18 - Semesta ingin kita berhubungan


"Al jangan jadi kebiasaan gitu. Makanannya dihabiskan,"ucapan Mama membuatku mengerucutkan bibir kesal, ya gimana gak habis kan mama yang ngasih porsinya kebanyakan.

"Al jadi hari ini kamu berangkat ke Yogya?" tanya papa.

"Iya Pa," jawabku singkat dan melanjutkan makan dengan terpaksa.

Aku telah berada di Indonesia hampir enam bulan, dan sekarang aku bekerja di perusahaan Papa. Bukannya aku tidak ingin melanjutkan bisnisku, tapi Papa ingin aku putri satu-satunya yang kelak akan mewarisi kerajaan bisnis papa. Sebagai anak yang baik, akhirnya aku pun menyetujui hal itu.

"Kamu ke kantor dulu kan?" tanya papa lagi.

"Iya Pa, ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan dulu sebelum berangkat," jawabku.

Sebenarnya aku malas untuk pergi ke Yogya tapi ya mau gimana lagi. Walaupun Papa itu ayah aku, tapi di kantor beliau adalah atasan aku. Beliau menyuruhku untuk menghadiri acara jamuan di salah satu kolega bisnisnya.

***

"Happy Anniversary  Pak Jaya dan Ibu. Semoga pernikahannya selalu diberkati, harmonis selalu, dan tambah romantis," ucapku sambil tersenyum dan menyalami istri pak Jaya.

Ya ini memang pesta anniversary,acara yang sebenarnya terlihat tidak terlalu penting tapi sebenarnya cukup berpengaruh dalam hubungan bisnis. Tahu sendiri bukan, bisnis bukan hanya tentang menjalin hubungan yang baik diatas meja, tapi juga membangun hubungan personal yang baik.

"Wahh Almeira! Senang bertemu denganmu. Saya sangat menanti untuk bertemu dengan kamu dan sangat bahagia ketika mengetahui bahwa kamu akan hadir disini." Sambutan pak Jaya untuk orang yang baru bertemu pertama kali cukup membuatku nyaman. Tidak pertama kali sebenarnya, tapi dulu saat SMA aku memang pernah bertemu dengan beliau saat ikut dengan papa.

"Papa sangat menyesal tidak bisa hadir hari ini," ucapku dengan ekspresi sedih.

"Tidak apa-apa, tadi beliau juga sudah hubungi saya," jawabnya dengan tersenyum.

"Al, mau ikut Ibu sebentar?" tanya istri pak Jaya. Walaupun bingung akhirnya aku menyetujui.

"Boleh Bu. Pak Jaya saya pamit dulu," ucapku.

"Kamu ternyata lebih cantik dari yang di foto," ucap istri pak Jaya sambil berjalan dan menggandeng tanganku.

Aku mengerutkan kening, foto? Menyadari aku yang sepertinya kebingungan, beliau pun menambahkan.

"Mama kamu yang kirim fotonya ke saya."

Aku pun hanya beroh ria dalam hati dan tersenyum malu. Wajar kan aku malu-malu saat dipuji langsung?

"Andri, sini bentar nak," panggil Ibu kepada seorang pemuda yang tengah berbincang dengan beberapa orang.

Aku mengerjap beberapa kali, sungguh kebetulan yang luar biasa malam ini. Dari luasnya kota Bandung, kenapa kita harus bertemu di Yogyakarta?

Kang Arnav, pria itu pun tampak terkejut melihatku. Dia yang menjadi salah satu rekan yang tengah berbincang dengan Andri sekarang fokus melihatku.

"Ini loh Almeira putranya pak Salman dari Bandung, yang waktu itu Ibu bilang mau kenalin sama kamu." Ucapan Ibu sukses membuatku teralihkan.

"Nak Al, kenalin ini putra kedua Ibu. Namanya Andri," ucap sang Ibu.

"Almeira, panggil aja Al," ucapku sambil menangkupkan tangan di depan dada.

"Andri." jawabnya.

"Kalau begitu, ibu tinggal dulu ya mau nyapa tamu yang lain. Silahkan nikmati pestanya nak Al," ucap sang Ibu.

"Baik bu, terima kasih," ucapku.

"Maaf kalau kamu gak nyaman, ibu saya memang seperti itu," ucap Andri dan tersenyum kikuk sepeninggalnya ibu.

"Hehehe tidak apa-apa mas, mama saya juga sama kok suka seperti itu," ucapku terkekeh mencairkan suasana.

"Mau gabung dengan teman-teman saya?" tawarnya.

Aku ragu karena ada kang Arnav disana, tapi aku pun tidak ada pilihan lain karena tamu undangan di dominasi para orang tua.

"Hei kenalin dulu dong ini Almeira putranya pak Salman. Dan Al kenalin ini teman sekaligus rekan bisnis aku. Ada Ramzi, Kiki, Bobi, sama Arnav,"

aku tersenyum ke arah mereka satu persatu dan dengan kikuk tersenyum ke kang Arnav.

"Saya pernah denger tentang kamu dari papa saya Al," ucap seorang pria bernama Bobi.

"Tentang apa?" tanyaku cukup tertarik.

Gosip di dunia bisnis tidak kalah menariknya dari pada gosip ibu-ibu ditukang sayur.

"Katanya kamu yang akan mewarisi usaha papa kamu," jawab Bobi.

"Itu masih jauh. Lagipula tetap saja bukan para pemegang saham yang bisa menentukan," ucapku terkekeh.

"Yang saya tahu dulu kamu itu punya bisnis di bidang fashion kan?" tanya Ramzi.

"Iya, dan sampai sekarang pun masih berlanjut. Hanya saja saya sekarang hanya sebagai pemegang saham pasif," jawabku.

"Kamu tahu gak Al, kamu cukup populer loh di kalangan para Ibu-ibu sosialita," ucap Kiki sambil tergelak.

"Dalam hal apa nih?" tanyaku mulai curiga.

"Dalam hal untuk dijadiin menantu potensial," jawab Kiki dan semuanya pun tertawa kecuali kang  Arnav.

***

Aku keluar dari ballroom dan bergegas menuju kamarku. Acaranya memang diadakan di salah satu hotel di Yogya. Sebenarnya pesta itu belum usai, tapi aku tadi pamitan karena memang sudah tidak nyaman rasanya berada disana.

Lift berdenting dan aku pun masuk ke dalamnya, tapi nyatanya aku tidak sendiri. Ada orang lainyang mengikutiku masuk ke dalam lift. Mungkin tamu hotel juga, pikirku.

Ketika aku dapat melihat siapa yang juga masuk ke dalam lift, Aku hanya tertegun menyadari siapa yang tengah bersamaku kini.

"Assalamu'alaikum Kang," sapaku dengan kikuk.

"Wa'alaikumsalam warrohmatullah," jawabnya.

"Sejak kapan pulang Alma?" tanya kang Arnav.

"Sudah lebih dari enam bulan," jawabku.

"Mau ke rooftop dulu gak Alma? Disana ada cafe yang bagus," ajak kang Arnav.

"Saya memang berniat pergi kesana. Hanya saja kebetulan ada kamu, mungkin kamu berminat," lanjutnya karena aku tak kunjung menjawab.

"Mari kesana," jawabku tersenyum lurus.

Tempatnya memang menyenangkan, pemandangan malam di kota Yogya cukupmemanjakan mata ku. Walaupun hawa dingin mulai menusuk kulitku yang hanya dilapisi satu dress tanpa jaket.

Kami duduk di tengah-tengah karena suasana cukup ramai disini walaupun telah cukup malam.

"Kita selalu bertemu di tempat yang tidak terduga ya," ucapnya mengawali pembicaraan kami.

Aku terkekeh sejenak. Memang benar, dari awal rasanya semua pertemuan kami hanya karena kebetulan semata.

"Apa kabarnya Kang?" tanyaku kemudian.

"Alhamdulillah baik. Dan sepertinya kamu pun dalam keadaan baik ya," jawabnya.

Aku mengangguk, kang Arnav memang sedikit berubah sejak pertemuan kami di Korea dulu. Dia lebih senang berbicara kini, berbeda jauh ketika dulu saat kami masih ada sedikit"hubungan".

"Oh saya mengerti sekarang," ucapnya tiba-tiba dan membuatku langsung menghentikan minumku dan menatapnya.

"Manajer baru yang dibilang sama atasan saya itu kamu rupanya,"lanjutnya.

"Memangnya kenapa?" tanyaku heran.

"Kamu gak lupa kan kalau lusa kita akan menekan kontrak kerja sama baru?"tanya kang Arnav.

"Hemm iya benar. Aku baru sadar juga kalau itu perusahaan tempat kang  Arnav kerja," ucapku dengan mata berbinar, sambil menjentikkan jemariku.

"Lucu sekali ya Kang, rasanya semesta memang menginginkan kita terus berhubungan."

Aku langsung menghentikan ucapanku saat sadar ada yang salah dalam kalimat itu.

"Ekhem." Kang Arnav berdehem.

Aku tahu dia pun meraskan perasaan canggung saat ini. Sama seperti apa yang aku rasakan.

"Kang udah malem juga, Alma pamit duluan ya. Besok harus pulang ke Bandung pagi-pagi soalnya," ucapku undur diri saat keheningan telah menyelimuti kami beberapa menit ini.

"Okay. Kamu hati-hati. Sampai jumpa dua hari lagi," ujar kang Arnav.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top