KEMUNCULANNYA

Sinar matahari menyelusup dari celah jendela kamar yang bernuansa biru laut itu. Mata cantik Ily mengejap untuk memperjelas pandangannya. Telinganya terusik sepagi ini karena pintu kamarnya terketuk.

"Ily, bangun, Sayang. Mommy sama Daddy tunggu kamu di bawah," pekik Widya dari depan pintu kamar Ily.

Rasa kantuk yang teramat membuat Ily malas membuka mata. Saat dia menyadari sesuatu yang berbeda dari hari-hari biasanya, lalu dia cepat membuka mata.

"Oh my God, Mommy, Daddy, kenapa mereka pulang? Kapan mereka datangnya?" gumam Ily yang langsung duduk menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.

Perut rampingnya masih terasa berat karena tertimpa tangan kekar yang semalaman memeluknya. Ily melihat Al yang tidur tengkurap dengan tubuh naked dan hanya tertutup bed cover.

"Honey, bangun." Ily mengguncangkan tubuh Al.

"Lima menit lagi, Sayang. Jam berapa sih ini?" tanya Al, matanya masih terpejam. Ily melihat jam dinding, menunjukan pukul 05:45 WIB.

"Honey, Daddy sama Mommy pulang," ujar Ily berbisik, membuat mata Al langsung terbuka sempurna.

Debaran dalam jantungnya terpacu cepat. Ada rasa takut dan khawatir dalam dirinya.

"Terus aku keluarnya gimana dong, Yang?" tanya Al kini menidurkan kepalanya di dada Ily yang hanya tertutup bed cover.

"Aku mandi dulu, nanti kita pikirkan lagi. Kamu tunggu aku di sini, jangan ke mana-mana. Oke?" ujar Ily lalu pergi ke kamar mandi tanpa menunggu jawaban Al.

Setelah selesai membersihkan diri, Ily memakai seragam sedangkan Al gantian masuk ke kamar mandi. Debaran jantung Ily berpacu kencang. Ada rasa takut untuk menemui orang tuanya. Ily menarik napas dalam lalu dia membuka pintu kamar. Ily berjalan menghampiri orang tuanya yang sudah menunggu di meja makan. Daddy-nya sudah sibuk mengecek email di ponsel sedangkan mommy-nya sibuk menerima telepon dari rekan bisnis. Ily memutar bola matanya jengah.

"Kalau masih sibuk begitu, mending enggak usah pulang sekalian," gerutu Ily yang sudah turun sampai di tangga terakhir. Ily berjalan menghampiri meja makan lalu duduk di salah satu kursi.

"Selamat pagi, Dad, Mom," sapa Ily hanya ditanggapi senyuman sekilas dari orang tuanya.

Ily merasa menjadi anak yang tak diacuhkan. Ada rasa sedih yang teramat menjalar di dadanya. Ternyata pekerjaan orang tuanya lebih penting daripada menanggapinya. Hatinya terasa sakit, dadanya kembang kempis menahan sesak. Ily mengambil roti tawar dengan perasaannya yang tak keruan, Ily berusaha menahan tangisnya.

Pikirannya saat ini hanya Al, cuma dia yang selalu ada di sampingnya. Lelaki itu yang selalu tahu apa yang terjadi dan apa yang dia butuhkan. Mungkin saja orang tuanya tidak mengenal siapa anak gadisnya sekarang. Oh, bukan gadis, tetapi seorang wanita yang terenggut kesuciannya. Apa mereka memikirkan sejauh itu?

Entahlah, yang ada dalam pikiran orang tua Ily hanya melihat anaknya sehat dan baik-baik saja. Pendidikannya lancar dan selalu mendapat peringkat. Tidak memikirkan dengan siapa dan bagaimana pergaulannya.

"Ily, Mommy sama Daddy mau pergi ke Aussie. Mungkin saja kami di sana dua minggu," kata Widya mengelus rambut Ily.

"Oh, begitu ya, Mom? Baiklah, hati-hati dan jaga kesehatan kalian," jawab Ily berusaha santai. Namun, hatinya bergemuruh panas dan sakit. Seakan-akan hatinya terasa seperti dicubit-cubit dan disayat-sayat.

"Uang jajan sudah Mommy tranfer ke rekening kamu. Oh, iya, kemarin Mommy dapat telepon dari gurumu, katanya tes semester kamu mendapat peringkat kedua? Selamat ya, Sayang. Mommy bangga punya anak yang pengertian dan pintar seperti kamu," ujar Widya panjang lebar ditanggapi Ily hanya senyuman tipis.

"Kamu mau minta apa untuk hadiah, Ily? Mobil keluaran terbaru atau apartemen atau apa? Sebutkan saja, Daddy akan membelikan untukmu," timpal Fauzan dengan santai. Hati Ily semakin sakit.

Tidak semua di dunia ini dapat dibeli dengan uang dan diukur dengan materi. Anak tidak hanya butuh materi semata. Dia membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Apalagi anak yang baru saja beranjak remaja seperti Ily, yang masih harus mendapatkan ekstra pengawasan ketat dan pendekatan orang tua. Bimbingan keluarga berpengaruh besar untuk tumbuhnya anak, berkembangnya sikis dan pikiran anak.

Ily hanya butuh kalian ada di rumah, memerhatikanku, kata itu hanya dapat diucapkan Ily dalam hati. Entah mengapa bibirnya kelu untuk mengeluarkan kata-kata itu. Akhirnya dia hanya bisa menggeleng dan menahan air matanya.

"Baiklah kalau begitu, Daddy sama Mommy berangkat dulu ke kantor. Kalau butuh sesuatu hubungi Daddy atau Mommy, ya?" Fauzan lalu mencium pucuk kepala Ily.

"Kamu jaga diri baik-baik, ya? Mommy sama Daddy percaya kamu anak baik-baik. We love you, Sayang?" timpal Widya lalu mencium kedua pipi Ily dan terakhir yang membuat hati Ily merasa tersentuh, saat bibir kenyal mommy-nya lama menempel di kening.

Rasa rindu yang Ily pendam selama ini, ingin rasanya dia tumpahkan kepada orang tuanya. Ily rindu pelukan dan bermanjaan dengan mereka.

I love you, Mom, Dad, suara Ily tertahan di tenggorokan karena menahan tangis.

Setelah orang tua Ily keluar meninggalkan dia sendiri di meja makan, dia menumpahkan air mata yang sedari tadi ditahan. Tangisannya semakin kencang hingga terdengar sampai di kamar. Al yang sedari tadi menunggunya di kamar, sedang bermain ganged-nya, tersentak kaget lalu berdiri ingin membuka pintu kamar.

Namun, hatinya takut, bagaimana jika orang tua Ily tahu kalau ada dia di rumah ini? Pikiran dan hati Al berkecamuk, rasa takut, tetapi dia mengkhawatirkan keadaan Ily. Ada apa dengan kekasihnya sehingga menangis menyayat hati seperti itu?

Dengan tekad bulat, Al membuka pintu, di pikirannya hanya ingin tahu apa yang terjadi dengan wanitanya itu. Al tidak peduli lagi jika orang tua Ily sampai tahu keberadaannya di rumah itu. Dia tergesa menuruni anak tangga lalu menghampiri Ily yang menangis di meja makan, sendiri tanpa orang tuanya. Perasaan khawatir Al memenuhi rongga dadanya, segera dia memeluk Ily, memberi ketenangan pada kekasihnya itu.

"Sayang, ada apa? Kenapa kamu menangis? Hm? Ceritakan padaku," tanya Al dengan wajah khawatir dan debaran jantung yang keras.

Ily memeluk pinggang Al dan menangis di perutnya, hingga baju Al basah karena air matanya. Ily semakin memeluk pinggang Al erat, membuat perasaan Al semakin tak keruan.

"Jawab, Sayang, ada apa?" Al menangkup pipi Ily dan mengarahkannya menengadah agar melihat wajah Al. Dengan wajah yang basah air mata dan sesenggukan, Ily menatap lekat wajah Al.

"Kamu akan selalu bersamaku kan, Honey? Kamu tidak akan pernah ninggalin aku kan, Honey? Kamu sudah janji dalam kondisiku bagaimana pun, kamu tetap akan ada untukku," tungkas Ily dengan air mata bercucuran.

Napas Al memburu, ada rasa takut dengan ucapan Ily barusan. Apa Al sudah siap dengan kondosinya sekarang jika memang itu terjadi? Mereka masih sekolah, bagaimana nanti mereka menjalani kehidupan yang ternyata, itu berat. Ada rasa takut menjalar di hati Al. Al menghela napas berat lalu dia mengangguk.

"Iya, aku akan selalu ada buat kamu dan akan selalu di samping kamu." Dengan berat hati, akhirnya Al mengeluarkan kalimat itu.

"Hanya kamu yang aku punya sekarang. Cuma kamu yang selalu ada untukku dan cuma kamu yang dapat memahami aku," ucap Ily semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Al.

Al masih mencerna setiap pembicaraan Ily, dia terdiam mematung sambil mengelus rambut Ily lembut. Bayangan Al menerawang jauh ke depan. Apa yang terjadi jika itu memang terjadi?

Seharusnya peran orang tua itu lebih penting daripada peran seorang kekasih untuk perkembangan anaknya. Di usia anak yang sudah tumbuh remaja dan seusia mereka sangat rentan dalam pergaulan. Rasa penasarannya yang besar, rasa ingin mencoba hal baru, dan rasa yang membutuhkan perhatian.

Usia mereka yang masih mencari jati diri membuat orang tua harus selalu memberi pengarahan dan bimbingan agar anak tidak melangkah di jalan keliru yang akan merugikannya nanti. Jika sudah telanjur seperti Ily begitu, yang dia kenal hanya Al. Dia sudah tidak memedulikan orang tuanya. Kata manis Al membuat dia selalu yakin jika Al akan selalu ada di sampingnya. Apa itu dapat dipercaya dan dapat menjadi sebuah pedoman untuknya?

Lidah tak bertulang dengan mudah mengucap kata manis yang membuat orang terbang melayang. Pemikiran orang dapat berubah-ubah, sedetik semua bisa bereda. Kita tidak akan pernah tahu rintangan apa yang menanti di depan sana. Badaikah atau hanya sekadar angin lalu?

Itu semua masih rahasia Tuhan. Kita hanya dapat berusaha yang terbaik dan menjalaninya. Segalanya di tangan Tuhan, hanya Dia yang tahu perjalanan hidup yang akan kita lalui. Suka atau duka di kehidupan kita ke depannya, tergantung kita yang menebar benih kehidupan saat ini.

Al melepas pelukannya lalu menghapus sisa air mata Ily. Al mencium kening Ily lembut, menyalurkan rasa cinta dan sayangnya. Perhatian yang seharusnya Ily dapat dari orang tua kini didapat dari Al. Kasih sayang dan perlindungan orang tua kini digantikan oleh Al.

"I love you, Sayang," ucap Al tulus.

"I love you too, Honey," jawab Ily tersenyum manis.

"Kita berangkat sekolah yuk! Tapi pulang dulu ke rumahku, ya?" ujar Al membantu Ily berdiri.

"Aaahhh, Honey, nanti kita telat masuk sekolah. Waktunya sudah mepet. Aku enggak mau dihukum."

"Sebentar, Sayang, cuma ganti seragam terus kita berangkat. Nanti dari rumahku, kita pakai motor biar cepat ke sekolahnya, ya?" bujuk Al.

Al sangat tahu bagaimana kekasihnya itu jika sudah punya keinginan sulit untuk ditolak.

"Iya sudah, ayo buruan, entar kita telat!" ajak Ily menarik tangan Al.

Al tersenyum melihat Ily yang kembali ceria dan cepat melupakan kesedihannya.

Sepanjang perjalanan menuju ke rumah Al, mereka bercanda gurau melupakan apa yang terjadi di pagi tadi. Suasana hati Ily cepat berubah ketika bersama Al. Dia bisa lebih tenang dan nyaman jika berada di samping Al. Setelah sampai di rumah Al, segera dia mengganti seragam. Al mengeluarkan motor Ninja 125 RR merah dari garasi.

"Honey, aku kan, pakai rok. Gimana naiknya?" tanya Ily saat ingin naik ke boncengan.

"Kamu ganti celana panjang dulu gih! Kan, celana kamu ada yang ketinggalan di lemariku," ujar Al lalu Ily masuk ke rumah.

Sudah biasa bagi mereka keluar masuk di rumah pasangannya. Tak ada lagi rasa sungkan di antara mereka. Al menunggu Ily, beberapa menit akhirnya Ily datang dan membonceng di belakang Al. Ily memeluk perut Al dan menempelkan bagian depan tubuhnya di punggung Al tanpa ada celah.

Tak ada rasa risih di antara mereka lagi. Al melajukan motornya, mengejar waktu agar mereka tidak terlambat masuk sekolah. Sesampainya di sekolah, saat masih di parkiran, mata Al terbelalak dan debaran jantungnya kembali terpacu. Ily tidak menyadari hal itu karena Al menghadap lurus.

Mata Al menangkap wanita cantik bertubuh ideal, ramping, berambut panjang, dan wajah yang tak asing lagi baginya. Debaran di jantung Al semakin kencang saat wanita itu berjalan mendekatinya dan Ily. Dengan senyum menawan, gadis itu menghampiri motor Al, sedangkan Ily sudah turun dari motor.

"Nissa?" ucap Al membuatIly menatap gadis yang kini ada di depan mereka.

"Hai, Al. Apa kabar?"

Al menoleh ke belakang, melihat perubahan wajah Ily yang sudah memerah menahan amarah dan mungkin cemburu. Masih ada sedikit rasa bergetar di hati Al saat melihat gadis di depannya itu. Tanpa mengucap sepatah kata pun, Ily pergi meninggalkan Al, sedangkan Al bingung harus berbuat apa. Jujur, di hatinya masih menyimpan rindu kepada gadis yang saat ini berdiri di hadapannya itu. Namun, di sisi lain, Ily kini sudah resmi menjadi kekasihnya.

"I miss you, Al," ucap Nissa yang kini mendekati Al.

Al masih terdiam, mematung melihat punggung Ily yang menjauh dan semakin lama menghilang di tikungan koridor sekolahan.

"Kapan kamu pulang dan apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Al tanpa menatap wajah Nissa.

"Apa kamu tidak merindukanku, Bebe?" tanya Nissa mengalihkan pertanyaan Al.

"Jawab pertanyaaku sekarang, Nissa."

"Kemarin pagi aku sampai di bandara. Kenapa kamu tidak menjemputku, Bebe? Aku datang ke rumah kamu, tapi kata penjaga rumah, kamu tidak ada. Aku sekarang sekolah di sini dan sepertinya kita satu kelas, Beb," jelas Nissa membuat Al dilanda rasa dilema.

"Aku merindukanmu, Beb," rajuk Nissa manja bergelayut di lengan Al.

###########

Oh Nissa akhirnya kamu keluar juga, Sayang.
Wkkwkwkkwkwkk. Yang tidak asing dengan nama ini jangan protes!

Makasih vote dan komentarya
Love you all.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top