AKHIR SEBUAH CERITA
Pagi ini Ily terlihat sibuk menyiapkan sarapan. Al sudah menunggu di meja makan sambil membaca koran dan menikmati secangkir kopi susu panas.
Seorang remaja putra yang tampan, menuruni tangga sambil menjinjing tas, diikuti remaja putri mengenakan seragam putih abu-abu. Mereka menghampiri Al lalu duduk di meja makan.
"Pagi, Yah," sapa mereka kepada Al.
Al menutup korannya lalu tersenyum manis menyambut buah hatinya yang sudah remaja itu.
"Pagi," jawab Al mengacak rambut Kirana pelan.
Ily membawa semangkuk sup shanghai lalu menaruh di tengah meja makan. Ily mengambilkan nasi untuk Al dan anak-anaknya. Rutinitas ini selalu Ily kerjakan setiap pagi. Al tersenyum melihat Ily yang masih terlihat cantik di usia mereka yang sudah memasuki kepala tiga.
"Kenapa Ayah melihat Bunda seperti itu? Ada yang salah sama penampilan Bunda hari ini?" tanya Ily memerhatikan dirinya sendiri.
"Enggak, cuma Ayah heran saja," jawab Al lalu mengambil sendok dan garpu.
"Memangnya heran kenapa, Yah?" tanya El menyahut.
"Sejak awal bertemu sama Bunda, sampai sekarang sudah punya keluarga, Bunda masih aja mungil," jawab Al, membut Ily yang duduk di sebelahnya langsung mencubit mesra pinggang Al. "Aw, sakit Bunda," keluh Al mengusap bekas cubitan mesra Ily.
"Ih, Ayah nih! Badan Bunda kan, memang dari sana sudah tercipta segini. Mau berkembang bagaimana lagi? Bisanya tumbuh ke samping bukan ke atas," jawab Ily membuat semua yang berada di meja makan terkekeh.
"Walau Bunda kecil dan imut, tapi tetap cantik dan awet muda loh, Yah?" bela Kirana lalu ber-high five dengan Ily.
Kekompakan keluarga ini selalu membuat hari-hari mereka diselimuti rasa kasih sayang dan limpahan cinta. Al dan Ily mengajarkan El dan Kirana sejak usia dini, untuk memiliki rasa simpati dan empati terhadap kehidupan sekelilingnya. Sikap yang didasari dengan rasa tulus dan ikhlas serta perbuatan yang baik, akan menimbulkan hubungan yang harmonis antara bapak, ibu, dan anak dalam sebuah keluarga.
"Bun, Yah, El berangkat ke kampus dulu, ya?" pamit El setelah menyelesaikan sarapannya.
"Kiran juga pamit ya, Bun, Yah." Kirana mengikuti El, mencium tangan kedua orang tuanya.
Al dan Ily mengantar anak-anaknya sampai di depan rumah. El naiki motor sport hadiah ulang tahunnya ke-17 dari orang tua Ily. Walau mereka dimanjakan oleh kakek dan neneknya, Al dan Ily tidak pernah lupa untuk mengarahkan kegunaan fasilitas itu secara baik dan sebagaimana mestinya. Kirana naik ke boncengan El, setiap pagi sebelum El berangkat ke kampus, dia selalu mengantar Kirana terlebih dulu.
"Enggak terasa mereka sudah remaja ya, Bun?" ujar Al merangkul Ily, memerhatikan kepergian El dan Kirana yang keluar dari gerbang rumah.
"Iya, Yah," jawab Ily tersenyum simpul lalu menyenderkan kepalanya di dada Al.
"Antar Bunda ke catering yuk, Yah?" Ily menegakan tubuhnya, menoleh Al yang berada di sebelah. Al mengangguk lalu Ily masuk ke rumah.
Ily mengambil ponsel dan dompetnya lalu keluar menghampiri Al yang sudah menunggunya duduk di motor. Karena jarak catering dan rumah dekat, Al dan Ily tidak memakai helm. Sesampainya di catering, Ily mengecek dapur tempat untuk memasak. Terlihat Neneng sibuk memberi arahan kepada pegawai yang bekerja di catering itu.
Corin terlihat sibuk mengendalikan anak lelakinya yang masih berusia kurang lebih lima tahun. Sudah menjadi pemandangan biasa bagi Al dan Ily jika sahabatnya itu selalu sibuk bekerja sambil mengurus anak. Ily tersenyum saat melihat Corin gregetan dengan anaknya.
"Ada enaknya juga ya, Yah, kita menikah muda." Ily menoleh Al yang berdiri di sampingnya.
"Memangnya kenapa, Bun?"
"Di saat teman-taman kita sibuk mengurus anaknya yang masih kecil, kita sudah santai karena anak-anak kita sudah beranjak remaja. Tinggal tugas kita mengarahkan mereka ...."
"Agar tidak tersesat seperti kita," sahut Al cepat, mengingatkan Ily pada masa lalu mereka.
"Itu karena kamu yang enggak bisa nahan nafsu." Ily mencolek pipi Al.
"Kamu juga enggak nolak."
"Habis enak sih," jawab Ily asal membuat mereka terkekeh.
Benar juga apa yang dikatakan Al dan Ily. Menikah muda tidak selamanya merugikan. Banyak hal baru yang mereka lewati. Memang konflik tidak dapat dihindarkan dan perbedaan pendapat selalu ada di dalam rumah tangga. Namun, itulah bumbu penyedap agar rumah tangga terasa nikmat untuk dijalani.
***
Al mondar-mandir di depan rumah. Hatinya gelisah dan tidak tenang. Sesekali dia melihat jam tangannya yang menunjukan pukul 22.15 WIB, itu artinya El dan Kirana sudah telat 15 menit pulang ke rumah. Ily melihat Al menunggu anak-anaknya di teras, lalu menghampiri.
"Ayah kenapa gelisah begitu? Tenang, sebentar lagi juga mereka pulang," ujar Ily mengelus lengan Al, mencoba menenangkan hati suaminya.
Benar saja, baru Ily diam, suara deru motor sport masuk gerbang rumah mereka. Wajah Al sudah mengeras. Siap untuk memuntahkan amarah yang sudah dia tahan sejak tadi. Kirana yang melihat wajah Al garang menunduk takut lalu bersembunyi di belakang kakaknya. Al menatap tajam ke arah El lalu masuk ke rumah begitu saja, diikuti Ily.
"Kak, Ayah pasti marah." Suara Kirana sudah bergetar menahan tangis.
"Sudah, kamu jangan takut. Ayo kita masuk, jelaskan kepada Ayah sama Bunda." El menggandeng Kirana masuk rumah.
Al dan Ily sudah duduk di ruang keluarga. Ini kebiasaan mereka, jika anak-anaknya melanggar aturan, mereka langsung membicarakan bersama agar masalah tidak berlarut-larut. Kirana menunduk, duduk di sebelah El. Al dan Ily memang tidak pernah memarahi anak-anaknya, hanya mereka mendiamkan sejenak, memberi waktu anak-anaknya untuk menyadari kesalahannya. Baru setelah mereka menyadari kesalahannya, Al dan Ily angkat bicara, menasihati dan mengarahkan
mereka.
"Maaf Yah, Bun, kami pulang terlambat," ucap El membuka obrolan mereka.
"Ayah sama Bunda enggak pernah melarang kalian bergaul dengan siapa pun. Tolong ikuti peraturan di rumah ini," ujar Al tegas.
Ini salah satu sikap Al yang harus tegas dan berwibawa di depan anak-anaknya. Walau Al memanjakan mereka, tetapi anak-anaknya masih memiliki rasa segan kepada kepala rumah tangga itu.
"Iya, Yah, maaf, soalnya tadi kami keasyikan ngobrol di tempat nongkrong." El berkata apa adanya agar Al tidak semakin marah.
"Ya sudah, masuk kamar langsung tidur."
El dan Kirana menuruti perintah Al. Mereka menuju ke kamar masing-masing. Ily mengusap lengan Al, memberi ketenangan kepadanya.
"Kita tidur juga yuk!" ajak Ily lalu mereka masuk ke kamar.
***
Di taman kota yang asri, keluarga kecil itu berjalan beriringan. Kirana berjalan menggandeng lengan Al, sedangkan Ily berjalan menggandeng lengan El. Mereka terlihat seperti double date. Tidak terlihat antara orang tua dan anak.
"Yah, orang-orang pada lihatin kita." Kirana menyapu pandangannya ke seluruh penjuru taman itu. Al mengikuti arah pandang Kirana.
"Mungkin mereka berpikir kita sedang pacaran," jawab Al lalu mereka terkekeh.
Mereka terus berjalan lalu berhenti di tengah taman, duduk di pinggiran kolam yang terdapat air mancurnya. El mengambil kamera dari tasnya lalu meminta bantuan seseorang yang sedang lewat untuk mengabadikan momen kebersamaannya hari itu. Berbagai pose kocak dan lucu mereka ambil. Setelah puas berfoto, Kirana dan El bermain sepeda gowes. Al dan Ily menuggu, duduk di pinggiran air mancur. Kepala Ily bersandar di bahu Al.
"Makasih ya, Yah, selama ini kamu sudah menjadi imam dan keluarga yang bertanggung jawab di keluarga kita." Ily tersenyum sambil memerhatikan buah hatinya yang sedang gembira dan bekerja sama mengayuh sepeda.
"Itu berkat ada kamu yang selalu sabar menghadapiku dan anak-anak kita. Kamu menjalankan peran dengan baik, Bun." Al memeluk Ily.
"Bunda bersyukur dengan kesalahan yang pernah kita buat." Ily tersenyum mengingat masa muda mereka.
"Kenapa?" Al menegakkan Ily agar menghadapnya.
"Karena dengan kesalahan itu, Bunda bisa menjadi wanita yang sempurna dan dewasa sebelum saatnya. Di usia kita yang sekarang, sudah santai, menikmati hasil kerja keras kita selama ini." Ily kembali menyandarkan kepalanya di dada Al.
Al tersenyum lalu mencium pucuk kepala Ily. Dia memeluk istrinya dan memerhatikan El dan Kirana yang masih asyik mengayuh sepeda.
"I love you, bundanya El dan Kirana," ucap Al menunduk melihat Ily.
"I love you too, ayahnya El dan Kirana," balas Ily mendong.
Wajah Al dan Ily saling berhadapan sangat dekat. Hazel keduanya bertabrakan lalu mengunci. Bayang-bayang masa lalu mereka berputar seperti kaset yang sudah diatur sedemikian rupa hingga menampilkan bagaimana awal perjuangan mereka. Al tersenyum lalu menempelkan bibirnya pada bibir Ily. El dan Kirana yang melihat keromantisan orang tuanya dari jarak jauh tersenyum.
"Kak, kesalahan Bunda sama Ayah di masa lalu mereka, jangan sampai terjadi sama kita." Kirana berkata kepada El sambil mata tak lepas memandang kedua orang tuanya yang sedang menikmati dunianya sendiri.
"Iya, benar kata kamu, Dek. Kita harus bisa menebus kesalahan Bunda sama Ayah. Kita buktikan kepada semua orang, jika anak yang terlahir dari pasangan yang gagal menjalani masa remajanya, bisa sukses dan dapat dibanggakan." El bertekad keras lalu menoleh ke belakang melihat Kirana tersenyum dan mengangguk yakin.
"Iya, Kak, kita harus tebus kesalahan Bunda sama Ayah di masa lalu mereka dulu." Kirana dan El ber-high five lalu tertawa puas.
Tidak semua pernikahan dini akan berujung perceraian. Dengan menyadari kesalahan untuk memperbaikinya, dapat membuahkan hasil yang menakjubkan. Sekenario Tuhan memang luar biasa. Dia memberi jalan yang berlika-liku agar kita mampu melewatinya. Rencana Tuhan memang luar biasa. Tuhan tidak akan memberi apa yang kita inginkan, melainkan apa yang kita butuhkan.
END
#########
Jangan lupa mampir di ceritaku yang lain, ya? Makasih banyak.
Makasih vote dan komennya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top