40

A/n: Di KarKar sudah sampai bab 60

--- 0 ---

"Bukan gitu cara lompatnya!" Putri tertawa lepas meskipun matanya tetap terfokus ke layar dan kakinya bergerak lincah. Sementara Ammar di sampingnya berdiri dengan kaki yang menghentak keras di atas lantai permainan Dance Dance Revolution.

"Kenapa masih lewat juga?" Ammar mulai kesal, menginjak tanda panah lebih keras.

"Nggak usah keras-keras injaknya, yang penting pas dengan ketukan." Dentuman musik dari pengeras suara tepat di depan mereka tetap terdengar di antara bisingnya arena permainan yang ada di salah satu sudut pusat perbelanjaan.

Setelah kopi tandas, yang menurut Putri 'kurang nendang', dan makan siang yang terlambat, mereka berdua memutuskan untuk segera meninggalkan kafe yang ada di salah satu kaki gunung itu. Ammar tidak ingin pulang terlalu malam dari sana. Udara yang makin dingin dan kemungkinan hujan, Ammar tidak ingin melewati itu dengan mengendarai motor.

Namun, karena hari masih cukup sore, Putri meminta Ammar mampir ke salah satu mall. Wanita itu ingin membeli berapa barang perawatan diri yang tidak Ammar pahami: pelembab bibir, kondisioner khusus rambut keriting, ikat rambut yang menurut Putri tidak membuat kepalanya sakit.

Setelah dari toko pertama, Putri tiba-tiba menarik Ammar ke arena bermain, mengatakan jika salah satu permainan yang ada di sana adalah cara Putri berolahraga. Ammar tidak menyangka jika permainan yang dimaksud Dance-Dance Revolution. Dalam permainan itu, pemain diminta mengikuti petunjuk langkah yang ditampilkan layar dengan iringan musik yang telah dipilih.

"Sudahlah...." Ammar menghela napas, menghentikan gerakan, melangkah ke belakang dan bersandar pada pegangan yang ada di bagian belakang lantai dansa.

Gerakan kaki Putri makin cepat. Kaki yang terbungkus sepatu kanvas pink itu mengetuk ringan kelima tanda di lantai. Namun, tidak ada ketukan yang terlewat. Terkadang wanita itu menatap serius layar di depan, ada kalanya tertawa ketika mulai kepayahan. Wajahnya mulai merona, keringat mulai terlihat di beberapa titik wajah. Putri menoleh singkat, meringis, memamerkan gigi-gigi kecilnya yang rapi dan terlihat putih, kontras dengan kulit kecokelatannya.

Untuk sesaat Ammar terpana. Hingar bingar suara percakapan pengunjung maupun alat permainan yang sahut-menyahut, seketika sunyi. Seluruh inderanya terfokus pada wanita kecil yang sedang asyik sendiri dengan permainannya.

Satu lagu selesai. Putri bersorak ketika melihat nilai A muncul, sebelumnya dia hanya memperoleh nilai B. Tawa renyah bergemerincing di telinga Ammar ketika Putri melihat nilai F kedua kalinya di layar Ammar.

"Lumayan, setelah lima tahun nggak main." Napas Putri masih berkejaran saat mundur, menyejajari Ammar. Istirahat sebentar sembari memilih lagu berikutnya.

"Memang ada nilai yang lebih tinggi dari A?"

"Ada: S." Putri mengipasi wajah dengan tangan. "Mas Ammar mau main?"

Ammar menggeleng untuk menjawab.

"Dulu sering main ini?"

"Sering. Paling, nggak, seminggu sekali. Bareng teman kampus. Jadi semacam olahraga rutin." Putri sudah memilih lagu selanjutnya, mulai menentukan tingkat kesulitan untuk dirinya sendiri. "Kadang bisa gesek kartu sampai tiga-empat kali sekali main. Bawa minum sekalian."

Wanita itu berjalan mendekat, sangat dekat, hendak menginjak tombol tengah yang ada di hadapan Ammar. Ujung sepatu mereka bertemu. Ammar mendongak tinggi, menghindari kepala Putri. Lelaki itu bisa merasakan hangat tubuh istrinya. Ammar menarik napas, ingin menenangkan diri, tetapi malah menghirup aroma Putri yang menguar perlahan dari balik hijabnya. Genggaman tangan Ammar makin kuat di pegangan.

"Benar-benar olahraga." Ammar baru bisa lega setelah Putri kembali ke tempatnya.

"Iya."

Musik kembali terdengar. Putri bersiap.

"Aku beli minum dulu kalau begitu." Ammar menjauh. Bukan hanya Putri yang butuh minuman, Ammar pun butuh air untuk mendinginkan dirinya.

Waktu yang Ammar ambil untuk pergi ke tempat penjualan minuman hingga kembali ke Putri, ditambah beberapa teguk air dingin, berhasil menenangkan dirinya. Namun, ketika seorang laki-laki tiba-tiba datang di depan Putri yang sedang berlompatan, sebuah percikan muncul di dada Ammar. Tatapan penasaran dengan senyum simpul ketika lelaki asing menatap Putri, menyulut bara yang lain.

Ammar mempercepat langkahnya, berusaha mencapai samping Putri, sebelum lelaki asing yang baru saja menggesek kartu di mesin itu mengambil tempat Ammar. Ujung sepatu basket Ammar sudah menginjak lantai dansa, saat lelaki yang tampak sebaya dengan Putri itu hendak mendekat.

Mereka berdua bersitatap sejenak. Ketika lelaki asing membuang muka, Ammar tetap menatapnya dengan tajam. Pandangannya mengikuti sampai lelaki itu duduk di bangku yang tak jauh dari mereka.

Tadi, satu lagu terasa singkat untuk Ammar. Kini, dia merasa ketukan yang telah membuat Putri terengah di sampingnya terasa masih terlalu lambat.

"Sudah?" tanya Ammar berusaha tidak terdengar terburu-buru sambil menyerahkan botol air dingin yang telah dibukakan.

Putri mengangguk sambil meneguk minumannya.

"Pulang?" Ammar berharap pertanyaannya tidak terdengar seperti permohonan.

"Bukannya Mas Ammar mau main basket?" Putri menunjuk permainan lempar bola yang ada di sudut ruangan.

"Kapan-kapan saja." Ammar melirik lelaki asing yang kini sudah berjalan ke arah permainan. "Nggak apa-apa, 'kan?" Jaket dan tas yang tergeletak dipungut selagi menunggu Putri menyelesaikan minumnya.

"Oke." Putri menyeka sisa air di ujung bibir kecilnya. Tersenyum cerah, wajah merona, meskipun keringat mulai mengucur dan napas belum teratur.

Tangan Ammar merangkul lengan Putri ketika melewati si lelaki asing. Hari ini, beberapa kali Ammar menarik Putri untuk mendekat ke arahnya. Jika tadi dia melakukannya semata agar Putri tidak tertabrak orang lain dan terluka. Kali ini, Ammar melakukannya agar miliknya tetap terlindungi, tidak diambil orang lain yang tidak berhak. 



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top