BELAJAR DARI PERPISAHAN

Aktivitas kembali seperti semula, Ily sibuk membuat kue dan belajar memasak dibantu Neneng. Sedangkan Al semakin disibukan oleh Mora dengan beban pekerjaan yang lebih banyak. Kini Al harus berbelanja sendiri barang yang akan dijual di kantin. Niat Mora hanya ingin melatih Al berbisnis. Agar dia tahu seluk-beluk berbisnis. Mora semakin ketat mengawasi Al dan Ily, seminggu sekali Mora menyeberang ke Banyuwangi.

"Yang, kamu mau ikut aku belanja ke Roxy, enggak?" tanya Al saat merapikan pakaian ke lemari.

Ily yang tadinya sedang membuat makan malam untuk mereka menoleh. "Mau, Honey, sekalian belanja bahan kue dan beras kita juga tinggal sedikit."

"Habis makan, kita siap-siap, ya? Aku pinjam motor Supri dulu," ujar Al lalu mengambil HP-nya, menghubungi Supri.

Tak berapa lama Supri datang saat mereka sedang menyantap makan malam. Supri berdiri di ambang pintu, hanya untuk menyerahkan kunci motor lalu dia pulang. Sudah menjadi hal biasa saat Al ingin belanja bahan dagangannya, meminjam motor anak buahnya. Saat ini memang Al hanya bisa meminjam, karena belum memungkinkan untuk membeli kendaraan sendiri.

Sekarang roda dua bagi mereka sangat mahal. Berbeda saat dulu mereka masih ikut bersama orang tua. Semua dengan mudah mereka beli dan dapatkan. Selesai makan malam, mereka bersiap lalu berangkat ke kota. Mereka menikmati perjalanan di bawah langit gelap kota Banyuwangi, hanya penerangan lampu kota yang menjadi pencahayaan malam itu. Roda motor sederhana menyusuri perjalanan yang suatu saat nanti akan jadi kenangan di masa depan.

"Honey, aku suka dengan kota ini. Aku sudah jatuh cinta pada kota ini. Aku ingin tinggal di sini, merajut asa bersama kamu," ucap Ily memeluk perut Al dari belakang dan menempelkan pipinya di punggung.

Al tersenyum mendengar kata-kata istrinya itu. Al juga merasa nyaman tinggal di kota yang sudah mengajarkannya banyak hal, tentang arti kehidupan sesungguhnya. Arti sebuah kerja keras untuk menghasilkan pundi-pundi uang demi menyambung hidup. Saat melewati taman kota, Al memarkirkan motornya. Ily menyapu pandangan ke seluruh penjuru taman.

"Honey, mau ngapain kita ke sini?" tanya Ily saat turun dari motor.

"Kita pacaran dulu di taman ini. Sudah lama kita enggak pacaran dan jalan-jalan. Aku mau kita nikmati udara malam kota tercinta kita ini," jawab Al melepas helemnya dan membantu Ily membuka helem.

"Oooouh, Honey, so sweet, aku jadi terharu. Walau kita hidup sederhana, tapi kamu tetap jadi sahabat hidupku. Aaaaaaah, makin cinta ama kamu, Honey." Ily memeluk lengan Al manja.

"Iya dong, harus! Walau sudah menikah dan sampai nanti kita jadi tua, aku akan berusaha tetap sama dan cintaku enggak akan berkurang, justru akan aku tambah dan pupuk setiap harinya agar tidak pernah mati untukmu," ujar Al mencolek hidung Ily membuat perasaan Ily sangat bahagia.

Al memang pintar menerbangkan Ily. Mereka bergandengan tangan menyusuri pinggir taman kota. Di sepanjang jalan, Al dan Ily melewati kedai-kedai yang menjajakan berbagai makanan. Al menghentikan jalannya dan mengajak Ily duduk di salah satu lesehan.

"Kamu mau minum atau makan sesuatu?" tanya Al menatap

Di bawah pohon palem yang tumbuh di sepanjang pinggir taman, mereka menikmati kesejukan di malam yang indah kota Banyuwangi.

"Aku mau minum jus alpokat saja. Tadi kan, kita sudah makan," jawab Ily manja yang membuat Al merasa kembali hidup setelah merasa kehilangan.

Ternyata perpisahan dapat mengajarkan kita untuk lebih menghargai kebersamaan. Seseorang yang terbaik bukanlah orang yang datang dengan segala kelebihannya. Namun, seseorang yang bertahan karena segala kekurangannya. Semua orang mampu menerima kelebihan kita, tetapi apakah juga mampu menerima kekurangan kita?
Ada! Cinta yang tulus dan ikhlas yang mampu menerima segala sesuatu diri kita. Cinta yang akan melengkapi kekurangan dua insan manusia yang mau bersyukur atas nama cinta.

"Ya sudah, aku pesan dulu, ya?" ujar Al mengelus pipi Ily.

Al berdiri mendekati salah satu kedai yang menjual aneka jus. Setelah memesan, Al kembali menghampiri Ily yang duduk bersandar di pohon palem sambil mengelus perutnya yang sudah terlihat membesar. Al tidur di tikar, kepalanya ditidurkan di pangkuan Ily. Al memejamkan mata, mengkoreksi kesalahan yang sudah dia perbuat hingga menyakiti Ily. Ily menunduk menatap Al yang sedang memejamkan mata, dia tersenyum dan mengelus rambut Al pelan membuat Al merasa nyaman.

"Yang," ucap lirih Al lalu membuka matanya menatap wajah Ily yang menunduk padanya. "Soal surat pemberitahuan agar aku mau cerai itu, kamu yang kirim?" tanya Al hati-hati.

Sebenarnya Al sudah tidak mau membahas masalah itu lagi, karena dia masih penasaran, terpaksa membuka luka yang belum kering itu.

Ily tersenyum manis. "Itu ide Om Choky yang pengin melihat respons kamu saja. Aku hanya mengikuti permainan mereka," jelas Ily membuat Al semakin penasaran.

"Jadi ...?" tanya Al bangkit dari rebahannya langsung duduk menunggu jawaban Ily.

Ily tersenyum menjulurkan kedua kakinya. "Sepulang dari kelab itu, aku enggak langsung ke Banyuwangi. Aku datang ke Singaraja. Kebetulan Om Choky sedang off, enggak ada schedule flight, aku waktu itu bingung harus lari pada siapa, yang ada dalam otakku saat itu cuma pengin pulang ke rumah Tante Mora."

"Pasti Om Choky marah banget. Terus yang menulis surat itu siapa? Pakaian kamu yang ambil siapa?"

"Tante Mora menghubungi pemilik kos dan salah satu anak buah kamu yang enggak jaga disuruh Tante Mora menulis surat itu, kata-katanya dari Tante. Masa kamu enggak hafal tulisanku sih, Honey?" cibir Ily manja memainkan retsleting jaket Al.

"Maaf, aku kan, waktu itu kalut, dalam pikiranku cuma kamu, enggak memerhatikan cara penulisannya. Terus kamu selama dua bulan di mana?"

"Aku ada di salah satu villa Om Choky, di Banyuwangi juga. Tadinya Om sama Tante bersepakat pengin menyembunyikanku di villa Bedunggul. Tapi aku minta di daerah Banyuwangi, biar bisa dapat informasi tentang kamu," terang Ily membuat Al tersenyum.

"Terima kasih ya, Sayang, di saat aku sudah menyakiti hati kamu, tapi kamu tetap masih memerhatikanku," ucap Al menyesal dan menunduk.

"Ini kesempatan pertama dan terakhir untuk kamu. Kalau kamu ulangi lagi, aku benar-benar akan pergi meninggalkan kamu dan aku enggak akan lagi menemui kamu!" ancam Ily serius membuat Al bergidik ngeri dan takut.

"Enggak, enggak, enggak, aku enggak mau, Sayang," sahut Al cepat menatap Ily memelas dan menggeleng.

Ily tersenyum melihat suaminya menyesal. Penjual jus mengantar pesanan mereka. Sambil mengobrol ringan, Al dan Ily menghabiskan jus itu.

Al melihat jam tangannya. "Sudah jam delapan, Yang, kita ke Roxy sekarang, ya? Takut keburu tutup," ajak Al dijawab anggukan Ily.

Al berdiri terlebih dulu lalu membantu Ily berdiri. Ily sangat kesusahan saat berdiri, karena terhalang perutnya yang sudah besar. Setelah Al membayar jus tadi, mereka kembali menyusuri jalanan, menuju salah satu pusat perbelanjaan. Al menggandeng Ily masuk ke gedung itu.

"Honey, pakai keranjang belanjaan sendiri-sendiri, ya? Jangan dicampur belanjaan pribadi sama barang dagangan," ujar Ily menarik trolley.

"Kamu jangan angkat berat-berat." Al yang ikut menarik trolley.

"Iya, iya, Honey," jawab Ily lalu mereka masuk ke bahan makanan dan bahan pokok.

Mereka sibuk mencari kebutuhan yang diperlukan. Sesekali Al melihat pergerakan Ily. Saat Ily ingin mengangkat beras ukuran lima kilogram, Al menghela napas dalam lalu menghampirinya.

"Bandel!" tukas Al menyentil hidung Ily pelan, terkesan mesra. Ily mengusap hidungnya sambil melihat Al yang mengangkatkan beras lalu dimasukan ke trolley-nya.

"Terima kasih, Honey," ucap Ily sangat manis, Al tersenyum lalu mengacak rambutnya pelan.

Al selalu memanjakan Ily, dari dulu mereka masih pacaran. Bagi Al, Ily adalah harta yang sangat berharga daripada materi yang dia miliki. Apalagi saat ini Ily sedang mengandung buah hati mereka, Al semakin over protektif menjaganya. Ily melanjutkan belanja begitupun Al. Setelah selesai, semua yang dibutuhkan masuk ke trolley, Ily dan Al ke kasir untuk membayar. Ily selalu mengingatkan Al agar tidak mencampur uang pribadi mereka dengan uang usaha. Ily takut jika tercampur akan runyam hitungannya dan usaha akan terganggu.

"Mau lihat ke sana dulu, Yang?" tanya Al menunjuk tempat pakaian.

"Lihat aja dulu, Honey," jawab Ily diangguki Al.

Mereka masuk ke tempat itu. Saat Ily melihat baju yang dia suka, saat ini hanya bisa melihat dan mengaguminya. Al melihat arah pandang Ily dan tersenyum manis.

"Kamu mau baju itu?" tanya Al mengajak Ily mendekati.

Ily melihat bandrol baju itu.

"Honey, harganya 129.900, mahal!" bisik Ily pelan di telinga Al.

"Ambil saja, enggak apa-apa. Aku ada kok uangnya," balas Al berbisik di telinga Ily.

Ily membolak-balikan baju itu di depan badannya. Dia menyadari sesuatu saat melihat perutnya yang buncit. Ily mengembalikan baju itu pada tempatnya.

"Loh, kenapa dikembalikan?" tanya Al heran menatap Ily.

Ily menoleh pada Al. "Kalau aku minta yang lain, boleh?" tanya Ily dengan wajah yang menggemaskan.

"Boleh, kamu mau minta apa?"

"Aku mau nyicil beli baju baby dan perlengkapannya," ujar Ily membuat perasaan Al bergetar kagum pada istrinya itu.

Di usia yang masih sangat muda, dia rela menyampingkan keinginannya dan mementingkan yang lebih dibutuhkan. Al tersenyum lalu mengangguk.

"Kamu cari saja, aku tunggu di sana, ya?" ujar Al menunjuk kasir.

Ily mengangguk lalu pergi mencari yang dia butuhkan. Al memerhatikan baju yang diincar Ily tadi. Dia tersenyum lalu menghela napas dalam.

"Maaf, Sayang? Saat ini aku belum bisa membelikan semua yang kamu mau. Beli baju dengan harga segini saja sangat sulit sekarang. Sabar, Sayang ...," ucap Al sangat lirih.

Setelah selesai belanja, Al dan Ily ke parkiraan motor. Mereka kebingungan membawa barang belanjaan sebanyak itu. Dua dus besar masih ditambah kantong plastik.

"Yaaaahhhh, Honey, kita lupa kalau naik motor. Bagaimana ngangkut belanjaan ini?" gerutu Ily melihat barang belanjaannya yang masih ada di trolley.

Al berpikir lalu dia mengambil HP di tas kecil selempangannya. Dia mengetik pesan singkat kepada seseorang.

"Andai saja kita punya mobil," celetuk Ily membuat Al menoleh kepadanya dengan senyuman manis.

"Jangan berandai-andai, itu tidak akan pernah menjadi nyata. Bermimpilah agar kita berusaha untuk mewujudkannya, Sayang. Suatu saat nanti, pasti kita bisa membelinya. Kamu sabar, ya?" sahut Al bijak mengelus pipi Ily lembut.

"Iya, Honey, aku percaya kita pasti bisa! Sesuatu jika kita dapatkan dengan hasil keringat sendiri lebih memuaskan dan bangga," timpal Ily lapang dada menerima keadaan mereka saat ini. Al tersenyum dan mengacak rambut Ily.

"Terima kasih, Sayang, kamu menerima keadaan kita saat ini. Kamu juga mau ikut berusaha untuk kita tetap bertahan dan maju," ucap Al tulus dari lubuk hati yang paling dalam.

"Kata Tante Mora, pengaruh terbesar kesuksesan suami itu adalah istri, Honey. Jika kita mampu dan mau berusaha bersama, pasti bisa. Kita harus contoh Tante Mora sama Om Choky. Mereka adalah cerminan kita saat ini. Walau awal perjalanan hidup kita berbeda dengannya, tapi kita harus contoh kerja keras mereka sampai menjadi sukses kayak sekarang, Honey."

Al tidak menyangka, wanita semanja Ily bisa juga berpikir bijak dan dewasa.

"Aku enggak salah memilih wanita untuk mendampingi hidupku, walau cara kita salah, tapi aku bersyukur Tuhan mengirimkanmu untukku. Ternyata di balik masalah yang kita hadapi ada hikmahnya juga ya, Yang?" jawab Al merangkul Ily.

Tak berapa lama Supri dengan anak buah Al yang lain datangmembantu mengangkat barang belanjaannya. Walau hanya dengan motor sederhana, mereka bisa mengangkutnya.

Suatu keadaan yang mendesak, mengajarkan kita banyak hal. Mimpi dan angan-angan mendorong kita untuk tetap selalu berusaha dan bekerja keras mewujudkannya. Cinta dalam kehidupan ini mengajarkan banyak hal pada diri kita. Sekali merasa kehilangan, setelah kita mendapatkannya lagi, jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan kedua. Karena dari perpisahan, mengajarkan kita untuk menghargai sebuah kebersamaan.

#############

Yang sering LDR tuh ya ingat tulisan terakhir. "Karena perpisahan mengajarkan kita untuk menghargai kebersamaan."
Hahahhahahaha lol.

Aku mah selalu menghargai kebersamaan.

Makasih vote dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top