan percikan atau bisa dibilang tembakan listrik ke arah Ochobot saat dirinya mengangkat tangan untuk membalas sapaan, untung saja listriknya masih bertekanan sedang, bagaimana kalau tinggi? Pasti Ochobot akan lebih kesakitan, dan bisa saja ... rusak? Tidak-tidak! Halilintar tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

               Karena perjalanan semakin jauh dan lelah, Halilintar mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat untuk beristirahat. Oh, ternyata di depan Halilintar adalah sebuah lapangan yang sepi, cocok untuk beristirahat.

"Eh? Fang?" ternyata Halilintar tidak sendirian, ternyata ada Fang yang sedang berlatih dengan mengelilingi lapangan. Sepertinya Fang sedang bersiap-siap untuk perlombaan sekolah. Ya, Halilintar dan kembarannya memang sering berlatih juga, hanya saja setelah pulang sekolah dan saat tidak sibuk, begitupun dengan teman-temannya.

              Tidak berniat untuk mengganggu Fang, Halilintar duduk bersandar pada sebuah pohon di pinggir lapangan, sedikit jauh dari posisi Fang.

"Hei Fang, apa kau tidak lelah?" meski tentu saja tidak akan didengar, Hali bertanya seakan Fang ada di dekatnya. Dengan tangan putih tertutup sarung tangan miliknya, Halilintar mengelus kepala atau bagian atas tubuh Ochobot yang berada di pangkuannya. Dia terus mengelus kepala Ochobot meski sang pemilik tubuh masih belum sadar.

"Hei Ocho, menurutmu apakah lebih pantas Fang atau aku untuk mengikuti lomba lari antar sekolah?" Halilintar menatap Fang yang masih berlari dengan keringat bercucuran di wajahnya.

            Ya, Hali dan Fang adalah perwakilan dari sekolahnya untuk mengikuti lomba lari antar sekolah, mereka berdua adalah orang tercepat di sekolah, bahkan stamina mereka tidak ada yang menandinginya, meski tanpa kuasa masing-masing. Karena memang dalam perlombaan mereka tidak boleh menggunakan kuasa, tapi kalau hanya dengan tanpa kuasa saja mereka sudah cepat, bagaimana kalau dengan kuasa? Pantas saja mereka sangat cepat. Oh ya, Solar juga termasuk yang paling tercepat, hanya saja Solar tidak terlalu suka lomba lari, dia lebih memilih pada lomba proyek kimia dan lainnya, daripada harus cape-cape lari dan banjir keringat, Solar tidak suka itu.

"Huh ... kapan kau bangun, Ocho? Apa yang tadi berlebihan?"

Hening, tidak ada jawaban.

"Ah ya, salahku tidak bisa mengendalikannya. " bosan dengan Fang, Halilintar menatap jalanan.

"Mungkin kalau ada Gempa dan yang lainnya, mereka akan mengehntikanku, lalu Gempa akan memarahiku supaya hati-hati." Hali berhenti mengapa jalanan, kini dia menatap Ochobot yang berada di pangkuannya.

"Aku tak tahu apa yang terjadi denganku, Ocho. Tapi bisakah aku bertahan? Bisakah mengendalikannya agar tidak melukaimu dan orang lain? Terutama ... Adik-adikku? Bisakah?"

"Ah! Dasar bodoh! Kau masih tertidur ya? Kau tidak akan mendengarnya."

"Tapi ... bagaimana kalau aku meninggalkan kalian semua? Terutama adik-adikku?"

"Tidak, bukan pergi seperti itu. Tapi ... seperti dirimu sekarang, Ocho. Tertidur, hanya saja mungkin tidurku tidak akan pernah berakhir, itu berarti ... aku ... mat--"

Bletak!

"Aduh! Kepalaku!" Halilintar mengeluh kesakitan ketika ada seseorang yang memukul kepalanya.

"Sakit?"

"Suara itu?" Hali melihat ke samping, "Fang?!"

"Hn,"

"Bukannya kau di lapangan? Sejak kapan kau di sini?" Halilintar mendengus kesal ketika Fang tiba-tiba datang dan memukul kepalanya, dan sekarang? Dengan beraninya dua duduk di sampingnya dan bersandar pada pundaknya. Di belakangmu ada pohon wey! Gak usah nyender sama Hali! Cemburu hayati melihatnya, hiks!

"Hn, sejak tadi."

"Berhentilah mengikuti gayaku, landak ungu."

Fang terkekeh, "dasar gledek."

"Tch!"

             Halilintar mengalihkan pandangannya dari Fang, dan kembali mengelus Ochobot yang belum bangun juga.

"Aku mendengar semuanya."

Deg!

"A-apa maksudmu, Fang?"

"Tidak ada. Hanya saja, jika kau butuh bantuan, datanglah kepadaku."

         Hening kembali, tapi tidak bertahan lama, Halilintar memindahkan Ochobot kepangkuan Fang dan mendorong Fang untuk Halilintar berdiri. Dia merasakan sesuatu yang aneh, ya sepertinya kuasanya yang tak terkendali kembali kambuh, itulah kenapa di tiba-tiba berdiri dan mulai berlari menjauh.

"Aku titip Ocho sebentar!" teriak Hali sebelum benar-benar menjauh meninggalkan percikan listrik merah hitam.

          Dan setelah kepergian Halilintar, Fang mendapat pesan dari seseorang, yang mengatakan 'kita ada misi. tenang, bukan darurat. Kau ikut?' begitulah isinya. Dengan malas Fang membalas pesannya 'hn, aku tidak ikut', dan setelah itu Fang mematikannya dan menatap jalanan yang dilewati Hali dan Ochobot bergantian.

...

Duagh!

Bruk!

"Keluar kau dari sini sekarang juga!!! Aku tidak mau melihatmu!!!"

"Dasar kakak tidak berguna! Kau tega melukai adikmu sendiri!!!!"

Deg!

         Tidak pernah terbayangkan sama sekali oleh Halilintar akan menjadi seperti ini, sungguh kata-kata dari Solar dan Taufan berhasil menyayat hatinya. Bahkan Gempa yang biasanya memenangkan atau menengahi, kini diam membisu, Ice yang kini berjongkok menatap kecewa kepada Halilintar di samping Thorn yang dituduh menjadi korban atas tindakan Halilintar.

           Ya, Thorn terduduk di depan Halilintar dengan padangan kosong dan terkejut, tangannya berlumuran darah dan tidak berhenti, di sampingnya ada pintu yang roboh dan sebagian hancur bercampur hangus, lalu semuanya menyalahkan Halilintar. Ah tidak semua, karena Blaze mengalihkan pandangannya untuk tidak menatap Hali. Apa Halilintar sejahat itu? Apa dia membuat semuanya kecewa?

"Aku tidak pernah menyangka, kau setega ini, Halilintar." Solar berbalik dan mengangkat Thorn ke dalam rumah, dan diikuti Boboiboy lainnya, meninggalkan Halilintar yang masih mematung di ambang pintu yang sudah roboh.

           Halilintar berbalik, dia melirik sebentar ke arah Blaze yang juga melihatnya, biasanya Blaze yang paling tersulut emosi dan akan marah, tapi tidak.

"Mungkin aku terlalu mengecewakan hingga Blaze pun yang emosional bisa seperti itu." dengan ucapan yang hanya bisa didengar olehnya sendiri, Halilintar berjalan meninggalkan rumah itu, mengabaikan pukulan yang sempat diterima, tujuannya saat ini adalah ... Fang.










#Hallo Readers semua🥳

Tidak banyak yang ingin kami ucapkan, mungkin hanya permintaan maaf karena lama up dan terimakasih karena selalu setia dan dukung kami, kami juga baru lihat kalau pembacanya dan tembus 40 k lebih, kami bersyukur sekali, terimakasih banyak sangat pada kalian.

Jangan bosan ya, stay terus di sini.

Bye ...

See you next capt~😍😘🥰

Minggu, 30 Agustus 2020

21:53 WIB

Sorry~

And ...

Thanks 😁😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top