Malam Minggu Manis - frixasga
Sundel Bolong tengah asyik membaca buku berjudul 'Pengenalan COVID-19 untuk Makhluk-Makhluk Halus' ketika ia mendengar salah satu teman baiknya Si Manis melenguh kencang, membahana di antara pucuk-pucuk dedaunan dan rerumputan. Untung saja hari ini, di sebuah kuburan terkenal di belantara Ibu Kota, sedang tidak ada bos mereka yang akan segera mengomel begitu mendapati ada yang berkeluh-kesah. Beberapa penghuni kelas kakap juga sedang keluar kandang untuk mencari nafkah, sisanya kebanyakan tengah tidur cantik sebelum malam tiba.
Tapi tentu, bukan berarti Sundel Bolong akan membiarkan temannya, yang kini mukanya ditekuk bak dompet tanggung bulan sesaat ia mengambil duduk di atas satu batu nisan tertinggi di sana, akan bersedih hati sendirian. Menutup bukunya dan segera turun dari singgasana dahan pohon beringin favoritnya, ia menyibakkan poninya yang panjang, menatap si Manis dengan penuh arti.
"Kenapa nih hari ini, Manis? Kayaknya suntuk banget."
Si Manis Jembatan Ancol menoleh, pipinya menggembung. "Akhir-akhir ini lagi kurang banyak kerjaan ya, manusia-manusia lagi nggak keluar rumah."
Sundel Bolong mengangguk-angguk. "Maklum sih, sedang musim penyakit begini. Yang ada teman sejawat kita bertambah, bukan pendapatan kita yang bertambah, ya."
Menurut sensus penduduk gaib bulan ini, banyak sekali korban COVID-19 yang terus bertambah, membuat makmur pendapatan per kapita di kompleks kuburan tersebut. Karena hal tersebut juga, lahan pekerjaan semakin menipis, mengingat kurangnya manusia yang mengunjungi kuburan untuk menaruh sesajen atau iseng-iseng.
"Padahal kalau aku bisa kejar target bulan ini, bos bakal naikin pangkatku," Si Manis berkacak pinggang.
"Wah, Bos Kunti ngizinin kamu naik pangkat? Jadi apa?"
"Si Manis Jembatan Suramadu."
Giliran Sundel Bolong mengerutkan dahi. Wah, si Bos pasti bercanda tuh.
"Kamu nggak capek apa kalau ngejaga Jembatan Suramadu? Adanya target kamu udah di Madura sebelum kamu sempet isengin di Surabaya."
Si Manis menjentikkan jari. "Ada benernya juga. Ah, kamu pinter banget sih Sundel, aku nggak kepikiran sampai ke sana!"
Sundel Bolong hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala (tenang, kepalanya tidak copot, hanya punggungnya saja yang lowong). Teman baiknya ini memang kerap menjadi incaran iseng para penghuni kuburan, terutama karena perangainya yang polos dan periang. Saking polosnya, Sundel selalu harus menjelaskan ketika prank hantu-hantu senior malah tidak ditanggapi oleh Si Manis.
"Omong-omong, aku mendadak ada ide nih, Sundel!" Si Manis tersenyum cerah. "Lagi kosong-kosong begini, gimana kalo kita adain acara malam mingguan di sini? Kumpul-kumpul aja sambil ngobrol-ngobrol dan makan, siapa tahu ada temen kita yang punya kerjaan buat kita garap."
"Boleh juga tuh," Sundel Bolong segera mengiyakan. "Tapi, uangnya dari mana? Bos belum balik dari Konferensi Tingkat Tinggi Hantu Se-Jabodetabek sampai besok."
"Colek aja Om Tuyul. Dia pasti untung besar karena banyak yang simpan uang di rumah pas pandemi gini. Ada pasti sedikit buat kita bikin acara."
"Oke deh. Aku ke Om Tuyul, kamu ajak-ajakin yang lain, ya?"
"Siap laksanakan!"
Malam minggu di perkampungan itu, Pak RT kebetulan bertemu dengan Bu Inah yang tampak sedang kelimpungan. Bu Inah seperti biasa selalu lewat di depan rumahnya setelah mengambil botol bekas air mawar dan menyapu pelataran depan kuburan. Namun, untuk pertama kalinya, Pak RT melihat Bu Inah sebingung itu.
"Ada apa, Bu? Kok kayaknya ngelirik-lirik arah kuburan terus?"
"Ini, Pak. Kuburan nggak ada orang tapi kayaknya kok rasanya rame ya? Terus banyak yang ketawa-ketiwi tapi nggak ada siapa-siapa..."
"Aduh, Bu. Ibu nakut-nakutin saya aja. Cepet pulang aja sana, Ibu mulai berhalusinasi tuh." []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top