24
Ammar mengambil napas panjang, lega karena berhasil membuka payung tepat waktu. Putri memandangnya terkejut.
"Ayo cari tempat berteduh."
Payung yang mereka gunakan tidak akan menahan air hujan yang turun bersama angin. Jika lebih lama berdiam di sana, mereka akan basah kuyup juga akhirnya.
"Put?" Panggil Ammar ketika wanita di depannya tidak juga bergerak.
"Mas Ammar?" Putri bertanya seperti melihat makhluk asing.
"Cari teduhan!" Rasanya Ammar ingin menarik istrinya itu segera. Punggungnya sudah terasa basah. Jilbab yang melindungi bagian pundak Putri juga mulai terkena air hutan.
Putri menoleh ke beberapa arah, mulut bergerak, ingin menanyakan sesuatu. Namun batal, ketika dia melihat kamera di tangannya. Prioritas pecinta fotografi itu adalah menyelamatkan alat kesayangan. Kamera besar itu segera tersimpan di balik jilbab.
"Ke sana!" Ammar menunjuk deretan kanopi yang mulai dipenuhi oleh para pengunjung yang tidak memakai payung. Putri melangkah cepat dengan kaki pendeknya, langkah Ammar membayangi. Tangan kanan lelaki itu memegang payung yang beberapa kali bergoyang ditiup angin. Tangan kirinya melayang di belakang pundak Putri, berusaha melindungi. Apakah terlalu intim jika Ammar benar-benar merangkul Putri, melindunginya dari hujan, bukan hanya dengan payung tapi juga tubuhnya?
Ammar tidak ingin bertanya-tanya terlalu jauh. Mereka berdua melangkah menuju tempat berteduh. Lengan Ammar tetap melayang, tak pernah menyentuh.
***
"Kayaknya hujannya bakal lama." Putri menatap langit yang masih kelabu. Kembali menyimpan kamera di balik jilbab setelah memotret hujan dan orang-orang yang sedang berlindung. Hampir lima belas menit, orang-orang yang berteduh mulai berkurang, beberapa nekat menembus hujan untuk menuju pintu keluar.
"Mau langsung ke pintu keluar?" Ammar berdiri di samping Putri. Kacamata lelaki itu berembun, punggung dan pundak kanan basah. Putri ingin sekali memotret kondisi lelaki itu, lalu menuliskan "selflessness" sebagai judulnya. Tapi, Ammar pandai sekali menghindari kamera. Langsung membuang muka begitu lensa mengarah padanya.
"Boleh," jawab Putri tak terlalu yakin.
"Hunting potomu belum selesai?"
"Nggak juga," Putri menghela napas, memandang sekeliling untuk terakhir kalinya. Dulu, biasanya dia akan hunting poto sampai sore bersama ayahnya.
Seseorang menyela di samping kiri Ammar, menjadikan Ammar dan Putri makin dekat. Meskipun ditutupi oleh baju yang basah oleh hujan, lapisan baju dan jilbab yang Putri kenakan, wanita itu masih bisa merasakan hangat yang menguar dari tubuh suaminya. Mengurangi dingin yang mulai menguasai ujung-ujung jari tangannya.
"Kita bisa ke sini lagi kapan-kapan. Atau kamu mau diantar ke tempat lain?"
Putri tengadah ketika mendengar ucapan itu keluar dari mulut Ammar.
"Bukannya Mas Ammar sibuk?" Putri hampir melontarkan pertanyaan itu. Ingin mengingatkan lagi pada prioritas lelaki yang tidak ingin terikat dalam pernikahan dalam waktu lama. Namun, Putri diam.
Sudah lama Putri tidak memiliki janji untuk melakukan hal yang menyenangkan dengan orang lain. Rasanya menyenangkan bisa mendapatkan janji, meskipun hanya "kapan-kapan".
"Janji?" Putri ragu menanyakan itu, tidak ingin menambah beban untuk Ammar. Lelaki itu tidak mengutaran jawaban, hanya sebuah senyum yang dibalas dengan senyum yang lebih lebar. "Yaudah, kita keluar sekarang."
Putri bergegas memasukkan kamera ke dalam tas. Kanopi di kawasan kebun binatang ini tidak sepenuhnya tersambung hingga pintu keluar. Beberapa kali mereka harus menembus hujan. Namun, Putri tidak mengeluh. Sebaliknya dia akan tertawa lebar ketika hujan mengenai tubuhnya lalu Ammar akan repot sendiri untuk memayungi.
Terasa menyenangkan ketika seseorang memedulikan dirinya. Setelah sekian tahun Putri terlalu fokus merawat orang lain.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top