part 30

"Do, sarapan dulu, gih," sambut Mama saat melihat Aldo tampak sedang menuruni anak tangga dengan menenteng sebuah koper di tangannya. Cowok itu sudah tampil rapi meski tak mengenakan setelan jas seperti saat ia akan pergi ke kantor. Selembar kemeja berwarna biru pekat yang ditekuk pada ujung lengannya, membalut tubuh bagian atas milik Aldo pagi ini. Sementara untuk paduannya ia lebih memilih celana bahan katun.

"Nggak usah, Ma. Aldo bisa makan di pesawat nanti," ujar Aldo begitu sampai di hadapan Mama. Wanita itu menghadang langkahnya di depan tangga.

Mama mendesah pasrah.

"Taksinya udah di depan, Do!" Suara Papa tiba-tiba menggema di sekitar ruangan memutus perbincangan ibu dan anak itu.

Laki-laki itu muncul dengan tergopoh-gopoh ke hadapan keduanya. Sesaat tadi ia keluar rumah dan melihat taksi yang dipesannya sudah mendarat dengan sempurna di sana.

"Iya, Pa." Aldo berpamitan pada Mama dan Papa dengan menyalami tangan mereka satu per satu. "Aldo berangkat dulu Ma, Pa."

"Hati-hati, Sayang!" Mama masih sempat berteriak sebelum Aldo menaiki taksi yang sudah menunggunya sejak beberapa menit yang lalu. Cowok itu hanya melambaikan tangannya ke arah Mama dan Papa yang sedang berdiri di luar pagar rumah mereka.

"Ke bandara, Pak," beritahu Aldo setelah ia berhasil naik dan menutup pintu mobil. Ia memilih duduk di jok belakang dan buru-buru mengeluarkan ponselnya dari saku celana untuk sekadar mengintip beberapa notifikasi yang masuk sejak semalam. Tapi, di antara semua notifikasi itu tak ada satupun yang berasal dari sebaris nama Audy. Masih belum.

Setelah mendapat perintah kemana tujuan penumpangnya diantar, sang supir taksi mulai menjalankan mobilnya perlahan meninggalkan depan rumah cowok itu. Tapi, baru beberapa meter taksi yang ditumpangi Aldo bergerak, tiba-tiba ia berhenti kembali. Membuat cowok itu harus mengalihkan perhatian dari layar ponsel yang dipelototinya sejak ia duduk di jok belakang.

"Ada apa, Pak? Mogok?" desak Aldo begitu menyadari taksinya berhenti total. Ia menatap ke depan dan mendapati seseorang sudah berdiri di depan taksi yang sedang ditumpanginya. Sepertinya ia sengaja berdiri di sana untuk menahan taksi agar berhenti sesuai keinginannya.

"Bukan... "

Aldo tidak punya waktu untuk mendengar penjelasan sang supir taksi dan memutuskan untuk melihat apa yang terjadi di depan sana sampai-sampai ia harus menunda kepergiannya ke bandara. Cowok itu turun dari mobil setelah menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku.

Ya, Tuhan!

Aldo takjub melihat seseorang yang kini berdiri di depan taksi yang sedianya akan membawanya ke bandara. Gadis menyebalkan itu!

Aldo bergegas mendekat dan menyeret lengan Audy ke pinggir jalan agar gadis itu tidak tampak seperti orang bodoh yang akan menabrakkan dirinya ke taksi itu.

"Ngapain kamu di sini?" tegur Aldo setelah gadis itu berhasil diseretnya ke tepi jalan dan berada pada posisi aman. Ia menatap lurus ke arah Audy dengan sorot tajam, antara takjub, heran, dan gagal paham. Bagaimana bisa gadis itu tiba-tiba muncul di hadapannya setelah lima hari menghilang tanpa kabar berita? Apa alien yang menculiknya sudah berbaik hati mengembalikan gadis itu ke bumi?

"Pagi ini aku baru diberitahu kalau kamu akan pergi," ucap Audy dengan nada pelan. Anehnya, gadis itu memasang wajah polosnya di hadapan Aldo kali ini. Entah dimana ia menyembunyikan ekspresi datar sedatar papan cucian itu. Mungkin ia lupa untuk memasang topeng itu di wajahnya saat akan menemui Aldo.

Aldo mengangguk. Pasti Mama yang sudah melayangkan kabar keberangkatannya ke rumah Tante Lia pagi ini. Tidak ada satupun orang yang suka bergosip di rumahnya kecuali Mama.

"Ya dan kamu sudah menunda keberangkatanku," sahut Aldo dengan wajah dingin. Ingatannya tentang Audy yang selama lima hari tanpa kabar melintas di kepalanya dan menghancurkan senyum yang sedianya akan ia sunggingkan di depan gadis itu.

"Maaf," ucap Audy sedikit terbata. "aku nggak bermaksud menunda keberangkatanmu. Tadi aku melihatmu naik taksi dan aku takut nggak sempat ketemu kamu," tandas gadis itu setengah tersendat. Entah apa yang membuatnya bersikap sekikuk itu.

Oh.

Aldo hanya melenguh pelan lalu melirik jam di pergelangan tangan kanannya.

"Sekarang kamu sudah ketemu aku kan? Jadi, biarkan aku pergi," ucap Aldo. Sepasang matanya memicing sinis pada gadis itu. Ia belum bisa menghilangkan perihal lima hari dari kepalanya.

Audy menelan ludahnya. Sepertinya lidahnya terlalu sulit untuk diajak kompromi. Ada banyak kalimat yang hendak dikeluarkannya, tapi sulit untuk diucapkan gadis itu. Hanya Audy dan Tuhan saja yang tahu kenapa ia menjadi seperti itu.

"Apa keberangkatanmu nggak bisa ditunda?" Gadis itu menatap Aldo dengan sungguh-sungguh. Seolah-olah ada sebuah kamera yang sedang mengintai mereka dan Audy harus berakting sebaik mungkin.

Aldo tersenyum pahit. Rasanya pertanyaan Audy terdengar sangat lucu baginya. Dari drama apa ia belajar berakting seperti itu?

"Nggak." Aldo menggeleng dengan tegas. Seminar itu dimulai besok dan lebih baik ia berangkat hari ini demi mempersiapkan dirinya. Tiket pesawat sudah dibooking dan Aldo tidak suka membatalkan perjalanannya.

"Apa kamu masih marah?" tanya Audy seolah tak peduli jika Aldo harus pergi agar tak ketinggalan pesawat.

Aldo mendehem lalu membuang pandangan ke tempat lain. Ia ingin menertawakan pertanyaan gadis yang kini berdiri kaku di hadapannya.

Tentu saja aku masih marah.

"Sejak kapan kamu sangat peduli aku marah atau nggak?" desak Aldo bermaksud memojokkan gadis itu pada posisi yang sulit untuk berkata-kata. "emangnya kamu pernah mempedulikanku? Nggak, kan? Jadi, rasanya aneh kalau tiba-tiba kamu datang dan sok peduli seperti ini," ucap Aldo berterus terang. Kasihan sang supir taksi yang sedang bengong menunggunya di balik kemudi. Lagipula argometernya juga tak bisa di-pause.

"Ya, emang aneh." Audy menggigit bibir bawahnya seraya tertunduk sejenak. Lalu ia mengangkat wajahnya kembali untuk menatap seraut wajah Aldo. "aku hanya takut kamu kecewa sama aku dan memutuskan untuk pergi jauh," tandasnya seperti sedang tertekan.

Aldo mengerutkan keningnya. Kenapa Audy berpikir seperti itu? Seminar itu bukan pelampiasan kekecewaannya, tapi, desakan Mama yang ingin berdua-duaan dengan Papa di rumah selama seminggu penuh.

"Kalau pergi ke tempat jauh bisa menenangkan hati, kenapa nggak?" seloroh Aldo sekenanya. Diakui atau tidak, memikirkan Audy selama ia terjaga membuat cowok itu sedikit terganggu. Siapa tahu suasana Bali bisa membantu mengurangi ketegangan pikirannya. "masih ada yang ingin kamu bicarakan? Taksiku sudah menunggu," ucap Aldo sembari menunjuk taksinya dengan gerakan kepala.

Audy terdiam. Sepertinya gadis itu kebingungan hendak mengeluarkan kalimat apa dari bibirnya.

"Aku harus pergi, Dy."

"Tunggu!"

Teriakan Audy yang tak begitu kencang berhasil menahan tubuh Aldo yang hendak bergerak ke arah pintu taksi yang masih terbuka. Cowok itu menatap heran ke arah Audy.

"Kita bisa ngobrol lain kali... "

"Aku menyukaimu."

Satu kalimat yang keluar dari bibir Audy sanggup membungkam mulut Aldo dan membuat cowok itu terperangah. Gadis menyebalkan itu menyukainya? batin Aldo masih tak mempercayai pendengarannya sendiri.

Apa setiap gadis baru akan menyadari perasaannya setelah seseorang menghilang dari hidupnya? Ataukah itu hanya bagian dari rasa takut karena ketidakhadiran seseorang yang selama ini memberi perhatian lebih padanya?

"Ok." Aldo mengangguk pelan. Tanpa komentar atau balasan apapun, cowok itu membalikkan tubuhnya lantas melangkah ke arah pintu taksi.

Sementara Audy hanya bisa terpaku menatap tubuh Aldo yang bergerak masuk ke dalam taksi tanpa bisa mencegah cowok itu.

"Jalan, Pak." Aldo menutup pintu taksi dan menyuruh sang supir agar segera menjalankan kendaraannya. Cowok itu tertegun di atas joknya tanpa berusaha mengetahui keadaan Audy yang masih berdiri di pinggir jalan. Aldo tak ingin menoleh atau sekadar mengintip dari kaca spion.

Bahkan setelah gadis itu mengakui perasaannya, tidak serta merta membuat Aldo berteriak kegirangan. Rasa ragu justru menyeruak memenuhi rongga dadanya. Rasa suka seperti apa yang dimiliki Audy untuknya? Andai ia tidak pergi seperti sekarang, apa Audy akan mengakui perasaannya?

Apakah ia tidak bisa membedakan antara rasa suka atau takut kehilangan?

Taksi yang ditumpangi Aldo bergerak semakin jauh dan menghilang di tikungan. Dan perasaan cowok itu semakin tidak karuan...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top