6
Awan hitam bergerombol, petir menyambar, geluduk berdentum kencang. Mungkin hal itu bisa menjadi pengumpamaan tentang kondisi yang terjadi di jalanan sepi dimana Alif menemukan anak gadisnya berduaan bersama pria asing tersebut.
Sejak jam 5 sore ayah tiga anak tersebut sudah tidak bisa duduk tenang di rumah. Apalagi mengetahui bahwa istrinya malah memberikan motornya untuk Aya gunakan sebagai kendaraan ke sekolah. Sejak awal Alif sudah memberikan peringatan pada Naya untuk tak mengijinkan anak gadis kesayangannya itu mengendarai motor ke sekolah. Jika tak ada yang bisa mengantar, setidaknya pesan taksi langganan mereka.
Naya tak bisa tinggal diam saat dirinya selalu menjadi sasaran kemarahan pria itu. Dengan lantang ibu 36 tahun tersebut berkata pada Alif, "Naya lebih merasa tenang jika Aya pergi menggunakan motor sendiri, daripada naik taksi yang kita nggak tau tabiat busuk sang supir. Kalo anak gadis kita itu diapa-apain si supir itu gimana? Meskipun kenal akrab, tapi kita nggak tau isi di dalamnya gimana. Kakak nggak pernah mikir ke sana, ya?"
Alif bungkam. Pria itu berhenti mengomel saat lagi dan lagi sang istri berhasil meng-skakmat perkataannya. Kecil-kecil tapi Naya suka bener loh kalo ngomong.
Akhirnya, usai melaksanakan sholat magrib, Alif tak bisa tinggal diam lagi. Ia sudah mencoba menghubungi ponsel Aya, tapi tidak aktif. Kemudian ia mencoba menghubungi ketiga sahabat putrinya tersebut, tapi tak ada dari mereka yang mengetahui keberadaan Aya. Hana hanya mengatakan bahwa Aya memang sedikit terlambat pulang karena usai latihan taekwondo, ia ada diskusi bersama pelatih dancer dan anggotanya. Setelah itu Hana tidak tahu lagi.
Kekhawatiran Alif semakin menjadi saat ia menghubungi pelatih dancer Aya, dan wanita itu juga tak mengetahui keberadaan Aya usai pamit untuk buru-buru pulang jam setengah enam tadi. Kontan saja Alif semakin blingsatan seperti kucing kehilangan ekornya. Hal demikian juga dirasakan oleh dua anak laki-lakinya dan sang istri. Hanya saja mereka tak seheboh sang ayah yang bahkan bersiap melaporkan kehilangan Aya ke kantor polisi.
Untung saja bunda mereka berhasil menenangkan sang ayah.
Lalu, bagaimana Alif bisa menemukan keberadaan Aya? Ternyata, sedari tadi saat orangtuanya sibuk menelepon ke sana kemari, Al yang sudah lumayan lama duduk di sofa sembari memangku laptop, sedang mencoba melacak ponsel kakaknya setelah berhasil meng-hack kode Cell Id dari internet yang ber-triangulasi dengan Base Transceived Station (BTS) di Indonesia.
Al memang cerdas. Alif harus bangga memiliki tiga anak yang super keren seperti mereka. Usai mendapatkan titik koordinat keberadaan Aya, Alif bersama Andra tancap gas ke lokasi tersebut. Saat memasuki jalanan sepi dan hanya ditumbuhi pepohonan besar, Alif kembali merasa was-was. Sekelebat pemikiran buruknya berlalu-lalang di otaknya.
Hingga di sinilah mereka berada. Hidung Alif kembang kempis, mata tak seberapa besarnya menatap Aya dan pria yang bersama putrinya itu dengan tajam. Hal yang sama dilakukan Andra ketika tatapan matanya terfokus pada pria di atas motor besar tersebut. Jelas Andra mengenalnya.
"Apa yang kalian lakukan di sini!!" Alif membentak keras. Emosinya benar-benar sudah di ambang batas kesabaran.
"Dan kamu, bocah!" Alif memelototi Daniel yang tak menunjukkan ekspresi apapun. "Ini kali kedua saya melihat kalian bersama. Pertama, kemarin. Kamu dengan beraninya menggandeng tangan putriku tanpa persetujuan ayahnya?Dan sekarang, kamu malah membawanya ke tempat sepi ini? Untuk apa? Kamu mau macam-macam sama dia? Iya?!!"
Aya meringis. Ayahnya benar-benar sudah salah sangka pada Daniel-nya. Ia akan menyela, tapi sebelum itu terjadi, Andra sudah terlebih dahulu menariknya masuk ke dalam mobil dan mengunci pintunya.
"Abang! Buka pintunya. Daniel nggak bersalah. Dia cowok baik-baik, Bang." Aya berusaha berontak ingin turun. Namun, Andra tak akan membiarkan itu terjadi.
"Cowok baik apanya, ha! Cowok baik nggak akan berani ngajak cewek berduaan ke tempat sepi malam-malam kayak gini? Mau apa kalian di sini, ha? Mau berbuat maksiat?" Andra berujar marah. Dia sudah berusaha menjaga Aya selama ini, tapi entah kenapa kembarannya itu seolah tak menganggap perlindungan yang diberikannya adalah untuk keselamatan dan masa depan gadis itu sendiri?
"Bang! Jangan pernah berprasangka buruk sama orang lain! Daniel sama sekali nggak salah, Bang! Aku yang ngikutin dia sampe ke sini. Bukan dia yang bawa aku ke sini!" Aya berteriak marah. Bahkan kali ini tak ada embel-embel 'kakak' lagi yang diucapkan gadis itu untuk menyebut dirinya sendiri.
Andra tak menghiraukan. Tak ingin kupingnya budek oleh teriakan gadis itu, Andra memutuskan membekap mulutnya menggunakan lakban yang kebetulan ada di mobil, kemudian kaki dan tangannya ia ikat menggunakan sabuk taekwondo di pinggang Aya. Sehebat atau sehandal apapun Aya dalam bidang bela diri, tetap saja dia adalah seorang gadis kecil yang tak akan bisa menandingi kekuatan laki-laki seperti Andra.
Beda hal-nya yang terjadi di luar mobil sana, Alif masih setia memarahi Daniel yang bahkan tak ditanggapi anak itu. Sebagai penghormatannya pada orang yang lebih tua, Daniel memutuskan membuka helm yang semula ia kenakan dan membatalkan niatnya untuk pergi, hanya untuk tak menimbulkan kesalahpahaman semakin melebar.
"Seharusnya Bapak tanya putri Bapak terlebih dahulu sebelum men-judge orang lain seperti ini." Daniel berkata santai, namun sukses membuat emosi Alif semakin menjadi.
"Siapa yang kamu panggil bapak, ha! Memangnya sejak kapan saya jadi bapakmu?!" bentak Alif murka.
Daniel mendesah pelan. Baru ia sadari sekarang darimana sifat 'rada-rada' gadis itu berasal. Dari bapaknya, toh? Cocok sekali.
Daniel melirik jam di pergelangan tangannya, lalu sedikit cemas. Ia harus buru-buru pergi sekarang.
"Apapun itu, jika saya bersalah, saya minta maaf. Saya harus pergi sekarang. Permisi." Tanpa menunggu jawaban ayah gadis itu, Daniel bergegas memasang kembali helm-nya dan meninggalkan keluarga itu begitu saja.
Alif semakin kumat kamit menyumpah serapahi pria tak tahu sopan santun itu. "Dasar bocah edan! Nggak punya sopan santun! Udah bawa anak gadis orang nggak bilang-bilang, sekarang main nyelonong pergi. Awas nanti kalo kita ketemu. Jangan harap kamu bisa lolos dari saya. Dasar bocah jaman sekarang! Bikin frustasi orangtua aja! Kasian orangtuanya, pasti setres punya anak kayak dia. Pokoknya awas kamu, ya! Awaaas!!!"
Mulut Alif kadang lebih sadis dari mulut ibu-ibu rempong di luar sana. Jika saja Andra tak segera menarik sang ayah memasuki mobil, mungkin ayahnya masih betah berdiri berkacak pinggang mengoceh di sana.
Akhirnya, setelah berhasil menguasai emosinya, Alif mulai menjalankan mobilnya kembali ke rumah. Sedangkan Andra dengan sangat terpaksa harus pulang menggunakan motor matic pink sang bunda.
Ugh, cowok keren mau pakai motor jenis dan warna apa saja tetap keren pokoknya.
***
"Mami."
Daniel masuk ke dalam rumah sedikit buru-buru. Ia langsung memanggil sang ibu yang ia tinggalkan sejak dua jam yang lalu sendirian. Biasanya siang hari ibunya akan ditemani sang asisten rumah tangga kepercayaan paman Sultan, menggantikan tugas Daniel selagi Daniel ada kegiatan di luar.
Namun, kali ini ibunya benar-benar sendirian. Sebelumnya Daniel pamit untuk pergi membeli obat sang ibu. Tak menyangka jika di perjalanan pulang, ia harus bertemu dan terlibat masalah dengan keluarga tak jelas teman sekelasnya.
"Mami..." Daniel melangkah cepat menaiki undakan tangga rumahnya menuju kamar sang ibu. Ia memulas kenop pintu kamar ber-cat putih tersebut, dan menemukan ibunya sedang duduk melamun di depan jendela.
Daniel bergegas menutup jendela kamar sang ibu, lalu berkata pada beliau, "Kim udah bilang, jangan buka jendela atau pintu rumah saat nggak ada bibi atau Kim. Bahaya, Mi."
Ibu Daniel menatap sang putra tunggal dengan senyuman manis menenangkan, "jangan khawatir, Kim. Mami bisa jaga diri."
Daniel mendesah pelan, lalu duduk berjongkok dan menumpukan tangannya pada lutut sang ibu. "Tetap saja Kim Mami harus waspada. Kita nggak tau seberapa lama kita bisa bersembunyi di villa teman paman Sultan. Terakhir kita sembunyi di Chiang Mai, dan kita hampir mati jika nggak buru-buru kabur."
"Pria yang kamu maksud itu tetap ayah kandungmu, Kim."
"Kim nggak sudi memanggilnya ayah lagi, saat kejadian dimana dia berusaha menghajar Mami habis-habisan hanya karena menduga Mami yang merekam video itu." Al selalu marah besar jika ibunya kembali berkata bahwa pria yang sudah berlaku bejat pada mereka itu adalah ayah kandungnya.
Jika bisa, Daniel tak ingin terlahir sebagai anak dari pria bejat seperti dia.
Mendengar perkataan marah sang putra, wanita yang baru memasuki usia kepala empat itu teringat akan kejadian pahit yang menimpanya beberapa waktu silam. Memori otaknya seolah berputar secara otomatis dan menayangkan kebejatan sang suami terhadap dirinya.
"Katakan yang sejujurnya, kapan kau merekam ini, ha!"
Pria paruh baya gagah dengan setelan jas hitam elegannya mencengkeram rahang sang istri menuntut penjelasan. Wanita yang dinikahinya 18 tahun lalu atas dasar cinta itu terlihat berantakan dan menyedihkan. Beberapa memar dan noda darah di wajahnya seolah menjadi make up alami sejak dua hari itu.
Wanita itu sudah berusaha menjelaskan bahwa dirinya sama sekali tak mengetahui apa yang terjadi. "Aku benar-benar tidak tahu, Yeobo.Hiks... Aku sudah katakan bahwa ponselku hilang sejak lima hari yang lalu. Bagaimana caranya aku merekam itu dan mengirimkannya padamu? Hiks... Aku rela bersumpah demi putra kita, bahwa aku tidak melakukannya."
Sang suami keukeuh tak mempercayainya. Untuk membungkam dalih wanita itu, dia merogoh saku jasnya dan melemparkan ponsel itu tepat ke wajahnya. Satu lagi luka yang dibuat pria itu padanya. "Lalu ini apa! Kau masih mau berdalih? Aku menemukan ponsel ini di laci nakas, dan bukti bahwa kau yang merekam dan mengirimkannya padaku masih jelas terlihat di sana. Apa maksud kau melakukan itu, ha! Mau mengancamku karena kau tahu aku selingkuh? Begitu?!"
Wanita itu semakin terisak, menangis. Menangis akan rasa sakit di wajahnya dan rasa sakit yang lebih dominan dirasakan hatinya atas perlakuan kasar dan hilangnya kepercayaan sang suami terhadap dirinya.
"Dan kau mengganti memory card-nya 'kan? Di mana kau sembunyikan itu? Jawab!"
"Hiks. Aku tidak tahu..."
Plak!
"Mami."
Ibu Daniel tersadar dari lamunan masa lalu kelamnya beberapa waktu lalu, dan melihat putranya sudah menatapnya cemas. Ia kemudian tersenyum, berusaha membuat putranya itu berhenti cemas. "Mami baik-baik aja. O, ya. Mana obatnya? Dapat 'kan?"
"Ah," Daniel seolah teringat dengan pesanan sang ibu yang satu itu. Ia kemudian merogoh saku jas kulitnya dan mengeluarkan bungkus plastik putih berisi obat sang ibu.
"Sebentar, Kim ambilkan air putih." Daniel benar-benar memperlakukan sang ibu layaknya ratu. Di dunia ini, ia hanya punya ibu dan juga pamannya. Jika ibunya kenapa-kenapa, Daniel pasti akan menyalahkan dirinya sendiri dalam kasus ini.
***
Usai memastikan sang ibu istirahat dengan nyaman di kamarnya, Daniel melangkah masuk ke kamarnya sendiri. Jaket hitam yang sejak tadi masih ia kenaka, ia buka dan menampakkan badan atletisnya dibalik balutan baju tanpa lengan.
Daniel menghela napas lelah. Tubuh tingginya ia baringkan dengan posisi telentang menghadap langit-langit kamar, ke atas kasur dengan menumpukan kepalanya menggunakan lengan.
"Mami sama sekali tak terlibat dalam kasus ini. Kenapa harus Mami yang mendapatkan prilaku kasarnya? Sebenarnya siapa yang sudah merekam video itu? Kenapa menggunakan ponsel Mami? Dan apa motif sebenarnya?"
Daniel teringat akan peristiwa dimana ibunya dihajar habis-habisan oleh sang ayah dihari terakhir sebelum mereka memutuskan untuk kabur dari negara kelahirannya. Tanpa sadar kedua telapak tangannya mengepal erat, beriringan dengan kilasan kejadian beberapa waktu lalu di rumah besarnya.
Daniel baru saja pulang dari latihan renang di sekolah. Ia adalah salah satu atlet renang yang mewakili sekolahnya dalam tiap perlombaan. Sudah banyak medali yang ia dapatkan dari hasil kemenangannya dalam perlombaan dan dipajang bangga oleh sang ibu di ruang keluarga mereka yang luas dan mewah.
Ia pulang menggunakan angkutan umum dan turun di persimpangan jalan menuju rumahnya, dikarenakan motor yang sering ia gunakan ketika berpergian, sedang diperbaiki. Diperjalanan menuju rumah, Daniel sedikit mengernyit ketika melihat sebuah mobil sedan hitam terparkir di jalan depan rumahnya. Pria yang ada di dalamnya menggunakan kaca mata hitam dan juga masker, mengamati rumahnya lekat-lekat.
Daniel curiga. Ia mempercepat langkahnya hanya untuk memastikan siapa pria dibalik masker itu. Namun, ia kalah cepat. Pria itu terlebih dahulu menyadari keberadaannya dan langsung kabur dari sana.
"Hey! Jangan kabur!" Daniel berusaha mengejar, tapi sia-sia. Pria itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan maksimal sehingga ia tak bisa mengejar lebih jauh.
Menyerah, Daniel memutuskan kembali ke rumahnya dan mendapati sang ibu berteriak kencang seperti orang kesakitan. Buru-buru ia masuk dan berlari ke kamar orangtuanya. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Daniel mendobrak pintu itu dan menemukan ibunya sudah terkulai di lantai kamarnya.
Ibunya dianiaya. Daniel berang. Ia menatap sang pelaku dengan kilatan amarah yang begitu besar. Pria itu jelas bukan orang asing bagi mereka. Bahkan pria itu menjadi panutan Daniel untuk bisa sesukses dia dalam berbisnis. Dia adalah pria yang menyumbangkan separuh gen ke dalam tubuhnya.
"Apa yang kau lakukan pada ibuku!" berang Daniel kala itu. Kedua tangannya terkepal erat, bersiap menghabisi sang ayah jika saja ia tak ingat bahwa dia adalah ayah kandungnya.
Melihat kemarahan sang putra, pria paruh baya itu mendecih kasar. "Dia tak pantas kau sebut ibumu, jika ayahmu saja dia coba musnahkan."
"Apa maksudmu!"
Pria itu mendengus, lalu menatap putranya lekat-lekat. "Tanyakan pada pengkhianat itu, dan suruh dia menyerahkan file asli yang dia sembunyikan. Jika tidak, mungkin aku dengan sangat terpaksa menghabisi nyawanya." Lalu enyah dari sana.
Daniel dibuat bingung dengan apa yang terjadi, lalu menghubungkannya dengan sosok misterius yang menatap rumahnya seperti penguntit.
Lenguhan suara ibunya yang terdengar lemah, menyadarkan Daniel untuk segera membantunya. Air mata kelelakiannya hampir saja menetes melihat kondisi memprihatinkan ibunya. Dengan sangat telaten ia membaringkan ibunya ke atas ranjang, lalu mengobati lukanya.
"Sebenarnya apa yang terjadi, Mami?" Daniel bertanya setelah memastikan ibunya sedikit baikan usai diberikan obat.
Wanita itu menghela napas lemah. "Mami...juga... tidak tahu. A...ayahmu tiba-tiba menanyakan... masalah rekaman video... yang Mami kirim... ke...dia."
Daniel sedikit tak percaya. "Mami yang melakukannya? Memangnya video apa?"
Ibu Daniel menggeleng sebagai tanggapan. Air mata beliau menetes, menahan rasa sakit yang diberikan sang suami padanya.
Penasaran, Daniel mencoba mencari tahu. Ia menemukan ponsel sang ibu yang sudah retak dan tergeletak di lantai. Ia memungutnya, lalu mencoba menghidupkannya kembali. Tapi sayang, ponsel itu benar-benar sudah mati. Dengan inisiatif lain, memory card-nya ia ambil dan mencoba memasangnya di ponselnya. Namun, video yang dimaksud tidak ada di sana.
"Mana videonya?" tanyanya kemudian.
Wanita itu menggeleng, "sudah ditukar. Itu... yang membuat...ayahmu murka. Dia mengira... Mami sengaja... menyembunyikannya."
"Memangnya apa yang membuatnya ngotot menuduh Mami?" Ibunya kembali menggeleng.
Daniel menggeram marah. Ia memutuskan untuk mencari kelibat sang ayah menuntut penjelasan atas tuduhan tak berbukti yang diberikan pada ibunya. Dalam benaknya berpikir, bukankah ayahnya sangat mencintai ibunya melebihi apapun? Lalu, kenapa dengan mudahnya pria itu menganiaya sang istri hanya karena masalah video. Memangnya video apa yang seakan sangat berpengaruh terhadap kehidupannya?
Dengan emosi yang menggebu, Daniel berkeliling mencari kelibat sang ayah, tapi belum jua ia temukan keberadaannya. Saat ia melewati ruang tamu yang mempunyai kaca-kaca besar sebagai dindingnya, kembali ia melihat mobil yang sama dengan sebelumnya, berhenti di depan rumahnya. Daniel bergegas keluar dan melihat siapa pria itu? Dan lagi-lagi Daniel kalah. Mobil itu sudah melesat pergi sebelum ia berhasil mendekatinya.
Daniel terengah. Ia berdiri sembari berusaha mengatur napasnya yang memburu usai berlari melewati halaman rumahnya yang luas menuju gerbang depan. "Sebenarnya, siapa dia?" gumamnya kemudian.
Saat ia ingin berbalik kembali ke rumah, tak sengaja ia melihat ada sebuah chip kecil tergeletak di jalan tepat di mana mobil tadi berhenti. Daniel memungutnya, membolak-balikkan chip kecil berupa memory card ponsel itu dengan teliti. Saat teringat akan hal yang ayahnya cari pada ibunya, Daniel segera memasukkannya ke dalam saku, lalu masuk ke rumah seolah ia sedang tak menyembunyikan apa-apa.
Setidaknya ia harus tahu dulu apa isi video yang sudah membuat ayahnya murka. Daniel masuk ke kamarnya dan menguncinya. Ia kemudian mengeluarkan ponsel lain dari laci meja belajar, dan memasukkan memory tersebut ke dalam sana.
Saat sudah terhubung, dengan sangat cepat ia membuka file di sana. Ada banyak rekaman di sana, dan tak terlihat adanya video aneh yang sampai membuat ayahnya murka. Daniel bahkan berpikir mungkin saja memory tersebut bukan memory ponsel ibunya yang ditukar, hingga saat membuka file lain, ia menemukan sebuah video lain. Daniel membukanya, dan...
"Ternyata selama ini kami tinggal serumah bersama calon narapidana!"
***
BTS itu bukan grup boyband Korea, yak. Itu singkatan keren untuk menara jaringan yang melayani perangkat secara spesifik. Nah, di sanalah google maps bisa minta data dan melacak data atau melacak keberadaan perangkat (ponsel) yang hilang dalam keadaan mati. Makanya kalo hape hilang, terus dimatikan atau bahkan kartu sim-nya dicabut sekalipun, Polisi bisa melacaknya.
Dan kenapa Al harus milih nge-hacker kode cell id nya, karena data ponsel dari BTS itu gak bisa diberikan pada siapapun secara gamblang. Jikapun bisa, banyak urusannya. Bisa jadi lewat Pak Polisi dulu. Ntar keburu Aya ditelan harimau pulak. wkwkw...
Okelah. Sampai di sini dulu untuk Part ini. Nanti tak sambung lagi.
Ini saya kasih pict tambahan, si akang2 keren.
1. Daniel
2. Bang Andra
3. Dedek Cacing
Dedek cacing nih paling sengak kalo diajak foto. Nggak ada senyum sama sekali. Hadeeh, untung cakep.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top