1. Garda Milburga
"Apa kamu tidak mau menikah, Gar?"
Pertanyaan Pak Raka; produser film sekaligus pemilik talent management agency yang telah membesarkan nama Garda Milburga; muncul tanpa diduga. Di hadapannya, sang aktor kawakan berusia matang mengusap dahi.
"Belum, Pak. Belum kepikiran," balas Garda sekenanya. Ia pikir pagi itu dirinya akan diajak bicara tentang kemungkinan kerja sama dalam sebuah proyek Hollywood, tapi entah kenapa mereka malah berbelok membicarakan urusan pribadinya.
"Usiamu berapa sih, Gar? 43 kan?" tanya Pak Raka lagi.
"Usia saya 42 tahun. Sebenarnya kita lagi membicarakan apa ya, Pak?" Semua orang tahu seorang Garda Milburga tak pernah suka membahas kehidupan personalnya, apalagi dalam pertemuan bisnis. Ia mulai tak nyaman dan mempertanyakan arah percakapan yang ingin Pak Raka tuju.
"Pria seumuran kamu, nggak punya hubungan sama perempuan, nggak menikah, apakah mungkin punya kesempatan untuk merasakan life changing moment seperti memiliki anak dan hidup berkeluarga?"
Kepala Garda sedikit terangkat sementara otaknya dengan cepat menyambungkan semua informasi yang ada, "Pak Raka membicarakan saya, atau kesempatan kerja sama dengan Raymond Angelo?"
"He admit that your looks could do for the role, tapi tokoh William adalah seorang family man, the one that fight his way to save her wife and kids. For him, your acting look a bit ...." Pak Raka melirik Garda dari atas ke bawah, "empty."
Garda memejamkan matanya, "Dia mau membatalkan rencana kerja sama? Setelah memilih saya lewat audisi? It's not fair!"
"Exactly. Itulah yang saya katakan padanya. Tapi, dia memiliki argumen solid tentang performance kamu di audisi. Dia akui bahwa kamu calon yang paling solid dari sisi penampilan dan kemampuan bela diri, namun akting kamu sebagai family man yang menjadi jiwa film masih sangat jauh dari memuaskan."
Garda diam. Ia selalu berusaha tenang dan mengendalikan diri meskipun saat ini dunianya tengah berputar cepat. Sebuah berita baik berubah 180 derajat. Ia bahkan tak tahu apa yang harus dilakukan kini.
"Tentu saja saya nggak memudahkan mereka. Meanwhile, Coba kamu pelajari lagi, and try to do some research about family. Lebih bagus lagi kamu menikah dan memiliki anak, Gar. Raymond could hear your news about having a family and his mind could probably slightly opened about your new image."
"Sir, you know I don't do gimmick."
"Then don't make it gimmick. Do married for real."
Garda memutuskan untuk tak mendebat atasannya. Ia tahu bahwa dirinya belum mau menikah. Bahkan mungkin tak akan pernah mau. Ia tahu bahwa tak banyak orang yang bisa menerima keputusan seperti itu, namun begitulah kenyataannya.
Tak ada satu orang pun yang mampu membuka hatinya sampai lewat usia 40. Ia mencintai hidup dan pekerjaannya, dan belum ada yang dapat menandingi hal tersebut.
"Apa Bapak bisa usahakan audisi ulang untuk saya?" tanya Garda.
Pak Raka memajukan tubuh dan mengangkat teluinjuknya. "Ini adalah yang terakhir. Make sure you're ready for that."
"Will do. Terima kasih, Pak." Ucapan tanpa basa-basi itu menutup percakapan mereka. Garda tak ingin lebih lama dinasehati sosok kebapakan itu tentang pentingnya berkeluarga.
Nyaris 15 tahun Garda bekerja di bawah naungan Pak Raka, ia telah menganggap beliau layaknya ayah sendiri. Kemandirian dan kesendirian Garda sejak remaja memang sering membuat Pak Raka khawatir. Karena itulah di setiap percakapan mereka, Pak Raka selalu mengingatkan Garda untuk menikah.
Namun, kali ini beda. Kali ini, topik berkeluarga menjadi sangat esensial dan berpengaruh besar terhadap karir yang telah Garda rintis sejak remaja. Seluruh kerja kerasnya seolah tak ada arti.
Garda keluar ruangan Pak Raka dan segera menuju mobilnya di parkiran. Di perjalanan, ia memutuskan menelepon manajernya. "Bob," panggil Garda saat panggilannya tersambung.
"Gimana, Bro?" suara di seberang telepon terdengan santai tapi waspada.
"We have a huge problem."
"Problem apa, Bro?"
Garda menghela napas, "Gue terancam batal main di film Raymond Angelo."
"What?! Lo di mana sekarang?"
"Baru dari kantor."
"Langsung ke tempat syuting gih. Ketemuan di sana ya, kita susun strategi."
Saat ini, yang melegakan Garda mungkin hanya keberadaan manajer tangguh serba bisa di sisinya itu. Bobby si teman andalan pasti sanggup memecahkan masalah ini.
***
"Si Pak Raka tuh aneh-aneh aja sih! Apa dia nggak lihat kerja keras lo dua tahun terakhir? Dia nggak lihat gimana lo sempetin latihan muay thai dan pencak silat? Atau lihat lo building muscle sampai kayak gini demi memenuhi peran William?"
"Bukan salah Pak Raka, Bob. Raymond Angelo ini emang terkenal sama pencari aktor yang all out. Kalau bisa, kehidupan nyatanya harus semirip mungkin sama karakter di film."
"Supaya apa?"
"I don't know. I can't possibly know. Kalau soal ini, kayaknya make sense kan?"
"Make sense gimana?"
Garda mendesah sejenak setelah beberapa saat menanggapi reaksi kesal Bobby yang baru diberitahu hasil rapat dengan Pak Raka. "Saya nggak bisa paham peran William karena belum berkeluarga."
"Hmmm ... sebenarnya gue paham sih. Di satu sisi, berkeluarga itu hidupnya beda banget sama hidup sendiri."
"Oh ya?"
"Nih, bayangin gue aja. Tujuh tahun nikah. Belum punya anak. Apakah seiring waktu hidup gue dan istri jadi makin mudah? Tentu tidak."
Garda langsung memasang wajah ingin tahu, membuat Bobby lanjut bicara tanpa disuruh, "Bayangin dari semua hidup lo itu tentang lo, nah setelah menikah, yang lo pikirin tuh kebagi dua. Suddenly, hidup lo bukan tentang lo doang, tapi tentang lo dan orang yang lo nikahi."
Wajah Garda makin serius. Ia tak pernah memikirkan tentang pernikahan sebelumnya, meskipun tokoh yang ia perankan adalah seorang agen negara yang berusaha menyelamatkan anak dan istrinya dari makhluk luar angkasa yang menyerang bumi dan menjajah manusia.
Garda telah melakukan banyak hal. Latihan fisik, pendalaman sebagai agen negara, mewawancarai intel di beberapa negara, namun tak sekalipun ia mendalami peran sebagai ayah dan suami. Padahal jiwa itulah yang paling penting dalam kisah tersebut.
"Setelah beberapa tahun, adaptasi itu makin mudah. Muncul deh tantangan lain bernama 'omongan orang'. Sampai sekarang, omongan orang tentang momongan itu cukup bikin hidup kita berdua nggak tenang, terutama istri gue yang emang kepengen banget punya anak. Tapi, somehow gue dan istri gue yakin kita bisa melalui ini semua berdua."
"Kalau ternyata kamu dan istri nggak bisa punya anak gimana, Bob?"
"Kalau; amit-amit; begitu takdirnya, gue berusaha supaya istri gue tetap mau stay sama gue. Meskipun kita nggak bisa punya anak sendiri, gue bakal ajak dia buat adopsi, atau punya anak asuh, yang jelas, kalau istri gue mau anak, gue akan berusaha dapetin anak." Ucapan Bobby makin lama makin teguh. Jika sudah bicara tentang istrinya, perubahan sosok manajer selengean ini pun cukup drastis.
"Kenapa?" tnaya Garda lagi.
"Karena rasanya bukan keluarga kalau nggak sama Sherly."
"Pak Raka dan Raymond benar kalau gitu ...." Garda mendesah lelah sambil mengusap wajah, "Saya nggak bisa mengerti karakter William seutuhnya."
"Lo nggak mau nikah settingan, Gar?" tanya Bobby memastikan, meskipun ia tahu jawaban talent yang ia urus itu. Garda memasang wajah tak setuju, tapi Bobby cepat-cepat menambahkan, "Lo kan jadi bisa nyicip tentang kehidupan berkeluarga. Coba aja dulu bikin kontrak dua tahun, biar nggak kecepetan."
"Pernikahan itu bukan permainan, Bob, bukan untuk sekadar icip-icip. Lagian saya nggak suka hal-hal palsu kayak gitu."
Bobby memasang wajah bingung. "Tapi ... lo kan ... aktor. Kerjaan lo kan ... jadi karakter palsu."
"Itu ranah profesional saya. Saya nggak mau harus akting di ranah personal juga."
Bobby mengangguk-angguk. Ia menatap Garda yang sudah amat kalut. Kasihan, Bobby pun menepuk-tepuk pundak Garda. "Tenang, Bro. Gue pasti bantu mikirin caranya."
"Harus. Kamu kan manajer saya. Bantu saya sementara saya selesaikan kerjaan yang lain." Bobby tertawa meskipun wajah Garda tetap serius. Garda sendiri tak sedang bercanda, tapi ia tak keberatan dengan tawa manajernya.
Garda sibuk memikirkan semua konsekuensi pembatalan proyek besar pertamanya. Kontrak sebagai aktor asia pertama yang menjadi karakter utama di sebuah film garapan Hollywood. Kerja kerasnya membangun citra diri, menciptakan bentuk fisik yang sesuai dengan perannya, mendalami semua kegiatan agen intelijen, semua bisa hancur hanya karena dirinya tak bisa meyakinkan Raymond Angelo.
Hal itu tak boleh terjadi.
(((Bersambung)))
***
Halohalooo ....
Akhirnya ketemu lagi sama cerita baruku~
Untuk cerita ini, aku update santai ya. At least seminggu sekali. Aku mau santai nulisnya. Temanya juga kurasa cukup ringan. Tema aktor dan dunia film ini ranah bersenang-senangku, jadi kalau penat aku pasti ambil tema dari dunia hiburan. Hahahaa ....
Sampai jumpa di part selanjutnya~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top