02 | Pernicious
“Sialan bener tuh, cewek!” omel Seno langsung menyambar es teh milik Dimas. Ketika sang empunya tengah sibuk dengan ponselnya.
“Ya, nggak usah punya gue. Lo embat, Sen,” balas Dimas menarik gelasnya.
“Kalo dia bukan Ratu jurusan, nggak bakal gue takut. Bapaknya yang punya yayasan, orang kaya banget tuh cewe,” ujar Seno.
Dimas yang tengah lahap makan bakso menyahut. “Bego sih lo, Sen. Makanya bawa mangkok yang bener.”
Seno hanya menatap datar temannya itu. Padahal ia membawa mangkuk itu dengan benar. Ia juga membawanya menggunakan kedua tangan bukan kaki. Aneh sekali.
Azio tengah sibuk me-scrol feed Instagram dan Devan si batu itu tengah tenang seraya menyantap nasi goreng spesial favoritnya.
“Lo berdua diem aja? Temen lo, lagi kesel nih,” celetuk Seno.
Azio meletakkan ponselnya. “Ya, mau gimana Sen. Emang lo yang salah.” Kemudian memainkan ponselnya kembali. “Walaupun dia salah, tetap lo yang disalahin, Seno.”
“Anjir lah, tuh cewe bener-bener. Orang kaya emang gitu ya? Salah juga tetap aja, dipandang bener.”
Lanjut Dimas. “Dia itu kaya orang penting disini, kaya menteri lah. Kalo lo rakyat jelata, Seno. Lebih baik diem aja, udah.”
“Eh,” panggil Azio sedikit memajukan tubuhnya. “Gue dapet Ig nya Rezna, nih.” Kemudian meletakkan ponselnya di tengah antara ketiga temannya. “Sumpah, lo tau nggak Sen, ketua osis Kak Alex sama Kak Varo. Nah, mereka itu mantannya Rezna.”
Seno mengerjap tidak percaya. “Anjir, seriusan? Itu kan dua orang paling pintar dari jurusan kita yang menang lomba mulu kan?”
“Gila sih? Mantannya bukan cowo biasa. Eh, bentar bukannya ada yang bilang ia nggak pernah pacaran?” tanya Dimas membuat Seno bingung.
“Lah, terus?” sahut Seno.
“Yang bilang mantan pacar siapa sih? Gue bilang mantan, maksudnya itu mantan gebetan,” balas Azio.
Dimas dan Seno ber oh ria. “Lah, jadi gebetan doang. Nggak guna, anjir,” ucap Seno.
“Iya juga. Cuma gebetan doang, nggak ada hubungan resmi gitu. Dari yang gue denger, Bapaknya Rezna emang nggak ngebolehin, entah kenapa,” laniut Azio lalu mematikan layar ponselnya.
“Mendingan bahas yang lain, daripada ngomongin orang," sahut Devan. "Lo juga Sen, udah biarin aja. Nggak rugi banget kan."
“Gue bukannya nggak mau tanggungjawab ya, anjir. Tapi, ini nggak adil lah. Masa, dia yang nabrak cuma gue yang ganti rugi. Itu kan uang celengan buat si jago,” ujar Seno dengan wajah pasrah. “Dahlah.”
“Kasian si Jago nggak makan hari ini,” canda Azio membuat Dimas juga tertawa. “Beras dia mau kan, Sen? Ambil di dapur gue aja.”
“Kalo beras bisa ditukar duit, gue juga mau ya,” sahut Seno. “Betewe, dilihat-lihat tuh Ratu jurusan cakep. Walaupun, mukanya ngeselin.”
***
Dea tersenyum tipis seraya melihat Rezna yang sangat lihai bermain bola voli. Temannya itu, masih memiliki skill bermain yang baik. Selain digelar sebagai ratu jurusan akuntansi. Gadis itu juga menyukai olahraga voli, mereka pernah memenangkan perlombaan voli satu tahu lalu.
“Rez, mendingan lo ikut lomba bareng gue.”
Rezna menoleh seraya tersenyum tipis. “Gue ada lomba, De,” balasnya. Kemudian terduduk di pinggir lapangan bersama teman kelas lainnya.
Dea ikut duduk di sebelah Rezna dengan punggung bersandar pada tembok. “Lombanya, setelah lomba akuntansi, kok. Lagian, lo kenapa keluar ekskul voli, sih?”
“Jawabannya lo bisa tanya sama yang punya yayasan ini, De.”
Dea mengerjap kemudian memukul bibirnya beberapa kali. Sungguh Dea tidak enak pada Rezna karena pertanyaannya tadi. Tapi, memang benar, jawabannya itu. Pemilik yayasan sekolah ini adalah ayahnya Aristo dan kepala sekolahnya adalah pamannya. Siapa yang tidak segan pada teman sekelasnya ini.
“Sori, kadang mulut gue ini suka nggak bisa dikendaliin,” lanjut Dea tersenyum tipis memukul bibirnya sendiri.
“Nggak masalah.”
Tepat di sebelah sana, deretan tempat Rezna juga teman-teman sekelas lainnya terduduk. Terlihat beberapa orang anak kelas TKR yang sedang dihukum mengerjakan soal di luar kelas.
Rezna mendecak kecil, sembari menoleh pada dua siswa yang tengah dihukum itu.
“Nyampah.”
Dea pun ikut menoleh. Kemudian tertawa kecil. “Ya, gitulah anak TKR. Tapi nggak semua, kok, Rez.”
“Kenapa nggak langsung dikeluarin aja? Cuma jadi sampah aja.”
“Bentar, bukannya itu cowo yang ribut sama lo di kantin tadi? Dia temen sekelas cowok gue, Rez. Namanya Seno.”
Rezna menautkan kedua alisnya. Kemudian memfokuskan pada laki-laki bernama Seno itu. Tidak terlalu kelihatan, ini karena mata gadis itu rabun. Tapi untuk apa juga dia harus melihat laki-laki itu.
“Itu tuh sebelah yang pake topi ke belakang, Rez,” ujar Dea seraya menunjuk dua laki-laki di sebelah sana.
Rezna lantas melirik datar Dea. “Gue nggak peduli, De. Nggak perlu lo tunjuk.”
Gadis berkuncir kuda itu langsung mengatup mulutnya rapat-rapat. “Sori, Rez.”
Di sebelah sana Seno dan Azio masih fokus mengerjakan tugas PKN yang masih banyak. Sebenarnya Seno sudah selesai hanya saja, kebodohannya mendadak muncul. Ia lupa membawa buku itu dan sekarang ia jadi mengerjakan dua kali.
Kenapa soalnya ada jelaskan serta contoh disetiap nomor. Bukan satu atau dua soal, tapi sepuluh soal. Baiklah, lebih baik dihukum cabut rumput kecil sekitar langsung.
“Siapa yang suruh ngobrol?” omel Bu Tia seraya membawa penggaris kayu panjang berjalan mendekati mereka berdua.
“Azio, Bu Can,” sahut Seno menunjuk ke Azio yang menoleh dengan tatapan orang tanpa dosa. “Dia ngajak saya ngobrol terus.”
“Sialan lo!” umpat Azio membuat Seno tertawa geli. “Kaga Bu. Dia nih Bu.”
“Lebih tepatnya kita bersama, Bu yang ngobrol.”
Wanita berumur tiga puluhan itu hanya mengurutkan dahi, menahan penat dan pusingnya harus berurusan dengan anak-anaknya ini. Bukan sekali atau dua kali, namun bisa empat kali mereka dia hukum seperti ini.
Berbeda dengan Devan dan Dimas yang paling rajin sangat berbeda dengan mereka berdua ini. Mereka satu kelompok pertemanan tapi memiliki sifat yang berbeda.
“Ibu kadang cape punya murid kaya kalian berdua. Cepet kalian selesain tugasnya, kalo ngga selesai dalam waktu jam pelajaran saya. Kalian Ibu hukum lari keliling lapangan lima puluh putaran,” ujar Bu Tia langsung kembali ke dalam kelas.
Seketika Azio ternganga. Buru-buru Seno menutup mulut temannya itu.
“Bau tangan lo, anjir.”
“Tadi nggak sengaja kena tai cicak.”
“Anjing lo, Sen.”
Seno tertawa terbahak-bahak melihat Azio melap mulutnya dengan lengan bajunya.
“Kaga bau banget kali.”
“Gila, mau pingsan gue. Untung bawa handsatizier punya kakak gue.”
“Nyolong ya lo.”
“Iyalah, kaga dosa. Paling di tabok doang.” Sorot mata Azio tidak sengaja melihat si Ratu jurusan akuntansi itu. “Sen, lo liat di sana?”
“Apaan?” tanya Seno kemudian melihat sosok yang ditunjuk Azio. “Anak kelas AK 1?”
“Iya, itu Ratu jurusan yang tadi ribut sama lo. Lo nggak demen apa?”
Seno menampakkan wajah tidak minat. Bahkan suka dengan gadis itu tidak ada dalam pikirannya. Lagipula dia sudah punya kekasih.
“Gue udah punya cewe. Gue akui dia cantik, manis juga. Tapi, sifatnya itu,” sahut Seno terhenti. “Kaya pembully.”
“Ya, dia cantik lah, Sen. Kan dia cewe, anjir.”
“Bodo amat, setan!”
“Sen, lo tau nggak? Ada berita yang mencengangkan.”
“Berita apaan?”
“Ada yang bilang, kalo si Ratu jurusan itu dikeluarin dari sekolah pas SMP karna kasus.”
“Lo bodohin gue, Zio? Siswa sejenius dia dikeluarin dari sekolah karna kasus? Fix itu hoax,” balas Seno kemudian melanjutkan menulis.
“Cuma gosip sih sebenarnya. Tapi emang nggak mungkin juga.”
“Jangan gitu lo. Ngeri orangnya denger, kasian—“
Mendadak seorang gadis dengan tiga temannya sudah berdiri di belakang mereka berdua. Bahkan sejak mereka memulai obrolan itu.
“Kalo gue denger, kenapa?” tanya Rezna tiba-tiba membuat kedua laki-laki itu menoleh perlahan. Entah, rasanya mendadak hawanya dingin begini.
“Mati kita, Sen,” bisik Azio seraya memegang buku juga pulpennya. “Gue nggak mau masuk BK anjir.”
“Lo sih bacot, Zio,” bisik Seno membalas Azio. Kemudian beralih pada gadis berambut pendek dengan tangan terlipat di depan dada.
“Jawab gue, sampah,” cetus Rezna membuat Seno terkejut juga Azio dan tiga teman gadis itu. “Cukup jadi beban keluarga, nggak perlu jadi beban sekolah. Lo ngomong begitu apa lo lebih hebat dari gue, sampah?”
Gadis ini benar-benar membuat Seno kesal. Mulut dan otaknya sangat berbeda jauh. Apakah begini sikap anak pemilik yayasan? Sangat membuatnya dongkol.
“Sampah?”
“Lebih baik lo keluar dari sekolah ini. Kalo cuma merusak pemandangan karna dihukum.”
“Apa lo beneran anak yang punya yayasan sekolah ini? Curiga gue lo bukan anaknya.”
Rezna mendecak kesal. Memajukan tubuhnya mendorong bahu Seno dengan jadi telunjuknya. “Nggak ada urusannya sama lo.”
Sungguh Azio ingin membantu temannya tapi ia tidak mau berurusan dengan anak pemilik yayasan ini. Menurutnya akan sangat berbahaya. Akan lebih baik jika ia menutup rapat-rapat mulutnya.
Terlalu fokus dengan wajah Rezna. Seno tidak sadar jika gadis itu sedang menyiram bukunya. Beberapa detik kemudian laki-laki terkejut melihat bukunya yang sudah basah dan diinjak Rezna.
“Anjir, buku gue!”
Rezna langsung menendang buku Seno sembarangan. Sembari tersenyum miring.
Rezna langsung menyiram air di atas buku Seno. Kemudian membuang botol air mineral kosong itu ke depan muka Seno. Gadis itu beranjak pergi diikuti tiga temannya yang berada di belakangnya.
“Makanya jangan suka gosip,” ujar Intan melewati dua laki-laki itu.
“Aduh, Mbak Rez,” tutur Ratna seraya berlari kecil.
“Maafin Ezna ya,” ucap Liora pada kedua laki-laki itu.
Beginilah jadinya jika mereka berurusan dengan gadis bernama Rezna itu. Ini semua karena mulut Azio yang tidak bisa dijaga. Buru-buru Azio mengambil buku Seno yang sudah basah itu.
“Tamat riwayat lo, Seno. Bentar lagi mau bel.”
Bukannya menyahut perkataan Azio. Laki-laki langsung beranjak pergi menghampiri tiga gadis dengan ratu jurusan yang berjalan lebih depan dari mereka.
“Berenti lo,” panggil Seno berlari kecil. “Woy, punya telinga kan lo?” Namun gadis berambut pendek itu tidak terusik sama sekali.
“Woy, Ratu jurusan nggak ada otak!”
Kalimat itu berhasil membuat Rezna menghentikan langkahnya. Perlahan berbalik mendapati laki-laki bernama Seno itu.
“Ezna, mendingan kita balik kelas,” ajak Liora.
Sahabatnya itu tahu kalau sudah begini. Bukan Rezna yang dihukum tapi laki-laki yang tengah berdiri di depan mereka itu. Tidak mungkin anak pemilik yayasan dihukum. Sangat tidak mungkin jika terjadi di sekolah ini.
“Iya, Mbak Rez.”
“Kalo kata gue mesti di kasi pelajaran, Rez,” sahut Intan membuat Liora dan Ratna menoleh padanya. “Eh, t-tapi ngga apa-apa kali.”
Seno melangkah mendekati gadis berwajah sombong itu.
“Lo ngga pernah di ajarin minta maaf? Gue nggak ngomongin lo sama sekali. Kenapa lo siram buku gue?”
“Gue keliatan peduli?”
“Hah?”
“Nggak ada urusan.”
“Minta maaf sekarang. Lo basahi buku gue dan menghina gue. Apa gini sifat ratu jurusan? Percuma punya otak pinter kalo sifat minus.”
Rezna menautkan kedua alisnya. Kemudian mengangkat sudut bibirnya.
“Dan satu lagi, tadi siang lo yang nabrak. Lo harus ikut tanggungjawab.”
Rezna mengeluarkan uang dari saku bajunya. Gadis itu merogoh lima lembar uang berwarna merah muda.
“Ambil, ngga abis buang,” tukas Rezna melempar lembaran uang depan wajah Seno.
Setelah itu Rezna berbalik dan melesat pergi. Gadis itu tidak ingin hanya karna berurusan dengan laki-laki ini membuatnya telat masuk kelas. Sangat tidak berguna dan hanya untuk menghabiskan waktu.
Laki-laki itu mengepalkan tangannya kuat. Sungguh baru pertama kali ini, Seno bertemu perempuan seperti Rezna. Ternyata memang benar, kita tidak boleh melihat orang dari luarnya.
Buru-buru Seno melangkah lebar dan menarik pergelangan tangan Rezna hingga hampir menabrak dadanya. Jarak di antara mereka sangat dekat bahkan aroma rambut Rezna tercium oleh Seno. Ia baru sadar, kalau gadis ini pendek. Tingginya hanya sampai dadanya saja rasanya gadis ini imut menurutnya.
“Lepas!” omel Rezna menyorot tajam Seno.
Seno melepaskan tarikan tangannya dari gadis itu. Kemudian memberikan lembaran uang yang dibuang gadis itu. Karena Rezna belum menerimanya Seno langsung memberikan pada Liora yang berada di sebelah Rezna.
“Gue bukan pengemis, Ratu. Gue rasa lo ngga pantes jadi ratu jurusan? Sifat lo ini bukan buat orang takut, tapi orang bakal mandang rendah otak lo karena sifat sama otak jauh beda.”
“Lo nggak berhak ngomong apapun soal gue."
“Minta maaf atau gue lapor ke guru?”
“Lo salah ngancem gue.”
“Seharusnya lo seneng karena gue belain lo di saat orang pada nyebarin berita hoax tentang lo. Tapi apa yang gue dapet? Malah balikannya.”
Baru kali ini ada yang membelanya selain teman dekat. Tetapi ini tidak membuat Rezna luluh dan langsung berbuat baik untuk balasannya. Dunia ini dipenuhi banyak orang yang pintar berakting, dengan kemampuan melebihi aktris dan aktor.
“Nggak akan ngaruh ke hidup gue. Mau lo sebar atau enggak.”
Tepat saat Seno akan membalas perkataan Rezna. Bel masuk kelas sudah berdering dengan nyaring sangat keras.
“Oke, ini emang nggak ngaruh. Tapi lo harus inget kata maaf, tolong sama makasih.”
21/11/21
Rezna new version
(◍•ᴗ•◍)
Ria Sheria
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top