TEMAN YANG TULUS

Sepulang dari sekolah, Al dan Ily berada di ruang tengah, rumah Ily. Di meja set sofa berserakan berbagai buku tebal dan buku catatan. Al dan Ily duduk di karpet berbulu halus. Ck! Tubuh mereka seperti ada magnet yang selalu tarik-menarik hingga tidak dapat dipenggal atau dijauhkan sejengkal pun. Di mana ada Ily, di situ pasti ada Al. Mereka tampak serius berpikir, hingga Ily terlihat menggigit ujung bolpoin. Al sesekali memukul-mukulkan bolpoin pada kepalanya.

"Honey," panggil lirih Ily dengan suara manja.

"Hmmmm," jawab Al hanya bergumam tanpa menoleh kepada Ily, karena dia sendiri terlihat berpikir keras.

"Aku enggak bisa ngerjain soal yang ini." Ily melihatkan soal yang terdapat gambar tabung. Al melihat buku Ily dan terlihat serius untuk berpikir.

"Diketahui sebuah tabung memiliki jari-jari 7 senti meter dan memiliki tinggi 5 senti meter. Hitunglah luas permukaan dan volume dari tabung tersebut?" Al membaca pertanyaan yang tidak dipahami Ily tersebut.

"Terus aku gimana ngerjainnya, Honey?"

Al tersenyum dan mengacak rambut Ily pelan.

"Kamu cari dulu luas permukaan tabungnya, setelah dapat hasilnya, baru mengerjakan volume. Kamu tahu rumusnya, kan?" tanya Al menatap wajah Ily yang sedang bingung.

"Pakai yang π x r2 (pi kali r kuadrat) untuk mencari luas permukaan tabungnya?"

"Iya, setelah dapat hasilnya, baru bisa mengerjakan volume. Kamu tahu kan, rumus volume tabung?"

"Iya tahu, nanti hasilnya ini dikalikan tinggi tabung kan, Honey?" jawab Ily sambil menunjuk buku tulisnya.

"Iyaps! Betul banget. Pinter banget sih pacar aku ini. Mana aku kasih hadiah dulu sini." Al lalu mencium bibir Ily.

Sebelum semakin menuntut lebih, Al segera melepaskannya. Dia mengelap lembut bibir Ily bekas ciumannya.

"Sudah selesaikan dulu belajarnya, entar kalau sudah, baru kita main lagi." Al menatap Ily jahil sambil menaik-turunkan kedua alisnya.

"Issssshhh, dasar otak mesum!" cibir Ily, tetapi hatinya juga menginginkan hal itu.

Mereka segera menyelesaikan soal-soal itu, saling membantu. Walau mereka anak yang bandel dan susah diarahkan, untuk belajar, mereka masih punya kesadaran sendiri.

"Yeaaa ... aku sudah selesai!" seru Ily girang mengangkat kedua tangannya.

Al tersenyum melihat wanitanya itu tersenyum girang seperti anak kecil, membuatnya gemas. Al menarik lengan Ily pelan hingga tubuhnya jatuh di pangkuan. Al menatap wajah Ily lekat dan mencium bibir merah delima yang selalu menggoda imannya itu. Suasana panas di luar tak menghalangi mereka untuk berbuat panas di ruang tengah tersebut. Hanya beralaskan karpet berbulu tanpa melepas seluruh pakaian, mereka lagi-lagi melakukan hal itu.

"Makasih, Sayang, pusingku hilang," ucap Al menghempaskan tubuhnya di sofa.

"Sama-sama, Honey," ucap Ily mengelendot manja di dada bidang Al.

Saat Ily memainkan kalung Al, suara dering telepon dari ponsel Al bunyi. Al mengambilnya di meja.

"Siapa yang menelepon, Honey?" tanya Ily curiga.

"Alex, Sayang. Tunggu sebentar, ya?" jawab Al mencium singkat bibir Ily lalu mengangkat teleponnya.

Saat Al ingin sedikit menjauh, Ily segera menarik baju Al dan melendot di dadanya lagi. Al tersenyum menatap Ily, sikap protektif Ily sudah menjadi hal biasa bagi Al. Sambil memeluk Ily, Al menjawab panggilannya itu.

"Halo, Bro," sapa Al kepada orang di seberang sana.

"...."

"Oke, nanti malam jam dua gue sama Ily datang," jawab Al lalu memutuskan panggilannya.

"Ada apa?" Ily langsung menyerbu Al dengan pertanyaan.

"Ada acara di jalan Sudirman nanti malam, aku diminta jadi DJ di sana. Kamu mau ikut?" tanya Al menatap wajah Ily yang bermanjaan di dadanya, sambil memainkan ujung jarinya di area dada itu. Membuat si pemilik dada merasa geli dan merinding.

Kini saat mereka saling menginginkan, tak ada lagi rasa sungkan dan malu untuk memintanya. Bagi mereka melakukan hal itu sudah hal biasa dan rutinitas mereka setiap hari kecuali saat Ily sedang berhalangan. Namun, mereka punya cara lain untuk tetap melakukan hal itu. Sungguh pergaulan yang sangat salah dan ini tidak pantas dicontoh. Mereka tidak lagi mengenal waktu untuk melakukan hal itu.

***

Dini hari, Ily dan Al menyusuri jalan yang ramai anak muda untuk sekadar nongkrong atau berkeliling karena besok Minggu. Al memarkirkan mobil Jazz yang selalu dia pakai saat ada permintaan men-DJ. Al turun dari mobil lalu membukakan pintu untuk Ily.

"Aaaaaaaaa, Ily." Wanita itu riang menghampiri Ily yang baru saja datang.

"Corin?" gumam Ily sambil mengerutkan dahi

Pasalnya Corin tidak pernah terlihat di acara seperti ini. Baru kali pertama Corin terlihat di luar rumah hingga larut malam.

"Lo sama siapa, Rin?" tanya Ily penasaran.

"Sama cowok baru gue dong, Ly," jawab Corin sambil menggandeng tangan Ily.

"Siapa cowok baru lo, Rin?" tanya Al tak kalah penasaran dengan Ily.

"Tuh pacar baru gue," tunjuk Corin dengan dagu kepada seorang remaja yang sedang bercanda dengan segerombolan orang.

"Faiz?" ucap lirih Ily dan Al lalu mereka saling memandang penuh arti.

"Bebe!" panggil Corin kepada orang itu. Lelaki itu menoleh lalu menghampiri mereka.

Dengan cepat Al meraih pinggang Ily, merangkulnya posesif.

"Bebe, kenalin, nih teman aku, satu sekolahan," ujar Corin mengenalkan pacar barunya kepada Al dan Ily.

"Faiz," ucap lelaki itu mengulurkan tangannya. Saat Ily ingin menyambut dengan cepat Al menyalami Faiz.

"Gue Al dan ini pacar gue, Ily," jawab Al menekan setiap katanya.

Faiz menatap tubuh ramping dan sexy Ily dari atas hingga bawah, membuat Ily merasa risih dengan tatapan itu. Al yang menyadari tatapan tergoda itu lalu mempererat pelukan di pinggangnya.

"Hati-hati, noh mata hampir mau lepas dari tempatnya. Memang ya, rumput tetangga lebih hijau. Makanya, punya rumput sendiri disirami, biar terlihat tetap hijau. Jadi, enggak ngelirik rumput tetangga," ujar Al yang menjurus menyindir Faiz.

Faiz bukannya merasa tersindir, dia justru mengerling menggoda Ily. Al terlihat menghela napas sejenak, hatinya merasa bergemuruh panas, ingin sekali dia mencongkel kedua mata Faiz.

"Issssshhh, lo terlalu over protektif dan teropsesi sama cewek lo!" ujar Faiz.

"Memangnya kenapa kalau gue begitu, hm? Gue suka terobsesi dan over protektif sampai-sampai kehilangan kontrol kalau menyangkut dia. Rasanya gue pingin membunuh siapa pun yang menatap dia, bahkan gue kesal kalau ada yang sampai memikirkan dia," jelas Al dengan emosi yang mulai membara dan matanya menyalang amarah yang tertahan.

"Sabar, Brother Al."

Dion yang baru saja datang melerai mereka sebelum terjadi pertumpahan darah. Dion menepuk bahu Al agar dia dapat mengontrol emosinya. Al menghela napas dalam mengurangi rasa kesalnya.

"Sudah, lo masuk sana dan putar musik untuk kita bersenang-senang," suruh Dion pada Al.

Dion sangat tahu bagaimana sifat Al jika sudah menyangkut Ily. Sebelum Al melayangkan bogeman mentah pada wajah Faiz, sebaiknya Dion melerainya.

Al menarik tangan Ily agar ikut masuk ke mobil. Al tidak mau jika Ily tersentuh sedikit pun oleh orang lain. Apalagi sampai ada mata seorang bajingan yang haus nafsu menatap tubuh Ily, rasanya Al ingin sekali mencokeli mata mereka semua.

"Kamu di sini nemenin aku! Jangan keluar kalau enggak bersama aku." Al mewanti-wanti Ily.

"Iya, iya, Honey," jawab Ily pasrah.

Al mencium bibir Ily sebelum masuk ke bagasi yang sudah siap dengan berbagai alat DJ. Faiz mengajak Corin menjauh dari mobil Al karena dia salah satu joki yang akan ikut balapan malam ini. Faiz, orang yang terkenal di kalangan balap liar situ. Sudah tidak diragukan lagi soal kecepatan dan kepawaiannya mengendalikan mobil modifikasi untuk balap liar.

Al mulai melakukan tugasnya, sesekali Al melirik Ily yang duduk diam sambil mengerucutkan bibirnya. Al sebenarnya tahu jika Ily bosan didiamkan begitu, tetapi itu lebih baik untuk menjaganya. Ily terkadang merasa seperti dipenjara karena Al yang super posesif. Namun, dia meyakinkan kembali pada dirinya, jika Al berbuat seperti itu untuk kebaikannya.

"Honey, aku bosan," rajuk Ily manja dan menarik ujung kaus Al. Sebenarnya Al tahu, tetapi dia pura-pura tak acuh dan tetap melanjutkan aksinya.

"Ihhhsss, dasar! Sebel deh kalau begini!" gerutu Ily pelan sambil menghentakkan kakinya. Al yang melirik Ily menahan tawa, dia mengulum bibirnya.

Malam semakin larut, pesta juga sudah selesai. Al turun dari mobil sambil menggandeng Ily. Mereka menghampiri Dion dan segerombolan teman-teman yang sudah mengenal Al.

"Good, Bro Al. Selalu puas kita dengan perfom lo!" sahut Bian salah seorang teman Al.

"Thanks, Bro," ucap Al memukul kecil bahu Bian.

"Nih, minum dulu," ujar Dion menjulurkan sloki pada Al. Al mengambilnya lalu meminumnya.

"Ly buat lo." Brian memberikan kepada Ily, tetapi Al mencegahnya.

"Jangan, ya? Kamu sudah keseringan minum. Minum yang non-alkohol, ya?" Al melarang lembut agar Ily tidak tersinggung.

"Aaahhhh, Honey ... enggak afdol dong kalau nongkrong enggak minum," rengek manja Ily membuat semua yang di situ merasa gemas melihatnya.

"Iya Ly, turutin aja Al, daripada entar tuh tanduk keluar dari kepalanya, lebih bahaya," sahut Brina, pacar Dion.

"Ihhhh, lo Na, ikut-ikut aja! Bela gue napa?" jawab Ily tak terima. Semua orang semakin dibuat Ily tertawa karena melihat manjanya Ily.

Al mengambilkan sebotol jus instan yang dingin di mobil Dion. Mereka sudah terbiasa seperti itu.

"Al, gue sudah transfer ke rekening lo," ujar Dion saat Al sedang membukakan tutup botol untuk Ily.

"Makasih, entar gue cek deh."

Saat sedang asyik bercanda gurau, tiba-tiba telinga mereka terusik dengan teriakan wanita. Tawa mereka terhenti dan mendengarkan sumber suara. Ternyata suara itu terdengar dari salah satu mobil yang terparkir sendiri di ujung jalan, di bawah pohon tanpa penerangan. Gerombolan Al tadi berlari menghampiri mobil itu. Al menggedor kaca mobil. Ily yang mengintip dari kaca melihat Corin memberontak di bawah tubuh seorang pria.

"Bangsat! Buka anjing!" umpat Ily sambil menggedor keras kaca mobil Faiz.

Faiz yang merasa terkepung segera melepas Corin. Corin dengan cepat membuka pintu lalu memeluk Ily. Dia menangis sesenggukan di perlukan Ily. Al menyeret tubuh Faiz keluar dari mobil.

Buggg! Buggg! Buggg!

Al menghadiahi bogeman mentah di wajah Faiz hingga berulang-ulang kali.

"Anjing! Bangsat! Bajingan!" umpat Al bertubi-tubi dengan emosi meluap-luap. Dion mencegah tangan Al yang ingin menambahi pukulannya pada Faiz.

"Sudah Al, biarkan dia diurus yang lain. Ayo kita pergi dari sini," ajak Dion yang sudah mengisyaratkan kepada yang lain untuk mengurus Faiz. Karena keadaan Faiz yang sudah mabuk berat membuat dia tak berdaya.

Corin masih saja menangis di pelukan Ily. Ily mengajak Corin masuk ke mobil Al. Sedangkan Al mengambilkan air mineral untuk Corin. Ily dan Briana menenangkan hati Corin. Rasa menyesal menjalar di hati Corin karena hasutan pacar barunya membuat dia hampir saja ternodai. Untung ada Al dan teman-temannya, Corin tak menyangka pacar barunya akan berbuat itu padanya.

"Nih, diminum dulu Rin, biar hati lo lebih tenang," ujar Al sambil menyodorkan air mineral pada Corin.

Setelah Corin minum, perasaannya lebih tenang. Teman-teman yang lain kembali ke mobilnya masing-masing. Tinggal Al dan Ily yang berada di mobil itu menemani Corin.

"Terima kasih kalian sudah nolongin gue," ucap Corin tulus sambil menyeka air matanya.

"Sudah menjadi kewajiban kita untuk saling menjaga, Rin. Lo harus pintar-pintar milih teman kalau di tempat seperti ini. Gue memang bejat, tetapi gue tahu batasan dan cuma satu wanita yang gue tiduri, hanya dia juga yang membuat gue selalu bisa mengontrol pergaulan biar tidak semakin terjerumus lebih dalam lagi," ujar Al merangkul Ily.

"Gue dan Al memang sudah rusak Rin, tetapi gue enggak mau lihat teman gue dirusak orang. Cukup gue dan Al yang begini, jangan sampai lo ikutan terjerumus seperti kita," nasihat Ily lembut sambil mengusap punggung Corin.

"Sekarang lo pulang, ya? Gue dan Ily yang atar lo," ujar Al, tangannya dicegah Corin.

"Gue enggak mau pulang ke rumah, Al. Gue tadi bohong sama orang tua," jelas Corin membuat Ily dan Al menghela napas berat.

"Lo bilang apa sama orang tua lo, Rin?" tanya Ily menatap tajam ke arah Corin.

"Gue bilang belajar bersama dan akan menginap dirumah Putri," jawab Corin takut sambil memainkan ujung bajunya. Al dan Ily saling menatap lalu mereka tersenyum.

"Oke, malam ini lo nginep di rumah gue. Tapi gue enggak mau lagi lo keluar malam sama orang yang enggak jelas dan jangan lagi lo berbohong sama orang tua lo. Ngerti kan, lo?" jelas Ily mendapat anggukan dari Corin.

Sekali berbohong akan seterusnya berbohong untuk menutupi kebohongan yang sudah-sudah. Seorang teman yang baik akan melindungi temannya walau dirinya sendiri belum tentu baik. Dia tidak akan rela jika teman baiknya mengikuti jejak yang dia sendiri menyadari bahawa langkahnya itu salah. Teman yang baik tidak akan menjerumuskan temannya sendiri di lubang yang sama dengannya. Dia akan berusaha agar temannya tidak jatuh di lubang yang sama dengannya. Pintar-pintarlah memilih dan bergaul dengan teman. Teman yang baik banyak, tetapi teman yang tepat itu seribu satu di dunia ini.

##########

Oh Corin maafkan aku, Sayang. Peranmu di part ini terlalu berat. Hihihi. Terima kasih atas vote dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top