5. Perubahan
Satu minggu setelah Bara meninggal, sikap Manda berubah cukup banyak. Perempuan itu menjadi lebih banyak diam dan menarik diri dari sekitarnya. Dia bahkan tidak mau bersekolah dalam beberapa hari ini. Namun, Reza memaklumi apa yang perempuan itu inginkan walau harus meminta izin pada sekolah Manda mengenai ketidakhadirannya.
"Maaf ya, Pak. Manda belum bisa turun sekolah," ucap Reza setelah menjabat tangan kepala sekolah Manda.
Kepala sekolah yang bernama Aryo itu kemudian menepuk lengan atas Reza beberapa kali seakan mencoba akrab pada pria tersebut.
"Nggak pa-pa, saya paham kok bagaimana perasaan Manda sekarang. Pokoknya kalau dia belum mau masuk sekolah nggak pa-pa, nggak usah dipaksa lagi pula dia sudah menyelesaikan ujiannya dan tinggal menunggu hari kelulusan."
Dengan canggung, Reza tersenyum kaku ke arah Pak Aryo. Dia amat bersyukur karena beliau adalah sahabat Ayah Reza sewaktu sekolah dulu sehingga pria itu dapat meminta bantuan beliau mengenai Manda walaupun dia harus berbohong mengenai status perempuan itu.
Reza mengatakan bahwa Manda adalah sepupunya padahal perempuan itu tidak sedarah dengannya bahkan Manda adalah calon istri keduanya.
"Iya, Pak. Sekali lagi makasih ya."
"Iya, Za. Sama-sama."
Satu masalah kini telah Reza selesaikan, Manda memang selalu berhasil membuatnya gelabakan karena tingkah anehnya. Mau tak mau dia harus kuat menjalani kehidupan bersama perempuan itu.
Saat tengah berjalan keluar dari sekolah Manda, tiba-tiba sebuah panggilan masuk ke dalam ponsel Reza. Dengan wajah yang sedikit bingung, Reza mengangkat panggilan dari istrinya itu.
"Halo," sapa Reza saat panggilan tersebut dia angkat. Tangan kirinya dia masukkan ke dalam saku celana sembari memperhatikan sekeliling sekolah Manda yang cukup sepi karena masih jam belajar.
"Mas, besok aku pulang dari Jepang. Kamu mau titip sesuatu?" tanya istri Reza yang bernama Oliv.
Oliv memang tengah liburan ke Jepang bersama dengan teman-temannya. Reza tentu tak berminat untuk ikut. Namun, dialah yang memberi uang pada istrinya itu untuk dia gunakan selama liburan.
"Nggak, aku nggak butuh apa-apa."
"Ya udah kalau gitu, besok kamu jadi kan jemput aku di bandara?" tanya Oliv lagi yang malah membuat raut wajah Reza berubah bingung.
"Sorry, aku nggak bisa jemput. Besok ada rapat."
Jelas, Reza berbohong pada istrinya. Besok dia tidak akan melakukan apa-apa. Dia hanya malas menjemput istrinya itu.
"Ya udah deh, kalau gitu," balas Oliv dengan suara yang terdengar lebih rendah dari sebelumnya. Tentu, Reza memahami perasaan istrinya saat ini karena sudah nyaris lima tahun mereka menikah.
Reza memutar otaknya untuk membuat perasaan sang istri membaik sehingga dia memutuskan untuk bertanya, "hmm, uang kamu masih ada?"
Ada jeda dalam waktu menjawab pertanyaan Reza itu, sepertinya Oliv tengah bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh suaminya itu. "Masih kok, Mas."
"Aku transfer lagi ya, kamu beli aja barang yang kamu mau di sana."
"Nggak usah, Mas. Aku masih ada uang kok."
"Nggak pa-pa, habis ini aku transfer ya."
"Iya, Mas. Makasih."
Tidak ada balasan yang keluar dari mulut Reza setelah istrinya itu mengatakan terima kasih.
Sebenarnya dia tidak mencintai Oliv dan menikahi perempuan itu hanya karena keluarganya yang meminta.
Selama keduanya menikah, mereka belum juga dikaruniai anak yang benar-benar diinginkan oleh Reza.
Tahun lalu adalah tahun terberat bagi mereka karena Oliv harus melakukan pengangkatan rahim karena perempuan itu menderita kanker rahim dengan stadium yang cukup tinggi.
Reza masih setia berdiri di tempat yang sama saat pria itu mengangkat telepon dari istrinya. Setelah mengirim sejumlah uang ke rekening Oliv, seorang pengawal Reza mendatangi pria itu.
"Maaf Tuan, tapi kita harus segera ke perusahaan."
Mendengar ucapan dari pengawalnya itu, Reza kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku dan berjalan menuju parkiran.
"Ya sudah, ayo kita pergi sekarang."
Selama di perjalanan, Reza terlihat begitu asyik menatap jalanan ibu kota yang begitu ramai. Namun, entah bagaimana dia merasa sudah melihat sosok Manda yang tengah berjalan di pinggiran jalan.
Mata Reza terus menatap ke arah sosok itu hingga akhirnya dia meminta sopirnya untuk berhenti.
"Berhenti, Pak!" perintah Reza yang membuat sopirnya bingung. Namun, pria paruh bayah yang sudah lama bekerja dengan Reza itu tidak bisa menghentikan laju mobilnya dan malah membuat Reza marah.
"Berhenti, Pak! Saya bilang berhenti!"
"Tapi, Pak ... ."
Ucapan sopir Reza yang bernama Anto itu langsung terpotong karena tatapan tajam yang dilayangkan oleh Reza.
Dengan cemas, Anto meminggirkan mobil dan Reza segera keluar. Dari kejauhan, pria itu memperhatikan sosok yang dia kira Manda. Namun sayangnya, sosok itu sudah tak lagi dapat dia lihat.
"Shit. Kemana dia!"
Tak butuh waktu lama, Reza kembali masuk ke mobilnya dan meminta Anto untuk segera membawanya ke rumah. Iya, ke rumah karena dia cukup khawatir dengan keadaan Manda. Dia juga tidak bisa menghubungi pekerja di rumahnya untuk menanyakan keberadaan perempuan itu.
Sesampai di rumah, Reza segera berlari memasuki kamarnya dan benar saja, Manda menghilang. Semua pekerja yang ada di rumah pria itu langsung kena imbasnya karena tidak bisa menjaga Manda.
"Jaga satu orang aja kalian nggak bisa!" maki Reza dengan kencang. "Sekarang, cari Manda sampai ketemu!"
Sesuai perintah Reza, semua pengawalnya pergi untuk mencari Manda. Mereka juga diminta untuk tidak pulang sebelum menemukan perempuan itu.
Sampai malam tiba, Reza belum juga mendapatkan informasi mengenai keberadaan Manda. Tidak ada satupun pengawal yang pulang dan mereka terus mencari perempuan itu.
Tepat pukul 12 malam, salah satu pengawal Reza menghubungi pria itu untuk memberitahu informasi yang dia dapat. Manda ternyata berada di sebuah taman kota yang cukup jauh dari rumah Reza.
"Malam Pak Reza, saya menemukan Mbak Manda ada di Taman Hati."
Reza yang mendengar informasi tersebut langsung terlihat begitu lega. Rasa kantuknya kini telah sirna, berganti dengan perasaan semangat untuk dapat bertemu dengan Manda.
"Ya sudah, bawa dia kesini bagaimanapun caranya."
Tentu Reza tak perlu membawa Manda dengan lembut karena perempuan itu sudah membuat kesalahan yang besar setelah kabur dari rumahnya.
Tak lama kemudian, para pengawal Reza datang dan membawa Manda yang terlihat begitu berantakan. Wajah perempuan itu benar-benar lusuh dan tatapan kosongnya membuat Reza kebingungan. Namun, pria itu dengan cepat meminta agar Manda langsung dibawa ke kamarnya.
"Bawa dia ke kamar."
Dengan cepat, Manda dibawa ke lantai dua rumah besar tersebut. Reza tak ikut naik, melainkan pria itu segera mencari Arni, salah satu pembantunya yang dekat dengan Manda.
Saat ketemu, Reza langsung meminta bantuan perempuan itu. "Tolong urus Manda, sepertinya dia butuh teman sekarang."
Walau Arni sedikit bingung dengan permintaan Reza. Namun, perempuan itu tetap mengikuti perintah majikannya.
Arni segera naik ke lantai dua dan masuk ke kamar Reza. Jelas terlihat bahwa kini Manda tengah duduk di lantai kamar majikannya.
Arni berlari menuju Manda yang tengah menatap kosong ke lantai. "Mbak Manda kenapa?" tanya Arni yang berhasil membuat wajah Manda terangkat.
Mata perempuan itu memerah saat menatap ke arah Arni. Tanpa aba-aba Manda menangis dengan cukup kencang. "Arni ... Aku nggak mau tinggal di sini. Aku mau sama Ayah!"
Arni yang paham dengan perasaan Manda langsung memeluk hangat perempuan itu. "Mbak, Ayah Mbak sudah tenang di sana, Mbak nggak boleh nangisin beliau lagi. Mbak tau, beliau pasti sedih ngeliat Mbak begini."
Mendengar ucapan Arni membuat tangis Manda mereda. Perempuan itu melepas pelan pelukannya dan menatap dalam mata Arni dengan dalam. "Ayah liat aku?" tanya Manda dengan suara seperti anak kecil.
Walau sedikit ragu, Arni mengangguk pelan dan membuat Manda mengedarkan pandangannya. "Mana, mana Ayah. Aku kangen Ayah!"
Tangis Manda kembali pecah dan membuat Arni kebingungan. Jiwa Manda sepertinya tengah terganggu karena kehilangan ayahnya. Padahal sudah cukup lama ayahnya pergi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top