14
Ngetik ini sambil nonton Karma di Antepeh. Tapi tenaang... Si Cantik, Lontong, sama Botak nggak ada, kok.
Saya nggak tau apakah ada kalimat kurang nyambung atau gimana di part ini. Soalnya ngetik tapi mata ke tipi. Jadi, komen di kalimat itu jika ada yang kurang pas, ya. Biar mudah buat saya mengeditnya.
***
Ayah...
Uhukk!
Alif baru saja selesai menyeduh coklat menggunakan air panas, ketika ia mencoba untuk menyeruputnya, ia tersedak hingga sebagian coklat tersebut keluar dari hidungnya. Sakit bukan main. Dadanya ia tepuk-tepuk pelan untuk meredakan batuk akibat tersedak. Dalam batin ia berpikir, apa yang sedang ia pikirkan hingga tidak menyadari bahwa coklat yang coba ia seruput masih mengepulkan uap panas.
Tiba-tiba saja perasaannya tidak enak. Kelebat keluarga kecilnya membayang di dalam pikirannya begitu perasaan tidak enak tersebut ia rasakan.
"Ada apa, ya?" gumamnya pelan. Ia ingin menelepon Naya, tapi rasanya tanggung karena sebentar lagi dia akan kembali ke rumah. Untuk penerbangan kali ini, Alif hanya punya beberapa leg penerbangan sehingga dalam dua hari ia bisa kembali lagi ke rumah.
"Ada apa, Capt? Kok bengong?" Benny, co-pilot yang menemaninya dalam penerbangan kali ini bertanya, bingung melihat atasannya bengong sembari memegangi bagian dadanya. Ia pikir mungkin atasannya tersebut sedang sakit pada bagian tersebut. Jika benar, Benny akan membantu.
"Nggak apa-apa. Saya keinget keluarga saya aja."
Benny tersenyum menggoda, "Terutama istri ya, Pak?"
Alif berdecak lalu terkekeh. "Kamu lebih tau apa maksud saya. Jadi, saya nggak perlu jawab aja karena kamu udah tau jawabannya."
Benny menyengir. "Ngeliat Bapak, saya jadi baper sendiri."
Alif mengernyitkan dahi, "Kenapa?"
"Belum ketemu jodoh sampe sekarang. Kalo Bapak ada anak gadis, boleh dong kenalin ke saya."
Plak!!
"Kalopun saya punya, nggak akan saya kasihkan ke kamu. Enak aja."
Benny tertawa cekikikan. Rasa pedih akibat geplakan sang atasan pada lengannya tidak begitu ia rasakan.
"Ya kali aja Bapak mau punya menantu seperti saya. Bapak nggak tertarik gitu jadiin saya menantu?"
Alif berdecih. "Nggak sama sekali."
Bibir Benny mengerucut. "Kenapa emangnya, Pak? Saya 'kan ganteng dan tajir. Kurang apalagi coba."
"Kurang ingat Tuhan." Alif menyahut cepat dan penuh penekanan. To the point, Alif harus bicara yang sejujur-jujurnya pada Benny agar pria itu sadar dimana letak kekurangannya selama ini. Mengaku muslim tapi sholat saja tidak pernah. Bagaimana Alif tertarik untuk menjadikan pria itu menantunya? Lagipula, anak gadis Alif masih bocah yang sedang ia sayang-sayang, sangat tidak mungkin Alif menyerahkan Aya pada pria bangkotan seperti Benny.
***
Tek Tek Tek Tekk...
Jari-jari panjang Althaf bergerak lincah di atas keyboard komputer yang berada di dalam ruang kerja kecilnya. Mata tajam remaja 14 tahun tersebut memerhatikan kata demi kata asing yang terpampang di layar komputer. Seperti biasa, ketika mengoperasikan komputer ia selalu menggunakan kacamata anti radiasi keren yang dibelikan sang ayah di Amerika beberapa waktu lalu.
Saat sedang fokus, Al terlihat beberapa kali lipat lebih tampan dan memunculkan karisma mematikan dibanding penampilan biasanya. Tak jarang Naya akan jatuh hati pada putranya sendiri. Jatuh hati yang dimaksud lebih kepada rasa syukur karena dikaruniai putra yang sangat tampan melebihi ayahnya sendiri.
Tiit tiit...
Komputer yang digunakan Al tiba-tiba memberikan sebuah pemberitahuan penting. Titik koordinat dimana kakaknya berada sudah terdeteksi. Kelemahan alat pelacak yang ia buat kemarin, ianya tidak bisa melacak hingga ke luar kota hanya mengandalkan aplikasi di smartphone. Oleh karena itu, Althaf harus bekerja lebih ekstra berusaha menemukan titik koordinat secara akurat menggunakan komputer kerennya.
"Ah gotcha!" Althaf mendorong kursi kerja berodanya mundur ke belakang untuk mengambil ponsel di meja belakangnya. Ia harus segera menghubungi sang abang untuk bergerak menyusul sang kakak dan membawanya pulang ke rumah sebelum bunda mereka mencurigai masalah yang terjadi.
"Dek, gimana?" jawab Andra di seberang telepon.
Klik.
Al men-zoom koordinat yang didapat, nama sebuah daerah dimana mobil ayahnya berada jelas tertera di layar komputer.
"Catat. Ini alamatnya..." Al menyebutkan alamat dimana titik koordinat yang didapat. Di seberang telepon Andra mengiyakan tanpa bersusah payah mencatatnya dimanapun. Kemampuan mengingat Andra bisa diandalkan dalam hal ini.
"Ok, di save dalam otak."
Althaf mengangguk. Ia mematikan panggilan begitu data yang harus Andra ketahui selesai diberikan.
***
Beberapa waktu sebelum Althaf berhasil memecahkan titik koordinat keberadaan Aya, Andra sibuk mencari data Daniel pada petugas sekolah yang berjaga saat itu. Sebenarnya pihak sekolah sangat merahasiakan identitas Daniel, tapi begitu Andra mengatakan bahwa pria tersebut bukan pria baik dan sedang berusaha membawa kabur Aya, pihak sekolah langsung memberikan data tersebut.
Nomor ponsel Daniel sudah disakukan. Bersamaan dengan itu tiga sahabat sejatinya, Hero, Eggy, dan Fathan datang dengan mobil sport biru milik Eggy.
"Ke mana kita harus pergi?" Eggy membuka kacamatanya, lalu bertanya pada Andra begitu dia memasuki mobil milik Eggy.
Belum sempat Andra menjawab, ponselnya berbunyi dan nama sang adik muncul di layar dan me-loud speaker panggilannya.
"Dek, gimana?"
"Catat. Ini alamatnya..."Althaf menyebutkan alamat yang harus mereka tuju. Pada saat itu juga Eggy langsung mengaktifkan GPS yang terpasang di dashboard mobilnya.
"Oke. Di save dalam otak."
Klik.
Andra menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku. "Berapa lama waktu yang kita gunakan untuk tiba di sana?" tanyanya pada Eggy.
"Nggak lama. Satu jam kita nyampai. Dia..." Eggy mengelus setir mobilnya dengan sayang. "... bisa bawa kita dengan kecepatan dan ketepatan luar biasa."
Andra mengajak Eggy bertos ria sebelum melaju menuju lokasi keberadaan Aya.
"Bagaimana Aya bisa berada di sana, Ndra?" Hero bertanya saat mobil Eggy melaju membelah jalanan kota Jakarta.
"Gue juga nggak ngerti. Setau gue, Aya nggak bisa bawa mobil. Gue yakin Daniel udah memperdaya Aya buat pergi menggunakan mobil bokap gue." Andra menjawab dengan perasaan geram.
"Kenapa dia bisa senekat itu bawa kabur saudara kembar elo? Bukannya kata lo, Daniel nggak menyukai Aya?"
"Justru itu, Daniel pasti sedang memanfaatkan Aya dan yang paling gue takut, kalo Daniel nekat merusak kehidupan saudara perempuan gue satu-satunya. Kalo itu sampai terjadi, nggak bakal gue biarin dia hidup." Andra mengepalkan telapak tangannya sebagai pelampiasan amarah yang tak bisa ia limpahkan pada Daniel secara langsung.
"Lo punya nomor Daniel?" Fathan tiba-tiba bersuara.
Andra mengangguk. "Dan buat dapetin nomornya aja susah banget. Gue semakin yakin ada sesuatu yang nggak beres sama tu anak."
"Lo coba hubungin dia. Tanya secara bersahabat dulu, sebelum kita dobrak di sana. Siapa tau Daniel nggak terlibat di sini."
"Nggak terlibat gimana? Aya itu jelas nggak bisa bawa mobil. Daniel pergi dari sekolah saat kita belum selesai latihan basket. Apa kalian pikir ini hanya sekedar kebetulan?" Andra naik darah. Bahkan tanpa sadar ia meninggikan suara pada Fathan saat pria itu berusaha memberikannya saran bijak.
Fathan tak bersuara setelah itu. Bukan berarti dia membenarkan Andra, tapi ia berusaha menghindari pertengkaran disaat Andra sedang berapi-api. Hero berusaha menenangkan Andra agar tidak terlalu terbawa emosi. Mereka berjanji akan membantu Andra mencari keberadaan Aya, karena mereka berempat adalah sahabat. Sahabat harus saling membantu saat salah satu dari mereka mengalami masalah.
***
Empat penjahat yang hendak menodai Aya beberapa saat lalu berlarian keluar bangunan dengan wajah ketakutan. Mereka tak pernah setakut itu saat berhadapan dengan penjahat manapun. Namun, saat yang dihadapi bukan dari kalangan manusia, nyali mereka tiba-tiba menciut dan lari terbirit-birit.
Pada kenyataannya, makhluk yang mereka lihat tadi tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Negara mereka memiliki makhluk yang berbeda, dan yang muncul tadi lebih menyeramkan dibanding makhluk halus di negara mereka.
Tak punya pilihan lain, salah satu dari mereka memutuskan untuk menghubungi ketua mereka. Saat menceritakan kejadian tadi, sang ketua spontan mengatai anak buahnya bodoh.
"Aku akan kembali. Kalian jangan pernah meninggalkan gadis itu di sana. Dia umpan manis kita. Kalian mengerti itu!!"
"Baik, Bos."
"Dasar goblok!"
***
Hari mulai gelap ketika Daniel tiba di lokasi yang disebutkan penjahat utusan ayahnya dimana mereka menyekap Aya. Ia turun dari atas motor besarnya, dan melihat ke sekeliling lokasi yang terlihat kumuh. Lokasi tersebut lebih pantas disebut sarang iblis karena kotor dan penuh oleh puing-puing bangunan yang sengaja dibuang di sana.
Pelan Daniel melangkah. Ia menatap waspada ke sekelilingnya jika saja tanpa ia sadari anak buah ayahnya tiba-tiba menyerang dari arah yang tak ia duga.
"Apa benar ini tempatnya?" gumamnya. Ragu, meskipun begitu ia tetap melangkah memasuki sebuah bangunan kumuh tak terawat yang lebih tepat disebut gubuk tua. Pintunya berderit keras begitu ia membukanya.
Sepi, seperti tak ada penghuni. Itu yang Daniel rasakan saat memasuki bangunan tersebut. Ia hampir saja pergi dari sana jika saja mata tajamnya tak melihat seorang gadis terkulai di tiang ruangan sebelah dengan keadaan terikat.
Jantung Daniel terasa diremas. Tanpa melihat wajahnya, Daniel bisa menebak bahwa gadis yang terikat tersebut adalah Aya. Gadis urakan tak tahu malu yang selama ini selalu membuntutinya, secara tak langsung membuat Daniel mengenal postur tubuh gadis tersebut.
Dengan langkah lebar pria itu mendekati ruang dimana Aya berada. Namun, pintu ruangan tersebut tiba-tiba tertutup. Tak lama kemudian, beberapa orang berseragam hitam muncul di depannya. Pria berjas rapi memunculkan diri di tengah-tengah anak buahnya lengkap dengan senyuman sinis.
"Akhirnya tiba juga. Mana ibumu?"
Telapak tangan Daniel mengepal, matanya menyorot tajam pria tersebut dan berujar, "lepaskan gadis itu terlebih dahulu, setelah itu aku akan memberikan apa yang kalian minta."
"Hahaha..." Pria berjas tersebut tertawa congkak, kemudian memasang wajah sinis. "Tidak bisa seperti itu. Aku sudah bilang, bawa ibumu dan juga rekaman asli tersebut baru kemudian kami bisa membebaskan gadis itu."
"Tidak bisa! Dengar, aku tidak akan pernah menyerahkan ibuku atau rekaman asli tersebut tanpa kalian bebaskan dia dulu," putus Daniel tak terbantahkan.
"Tuan Choi punya anak luar biasa pemberani juga, ya? Jika saja Tuan Choi tidak menginginkan dia mati, aku mungkin akan merekrutmu menjadi anak buahku. Sayangnya, pekerjaan ini harus segera kami akhiri." Pria berjas tersebut tersenyum miring, kemudian menitah anak buahnya untuk segera beraksi.
Daniel tahu bahwa akan ada pertempuran hebat antara dirinya dan penjahat-penjahat utusan sang ayah. Sehingga, begitu penjahat-penjahat tersebut menyerang ia sudah menyiapkan diri untuk melawan.
"Hyaaatt..."
Empat lawan satu. Daniel berusaha menghindari setiap serangan yang hampir mengenai dirinya. Ketika satu tendangan hampir mengenai perutnya, Daniel memutar tubuh ke kiri lalu menyergap sang lawan dari posisi belakang, sehingga penjahat tersebut berhasil ia lumpuhkan dan terjatuh ke lantai.
Namun itu belum berakhir. Masih ada tiga lawan yang harus ia hadapi. Masing-masing dari mereka menghadang Daniel dari berbagai posisi sehingga pria itu terkepung di tengah-tengah mereka. Masing-masing dari penjahat memasang senyum sinis penuh intimidasi. Daniel tak akan takut hanya karena lawan yang harus dihadapi jauh lebih kekar dan sudah terjamin kekuatannya. Demi gadis tak bersalah tersebut, Daniel akan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk melawan.
"Hyaaaak..."
Duak! Duak!
Pertarungan kedua tak terelakkan. Suara dengusan, ringisan, dan juga suara keributan yang terjadi berhasil membuat Aya tersadar. Kepalanya pusing bukan main. Ia harus menggelengkan kepalanya sejenak untuk meminimalisir sakit di kepalanya.
Kakinya lemas. Rasanya Aya tak sanggup terus-terusan berdiri. Jika saja ia tak diikat, mungkin saat ini ia sudah melorot ke lantai.
"Ayah..." Aya kembali menggumamkan kata 'ayah', berharap sekali ayahnya mendengar dan datang membebaskannya dari penyekapan ini. Tapi, Aya rasa itu tidak mungkin terjadi. Ayahnya sedang bekerja dan dia yakin ayahnya tidak mengetahui apa yang menimpa putri cantiknya saat ini.
Duak!
"Arrgh..."
Aya spontan mengangkat wajahnya begitu suara erangan seseorang terdengar familiar di telinganya. Baru ia sadari di luar sana sedang ada pertengkaran hebat.
"Menyerah saja, Kim. Kamu tidak akan pernah bisa mengalahkan kami. Sekuat apapun kamu mencoba menantang kami, pada akhirnya kamu akan habis di tangan kami. Serahkan bukti dan juga ibumu, maka gadismu akan kami serahkan."
Aya dapat mendengar dengan jelas apa yang penjahat itu katakan.
"Kim? Daniel? Daniel ada di sini? Buat bantuin gue?" tanyanya entah pada siapa. Ada sedikit rasa gembira ketika mengetahui bahwa Daniel rela datang ke sana hanya untuk menyelamatkannya. Aya tak ragu lagi, Daniel pasti juga menyukainya layaknya Aya menyukai Daniel. Hanya saja, pria itu tidak mau mengakuinya.
Perih pada pergelangan tangan dan nyeri di bagian dadanya seolah hilang begitu saja. Semua rasa sakit pada bagian tubuhnya terobati dengan rasa bahagia karena Daniel. Jika dengan begitu Daniel bisa mengkhawatirkannya, Aya rela diculik lagi seperti ini.
"Ini real, tapi rasa drama korea. Hihihiii..." Aya cekikikan sendiri.
Tapi, ada satu hal yang membuat gadis itu bertanya-tanya sendiri. Bukankah tadi penjahat-penjahat itu sudah kabur? Kenapa sekarang mereka kembali lagi dan menghabisi Daniel?
"Ah, Daniel." Aya memekik cemas begitu ingat bahwa Daniel sedang dalam bahaya di luar sana. Ia harus segera melepaskan ikatannya dan membantu Daniel melawan musuh-musuh tersebut.
Duak!!
"Akh!"
Sekali lagi suara erangan kesakitan Daniel terdengar menyayat hati Aya. Hati gadis itu menjadi panas. Kedua tangannya mengepal erat. Bibirnya diketap geram. Mengerahkan seluruh tenaga yang ia miliki, Aya berusaha memaksa memutuskan tali tanpa menggunakan alat tajam apapun.
"Akh!"
"Hik... Bertahan, Daniel. Aku akan membantumu. Hiks. Ih, ini talinya susah amat, sih? Hiks..." Aya semakin bersemangat melepas ikatan talinya. Ia terisak. Tidak bisa ia bayangkan bagaimana sakitnya Daniel akibat hantaman penjahat tersebut. Daniel sendirian, sedangkan penjahat itu berlima. Aya yakin Daniel tak bisa melawan mereka tanpa bantuan siapapun.
"Hh. Masih tidak mau menyerah? Keras kepala! Hajar terus dia."
Duak! Duak! Duakk!!!
"Arrrgh!!!"
"Aaaarghhh!" erangan Daniel dan Aya terdengar bersamaan. Jika saat itu Daniel ambruk, maka Aya berhasil meloloskan diri, meskipun harus mengorbankan pergelangan tangannya terluka parah.
Begitu dirinya terbebas dari ikatan kencang, tubuhnya otomatis merosot ke lantai. Kakinya benar-benar lemas seolah tak bertulang. Tapi, demi Daniel ia menguatkan diri untuk bangkit.
"Aku harus bantu Daniel. Hhh..." Desahan napas Aya terdengar berat. Wajahnya pucat. Jika saja bibirnya disayat menggunakan pisau, yakin tidak akan ada darah yang keluar.
Brakk!
Pria berjas dan anak buahnya sedikit terkejut begitu pintu ruangan di belakang mereka terdobrak kencang hingga pintunya ambruk ke lantai.
"Waow. Kamu bisa meloloskan diri? Hebat. Kalian berdua pasangan yang hebat." Pria berjas bertepuk tangan. Bukan memuji, tapi sebaliknya.
Daniel terengah. Bibirnya mengeluarkan darah akibat hantaman penjahat tersebut. Tapi ia masih memiliki kesadaran sepenuhnya hingga bisa melihat Aya muncul dengan wajah pucat dan tangan mengeluarkan darah.
"Jangan... nekat." Daniel berusaha menyuruh Aya mundur, tapi yang terdengar hanya gumaman tanpa suara.
"Apapun masalah kalian dengan Daniel atau ibunya, kalian nggak berhak menghabisi nyawa mereka. Jika kalian manusia, gue yakin kalian nggak akan melakukan tindakan keji ini. Kecuali kalo kalian binatang berwujud manusia." Sudut bibir Aya terangkat. Ia semakin merasa puas saat melihat tatapan geram dari wajah pria berjas tersebut terhadap dirinya.
"Atau, jangan-jangan kalian memang binatang? Cih. Binatang nggak akan pernah menang melawan manusia."
"KURANG AJAR!"
Dorr!
Jantung Daniel seolah berhenti berdetak begitu senjata api diarahkan pada Aya tanpa memberikan jeda untuk menembak gadis tersebut. Aya juga tidak menyangka jika pria berjas itu menyembunyikan pistol dibalik jas kerennya. Beruntung Aya bisa menghindar sebelum timah panas tersebut menancap di dadanya.
"Curang. Kalian menggunakan senjata api saat kami nggak punya alat apapun yang bisa digunakan untuk melawan." Aya tersenyum sinis.
"Tapi, bukan berarti dengan begitu kalian bisa mengalahkanku dengan mudah." Aya bergerak mendekat pelan tanpa perasaan takut. "Jika kalian ingin merasakan tendangan seorang Amalya Khalila Irsyad, maka...."
Duak!!
"Rasain!"
Senyum sinis Aya kembali terkembang begitu ketua penjahat tersebut berhasil terdorong ke belakang hingga pistolnya ikut terjatuh ke pojok gudang ketika tendangan mautnya berhasil ditunjukkan. Empat anak buahnya cemas dan berusaha membantu ketua mereka untuk berdiri tegap.
"Sial!" maki pria tersebut kasar. Tanpa perlu dititah, empat anak buahnya mengambil alih perkelahian untuk membantu melindungi ketua mereka.
"Pengecut." Aya berdecih. Dimanapun, dunia nyata atau fiksi, ketua geng penjahat pasti pengecut, pecundang. Ketua selalu menyuruh anak buahnya maju terlebih dahulu untuk melindunginya. Saat anak buah berhasil, maka ketua menikmati kemenangan tersebut.
Aya bergerak lincah. Postur tubuhnya yang mungil sangat menguntungkan dalam hal ini. Ia bisa meloloskan diri dari serangan para penjahat dengan begitu mudahnya.
Ketika ada serangan dari depan, Aya memutar tubuhnya lalu mengayunkan kakinya hingga menghantam wajah sang penjahat. Gadis itu tersenyum puas. Namun senyum itu hanya terkembang sesaat. Pasalnya tanpa bisa ia mengelak, penjahat yang lainnya berhasil mengungkung lehernya menggunakan lengan kekar penjahat tersebut. Aya tersedak bahkan terbatuk-batuk saat kungkungan lengan pria itu semakin erat.
Aya tak kehilangan akal. Jika pergerakannya dikekang, ia masih bisa memanfaatkan gigi tajamnya untuk menggigit lengan penjahat tersebut. Saat penjahat tersebut mengerang kesakitan, ia memelorotkan diri hingga lepas dari kungkungan lengan besar tersebut. Saat ia belum berhasil bangkit dari posisi jongkoknya, penjahat satunya lagi bersiap menghantam dengan kaki besarnya. Beruntung Aya berhasil menghindar sehingga tendangan yang seharusnya menghantam wajah Aya, malah mengenai selangkangan pria yang mengungkung Aya sebelumnya.
"AAKH!"
"Woow. Atiit..." Aya meringis ngeri. Benda keramatnya ditendang, pasti sakit bukan main. Aya pernah latihan dan tak sengaja menendang benda keramat sang pelatih taekwondonya dan sang pelatih langsung pingsan seketika.
"Cukup sudah! Gadis ini tidak bisa diremehkan. Jangan menyalahkanku jika aku memilih menghabisimu dengan senjata api ini." Pria berjas menodongkan pistol mengarah lurus tepat ke bagian dahi Aya.
Bukannya takut, Aya hanya memutar bola matanya malas. Berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan Daniel. Pria itu cemas. Ia mengerang, berusaha untuk bangkit dan membantu gadis itu lolos dari maut. Lagipula, seharusnya dia yang menyelamatkan Aya bukan malah dirinya yang diselamatkan gadis itu.
Saat pelatuk senjata api tersebut ditarik, sebuah tembakan tak bisa dihindarkan.
DOR!!
Suaranya menggema hingga ke luar gudang.
***
DOR!
CKIIT...
Eggy mengerem mobil sport mewahnya secara mendadak begitu letusan pistol terdengar menggema di telinga mereka.
"Lo denger suara itu?" tanyanya pada yang lain.
"Iya, gue denger." Andra mengiyakan, demikian juga dua sahabatnya yang lain.
"Liat titik koordinatnya, posisi mobil ayah loe di dekat sini." Fathan menunjuk GPS di dashboard mobil Eggy.
"Apa Aya ada di sini?" Hero menambahkan.
Andra langsung melepas seatbeltnya dengan terburu-buru. Kemudian ia keluar dari mobil usai Hero berkata bahwa kemungkina Aya berada di sana. suara letusan senjata api menambah kecemasan di hati Andra. Bagaimana jika saudara kembarnya dalam bahaya.
"Daniel." Andra menggeram. Kedua telapak tangannya mengepal erat sebelum berlari mencari titik terang keberadaan saudara kembarnya.
"Andra!" Eggy menyerunya sembari berusaha mengejar. Langkah Andra jauh lebih lebar dibanding langkah mereka. Sehingga mengejar Andra membuat napas mereka sesak.
"Kakaaaak!!!" Andra berteriak memanggil Aya dengan panggilan biasa saat mereka di rumah. Berharap seruannya mendapat respon dari sang empunya nama.
"Kak Ayaaa..." serunya sekali lagi. air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. Ia benar-benar cemas pada sang kembaran. Meskipun jelek, pendek, dan menyebalkan, Aya tetap jantungnya. Jika jantung Aya berhenti berdetak, jantung Andra juga akan berhenti berdetak. Kekuatan insting mereka kuat, saat salah satu dari mereka merasa sakit, yang satunya akan merasakan sakit. Itu sebabnya mengapa Andra hampir menitikkan air mata saat ini.
"Ndra. Jangan teriak. Jika kita berteriak, gue takut Daniel bakal bawa kabur Aya sebelum kita berhasil menemukannya. Kita nggak tau apakah Daniel itu seorang mafia kelas kakap? Dari GPS, gue yakin posisi Aya nggak jauh dari sini." Eggy berusaha menenangkan dan memberikan saran untuk tidak berteriak dari jauh. Eggy hanya takut jika target mereka semakin menjauh membawa Aya pergi.
Andra menahan isak tangisnya. Napasnya naik-turun, hingga dadanya terasa sesak. Menahan tangis itu sakit. Jika tak ingat bahwa dia adalah laki-laki sejati, mungkin sudah sejak tadi ia menangis meraung menyeru nama sang kembaran.
Eggy menepuk pelan punggung Andra. Tak lama kemudian, Fathan dan Hero berlari ke arah mereka. Aura wajah mereka terlihat sedikit cerah, tapi tak dipungkiri jika ada sedikit kecemasan di sana.
"Ada apa?" Eggy bertanya.
"Di sebelah sana. Kita berdua liat ada mobil bokap lo sama motor yang biasa Daniel pakai. Tapi, ada dua mobil lainnya, dan terparkir agak jauh dari lokasi tersebut." Hero berusaha menjelaskan dari apa yang ia temukan.
Tanpa berlama-lama, Andra berlari menuju ke arah yang dimaksud Hero. Di lokasi yang agak jauh dari jalan, mereka menemukan sebuah gubuk jelek di tengah-tengah padang ilalang. Seperti yang dilaporkan Hero, ada mobil ayahnya dan juga motor Daniel terparkir di sana.
Andra kembali menggeram. Bersama tiga sahabatnya, ia mantap melangkahkan kaki masuk ke gubuk tersebut. Pintu tua gubuk, ia tendang keras hingga engselnya terpelanting jauh. Andra tersentak. Ia tak menyangka jika ada beberapa orang berpakaian serba hitam dan bertubuh kekar berada di sana. Satu diantara mereka memegang pistol. Pria itu juga sedikit kaget begitu mendapati Andra dan juga tiga temannya berdiri di depan pintu.
Andra bertambah kaget saat melihat saudara kembarnya tertindih tubuh Daniel. Andra tak tahu apakah mereka masih sadar atau pingsan. Pasalnya, dua orang itu sama sekali bergeming dengan posisi tak layak.
"Siapa kalian!" Pria berjas mengacungkan pistol ke arah Andra dan rekan-rekannya. Pada saat itu juga Eggy mengeluarkan shuriken, Hero mengeluarkan pemukul bisbol, dan Fathan mengeluarkan merica bubuk yang sejak awal sudah disiapkan untuk persiapan bertarung.
"Seharusnya kami yang nanya, kalian siapa? Apa yang terjadi di sini? Apa yang kalian lakuin sama saudara gue, ha!" Andra bertanya dengan nada tak kalah keras.
Pria berjas tertawa sinis. "Hh... Anak kecil-anak kecil ini luar biasa sekali. Mereka jauh lebih berani untuk menantang kita."
"Harus kita apakan mereka?" salah satu anak buah beliau bertanya.
Pria berjas hanya tersenyum. Tanpa perlu dikatakan, mereka mengerti harus melakukan apa.
Pertarungan kembali tak terelakkan. Kali ini mereka impas. Empat lawan empat. Andra mengeluarkan seluruh kemampuan bela dirinya untuk menghajar para penjahat-penjahat yang tak diketahuinya tersebut. Tak ada yang menyangkan jika Andra memiliki kemampuan bela diri yang luar biasa. Dengan tendangan dan pukulannya, ia berhasil menumpaskan satu penjahat hingga tergeletak di lantai.
Empat flowerboy bertarung saling menyelamatkan anggotanya. Saat ada lawan hendak menyerang Fathan dari belakang, Hero datang langsung mengayunkan pemukul bisbolnya hingga sang lawan jatuh tak sadarkan diri.
Dari pihak lawan tersisa dua orang. Andra, Eggy, Hero, dan Fathan membuat lingkaran mengurung dua penjahat hingga mereka tak bisa lari. Andra memberikan kode melalui senyuman penuh makna pada tiga rekannya. Pada saat itu juga Fathan langsung bertindak dengan menyemburkan serbuk merica hingga dua penjahat tersebut berteriak kesakitan pada bagian matanya. Pada saat itulah Andra bertindak dengan memberikan tendangan maut hingga kedua penjahat tersebut tumbang.
Keempat sahabat tampan itu tertawa puas. Mereka lupa bahwa ada satu orang masih tersisa dan paling berpengaruh. Pria itu mengacungkan pistol ke arah mereka, menarik pelatuknya, dan hampir saja mengenai punggung Eggy. Beruntung, tembakan meleset mengenai atap bangunan. Keempat flowerboy serentak menoleh. Mata mereka membulat melihat Daniel bertarung melawan ketua penjahat seorang diri dengan tubuh lemahnya. Ia menguatkan dirinya untuk bangun dan menggagalkan tembakan pria berjas dengan mendorongnya, lalu merebut pistol dari tangan pria itu dan berbalik menodongkannya pada penjahat itu.
"Timah panas ini akan menancap di kepalamu jika kamu tidak segera enyah dari sini dan berhenti mengganggu kami. Kembali ke negara asal kalian dan berhenti menjadi budak ayahku."
Ctek...
Daniel menarik pelatuk pistol di tangannya. Jika tidak juga mendapat jawaban dari pria itu, maka Daniel tak akan segan-segan membunuh pria itu menggunakan tangannya sendiri.
"Oke. Aku akan pergi..."
Brukk!
Pria itu tiba-tiba mendorong Daniel hingga pria itu tersungkur ke belakang. "Tapi pekerjaan ini harus kuselesaikan hingga tuntas. Sampai jumpa," dan bergegas pergi dari bangunan tersebut bersama anak buahnya tanpa sempat remaja-remaja itu mengejar.
"Akh..." Daniel meringis sembari memegangi lengan kanannya yang terluka. Ada noda darah meluber membasahi lengan bajunya. Pria itu ternyata terkena luka tembak sebelumnya. Tapi Andra tak memperdulikan pria itu. Andra berlari mendapatkan tubuh sang kembaran yang tergeletak tak sadarkan diri di lantai.
"Kak. Bangun, Kak. Sadar. Kita harus pulang sekarang. Bunda udah khawatir sama kita. Ayo, Kak bangun." Andra mengusap dahi Aya lembut. Namun, gadis itu tetap tak sadarkan diri. Andra kemudian memekik begitu menyadari ada darah mengalir dari pergelangan tangan sang kembaran.
"Kita harus bawa Aya ke rumah sakit!!" pekiknya cemas.
***
Selamat Boboook. Hoaaahm...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top