21. Semesta Kita Hanya Kata

I saw just like you,
I wandered just like you ... ♬

⇆ㅤ ||◁ㅤ❚❚ㅤ▷||ㅤ ↻

Time flies, so fast. Tanpa bisa dihentikan, tahu-tahu saja waktu sudah menjelajahi kehidupan, bersiap menghabisi detik demi detik yang telah ditetapkan Sang Akhir. Masa kini merenggut masa lampau, dan masa kini sudah direnggut masa depan.

Rasanya baru kemarin Tala mati-matian mempelajari soal-soal olimpiade tahun sebelumnya, begadang semalaman suntuk, mencari tutorial untuk mengerjakan tipe soal tertentu dengan cepat, dan merusuhi Langit agar lelaki itu mau mengetes kemampuannya, sekaligus menantang Langit untuk balapan mengerjakan latihan soal yang jelas saja selalu Langit pemenangnya.

Waktu berlalu. Sudah dua minggu sejak Tala, Langit, dan delegasi SMANSABA lainnya bertarung dengan soal-soal olimpiade KSN, kompetisi sains nasional. Sejak itu pula, Tala akhirnya merasa lega. Tala cukup percaya diri ketika mengerjakan soal ... mudah saja, kok. Pertanyaan yang muncul di soal kebanyakannya berupa materi yang sudah dipelajari Tala sampai mampus.

Seharusnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tala tinggal menunggu pengumuman siapa saja yang lolos ke tahap provinsi di setiap bidang. Meski begitu, Tala tahu kalau pada kenyataannya, tidak ada waktu bersantai untuk mengejar Langit. Tala masih terus belajar hingga larut malam. Karena, ya ... tujuan terbesar hidupnya memanglah mengalahkan Langit, dan KSN itu hanyalah salah satu cabang yang bisa mendukung misi Tala untuk menggapai visi.

Masih ada hal yang perlu untuk teramat sangat Tala perhatikan. Ya. Pelaksanaan KSN memang berbarengan dengan diselenggarakannya ujian akhir semester dua di tahun keduanya di SMANSABA. Itu tandanya, Tala tidak bisa lengah sama sekali selama dua pekan ini.

Berakhirnya masa ujian dan olimpiade pun bukan berarti Tala sudah bisa bermalas-malasan. Tidak akan! Tidak boleh! Selama dirinya belum mencapai garis finis, atau belum bersinggungan dengan derap langkah Langit sedikit saja, itu berarti usahanya belum cukup mumpuni.

Hari Selasa, jadwalnya Tala untuk latihan basket sepulang sekolah ini. Basket juga sudah mendekati turnamen kejuaraan ... meski prioritas Tala adalah menguasai suatu pelajaran di bidang akademik, Tala tetap tidak menampik kenyataan bahwa dirinya masihlah seorang maniak basket. Mana mungkin ia mengorbankan sahabat bundarnya itu, 'kan?

Bel pulang berbunyi nyaring, dan Tala langsung semangat menuju toilet putri, segera mengganti seragam putih-abunya dengan kaus olahraga. Jika ada jadwal latihan basket yang menahan Tala untuk pulang begini, maka Langit otomatis akan pulang ke rumah duluan. Lelaki itu menggulirkan layar ponselnya selagi berjalan melewati koridor di pinggiran lapangan.

Setelah menemukan kontak yang dicarinya, Langit pun mengetuk tombol hijau untuk melakukan panggilan. Cukup tiga kali terdengar nada panggilan, suara di seberang sana sudah langsung menyapa indra pendengaran. Langit berdeham singkat. "Anu, Mang ... hari ini enggak libur dulu, ya. Biasa, hari Selasa."

Langit mengangguk-angguk begitu mendengar sahutan dari lawan bicaranya di telepon.

"Iya, Mang. Nanti aku coba tanya Mega sekalian."

Sambungan telepon diakhiri. Sebelum Langit mematikan layar ponsel dan menjejalkannya kembali ke dalam saku, sudut mata lelaki itu telanjur tertarik pada pop-up notifikasi WhatsApp yang baru saja muncul. Empat pesan baru yang belum terbaca, dari grup olimpiade yang isinya delegasi SMANSABA. Oh, dua di antara pesannya memang belum Langit buka dari kemarin.

Bismillah KSN SMANSABA Juara

/kemarin/

Bu Yanti - Fisika: Kata Puspresnas, pengumuman KSN-K antara besok atau hari ini. Yuk, kuatkan doa. Mudah-mudahan delegasi dari kita banyak yang lolos.

Ikan Bental Ta(Mak)Lampir: Aamiin paling kencang!

Sesaat, Langit menipiskan bibir, menahan senyuman yang mendadak saja ingin terkembang lebar. Aduh! Lihatlah aksi anak perempuan itu di grup WhatsApp bersama guru ... anak lain tidak berminat muncul di grup hanya untuk mengaminkan harapan Bu Yanti, lho. Hanya Tala seorang. Pakai tanda seru, lagi. Sok asik. Langit mendengkus geli. Detik berikutnya, Langit kembali mengingat tujuan awal membuka grup.

Pesan masuk yang keterangannya hari ini ... oh! Bu Yanti mengirimkan suatu file dokumen berformat pdf. Mata Langit melotot sempurna, terus menyusuri layar ponselnya.

Bu Yanti - Fisika: Prov. Jawa Barat.pdf
Bu Yanti - Fisika: Pengumumannya sudah keluar. Silakan cek nama masing-masing, ya.

Sejenak, rasanya Langit seperti lupa untuk berkedip. Oh, ya ... jangan dulu dibuka! Harus ada ritual khusus! Kepala Langit celingukan ke sana kemari. Langkah kakinya belum mencapai gerbang, tetapi lelaki itu sudah kembali memasuki kawasan sekolah. Langit akhirnya melihat figur yang ia cari-cari.

Tala, anak perempuan itu sedang asyik mendribel bola basket di lapangan. Pasti anak itu belum mengecek ponselnya sama sekali. Tanpa perlu merasa ragu atau menunggu lebih lama lagi, lekas saja Langit menghampiri Tala dengan langkah tergesa. "Tal!"

Perempuan dengan kaus olahraga kebesaran yang berkibar-kibar karena pergerakan lincahnya itu meloncat tinggi, lantas melancarkan tembakan dalam rentang jarak yang cukup jauh dari ring. Masuk. Kedua sudut bibirnya naik ke atas, merasa keren. Setelah berkacak pinggang dan berselebrasi karena berpikiran bahwa dirinya kece sekali barusan, Tala pun berbalik badan untuk menghadap Langit. "Kenapa, Lang? Pengin pulang bareng aja sama aku? Nanti, ya. Kalau latihannya selesai. Pak Zul aja belum datang."

"Bukan gitu." Langit menggelengkan kepala berkali-kali, tampak antusias hingga tak sadar lengannya sudah menggenggam kedua bahu Tala dengan erat, seolah mencoba menyalurkan energi yang baru saja didapatnya. "Pengumuman yang lolos KSN ke provinsi! Tala enggak mau lihat bareng, gitu?"

Demi apa? Demi lemparan bola basket di tangan Tala yang tidak pernah meleset dari ring basket! Atau ... demi kecoak cabul yang selalu mengintip di pojokan kamar mandi ketika Tala sedang asyik-asyik berimajinasi sambil berak! Pengumuman hasil olimpiade? Jantung Tala seakan lupa caranya berdetak, lantas mendesirkan listrik berjuta voltase di setiap peredaran darahnya.

Tidak, tidak ... aduh! Tala telanjur menganggap bahwa tempat peristirahatan dari perjalanan ini sudahlah dekat. Titik pemberhentian sejenaknya ....

Tala langsung merebut ponsel Langit, ingin melihatnya lebih dulu. Tala tidak gaptek. Tala tahu ada fitur pencarian kata di pdf. Akan tetapi, anak perempuan itu lebih memilih untuk mencari namanya secara manual, menggulirkan layar dengan sangat hati-hati, sembari menikmati sensasi tremor dan buncahan antusiasme untuk bertahan lebih lama lagi.

Lampiran Pemenang KSN-K Bidang Matematika

Amara, Suryadeva, Rozi, Fauzan, Azfa, Kharris ....

Manik cokelat terang itu tak lelah menyisir setiap barisan yang berhuruf kecil tersebut, membaca nama-nama asing yang membuat degup jantungnya bertambah liar. Tak lama, mata Tala membelalak, lantas berseru, "Langit Maharaja, SMAN Persada Bandung ... Lang, kamu, Lang! Lolos!"

Seketika, embusan napas lega keluar begitu saja dari mulut Langit. Tenang luar biasa! Tak mampu mengendalikan rasa senangnya, Langit terkekeh kecil. "Syukurlah ... aku harus lebih baik dari kemarin yang cuma sampai provinsi. Kalau kali ini kota aja enggak lolos, aku udah bertekad mau ngerjain latihan soal semalaman tanpa tidur. Untunglah masih lolos." Langit menolehkan kepala untuk menatap Tala yang masih memasang tampang serius. "Kamu gimana, Tal?"

Untuk beberapa detik lamanya, pergerakan Tala terjeda. Jarinya menggantung di udara, tak lagi menggulirkan layar ponsel. File itu ... sudah sampai ke halaman paling akhir. Tidak ada namanya. Tidak ada Bentala Putri di sana ....

Tanpa perlu dijelaskan panjang lebar, Langit langsung menangkap apa yang tengah terjadi. "Biar coba aku yang cari. Siapa tahu ada kesalahan teknis, terus nyasar ke bidang lain." Langit mengambil alih ponsel miliknya, lantas mengetuk ikon kaca pembesar di pojok kanan. Dengan cepat tetapi hati-hati untuk menghindari adanya kesalahan pengetikkan huruf, Langit mencarikan nama Tala di sana.

Bentala ... tidak ada. Hapus, hapus. SMAN Persada Bandung ... hanya Langit dan beberapa teman lainnya yang tercantum di sana. Tidak ada Tala. Tala tidak lolos ....

Kenapa? Tala menjatuhkan bahunya, tak bertenaga. Bahkan bola basket yang menggelinding dari seberang lapangan dan menyentuh ujung sepatunya saja tidak cukup untuk mengembalikan semangat Tala. Anak perempuan itu merasa patah. Tak ada lagi binar berkelipan di kedua manik cokelat terangnya. Tidak ada.

Kenapa? Padahal ... Tala sudah berusaha sekeras mungkin. Tidak ada satu malam pun yang Tala lewatkan tanpa belajar. Tidak ada. Bahkan di jam istirahat, hari libur, akhir pekan, tanggal merah ... tidak ada kata henti. Akan tetapi, kenapa semesta malah menghentikannya seperti ini?

Apa yang salah ... padahal Tala dan Langit sudah berjuang bersama-sama, tetapi kenapa semesta hanya memihak Langit, dan membiarkannya jatuh seorang diri?


Ya. Pada akhirnya, semesta cerita kita memanglah tak lebih dari bait-bait kata tiada makna. Karena semesta selalu saja memihak lelaki itu, bahkan begitu merinduinya hingga tiada beban untuk merenggutnya dari genggaman Tala.

⇆ㅤ ||◁ㅤ❚❚ㅤ▷||ㅤ ↻

Why?
Does my heart fall apart?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top