Bab 16: Luahan Yang Tertunda

Bab 16: Luahan Yang Tertunda

Malam itu di restoran, keletihan jelas terpancar di wajah Karl. Menggantikan Pak Usop memang bukan tugas yang mudah. Iris memerhati dari jauh, menyedari betapa beratnya beban yang dipikul oleh Karl.

Iris: "Karl, kau nampak sangat serabut. Jom, aku ajak kau ke taman. Sekurang-kurangnya boleh hilangkan sikit beban kepala kau."

Karl mengangguk perlahan, terlalu penat untuk membantah. Iris membawanya keluar dari restoran, dan mereka berjalan berdua dalam keheningan malam, menuju ke sebuah taman berdekatan.

Setibanya di taman, angin malam yang dingin menyapa wajah mereka. Iris memegang tangan Karl dan menariknya perlahan-lahan ke arah sebuah bangku di bawah cahaya lampu taman. Mereka duduk bersebelahan, dan tanpa disengajakan, pandangan mereka bertaut. Mata mereka berbicara lebih banyak daripada yang mampu diungkapkan dengan kata-kata. Degupan jantung Karl semakin laju, begitu juga Iris. Tangan mereka masih bersatu, tidak dilepaskan.

Dalam keheningan itu, Iris mengumpul kekuatan untuk mengutarakan pertanyaan yang sudah lama berlegar di kepalanya.

Iris: "Karl... adakah kau mencintaiku?" tanyanya perlahan, tanpa memandang Karl.

Karl terdiam sejenak, merenung wajah Iris yang tertunduk malu. Dengan lembut, dia mengangkat wajah Iris, menatap mata gadis itu dalam-dalam. Bibirnya tersenyum kecil, dan akhirnya, Karl melafazkan kata-kata yang selama ini disimpan dalam hati.

Karl: "I love you, Iris."

Perkataan itu mengalir dengan mudah, tetapi bagi Iris, ia terasa seperti jawapan yang sudah lama dinanti. Tanpa sedar, mereka berdua tersenyum lebar, merasakan kelegaan dan kebahagiaan yang sukar diungkapkan. Iris bersandar di bahu Karl, menikmati keheningan malam yang penuh dengan makna.

Iris: "Karl... aku... aku sayang kau juga." Iris berbisik lembut di telinga Karl.

Karl hanya tersenyum, masih dalam pelukan Iris. Malam itu terasa begitu sempurna bagi mereka. Cinta yang selama ini disimpan akhirnya terungkap dengan cara yang begitu indah dan penuh makna.

Selepas itu, mereka berjalan pulang dengan senyuman yang tidak hilang dari wajah masing-masing. Rasa serabut yang Karl rasakan sebelum ini seakan hilang begitu sahaja. Iris telah mengubah malam yang berat menjadi malam yang penuh keindahan.

Setibanya di rumah masing-masing, mereka tidak ingin malam itu berakhir begitu sahaja. Iris menghubungi Karl melalui video call.

Iris: "Karl, aku masih tak boleh tidur. Kau macam mana?"

Karl: "Aku pun sama... masih teringat kita tadi."

Mereka terus berbual panjang, bertukar cerita sambil sesekali tersenyum mengenangkan momen indah yang baru mereka lalui. Mata semakin layu, tetapi hati mereka penuh dengan kebahagiaan.

Malam itu, video call menjadi saksi bagaimana mereka akhirnya tertidur dengan senyuman di bibir, masing-masing memegang telefon dengan suara satu sama lain sebagai irama tidur mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top