14 - Jika memang bertakdir, pasti bisa bersama

Selamat menjalankan ibadah puasa^^


"Jadi sampai saat ini kamu belum bicara apapun sama Kang Arnav mengenai rencana kuliahmu?" tanya Nadin.

aku hanya tersenyum menanggapi dan dibalas hembusan napas kasar oleh Nadin.

"Waktunya bentar lagi loh Al," ucap Nadin

"Aku tahu Nad. Tapi aku bingung, jika aku bicarakan hal ini lalu selanjutnya apa?" tanyaku.

"Pilihannya adalah apakah kang Arnav akan menunggu kamu selama waktu yang belum bisa ditentukan, atau dia akan menikahimu dalam waktu yang dekat ini," ucap Nadin sambil terkekeh.

Aku hanya menghela napas, seandainya pilihannya hanya dua mungkin aku tak akan terlalu gusar. Tapi bisa saja bukan pilihannya adalah dia akan melepaskan ku?

"Semakin cepat kamu bicara semakin baik Al," ucap Nadin setelah aku hanya bergeming saja.

"Oke," ucapku lemah.

Aku pun mengambil ponsel ku dan mengetikkan sesuatu.

Me : Bismillah

Kang besok pagi ada waktu luang? ada yang ingin alma katakan.

Kang Arnav : Jam 9 di taman kota.

Aku tersenyum melihat balasannya. Ciri khas dia sekali selalu singkat dan jelas.

Me : Baik kang. Aku sama Nadin.

Tidak ada balasan lagi darinya dan aku hanya tersenyum khawatir. Mungkin saja bukan besok menjadi pertemuan terakhir kami?

"Nad besok pagi jam 9 antar ya ke taman kota," ucapku pada Nadin yang tengah asik memainkan ponselnya.

"Mau ngapain?" tanya Nadin acuh.

"Ketemu Kang Arnav lah," jawabku.

"What?" dia langsung menoleh ke arahku.

"Kan katanya tadi semakin cepat semakin baik," ucapku setengah kesal.

"Emangnya udah siap dengan segala kemungkinannnya?" tanya Nadin dengan wajah polos.

"Tau ah gelap!" ucapku sambil beranjak meninggalkannya.

"Al tunggu!" teriak Nadin dan tak aku indahkan.

Aku harus menyusun strategi untuk besok. Jangan sampai kesalahanku dalam berbicara membuatku menyesal.

***

"Al tenang dong jangan gugup gitu," ucap Nadin yang duduk di kursi penumpang di sebelahku.

"Kok tahu?" tanyaku aneh karena aku memakai niqob jadi masa Nadin bisa melihat ekspresiku.

"Kelihatan kok dari gestur dan tatapan mata kamu ke arah sana," ucap Nadin sambil memandang ke arah luar.

Kami sekarang memang masih di dalam mobil dan memperhatikan tiga orang pemuda yang saat ini tengah duduk mengobrol di salah satu bangku di taman kota.

"Yuk ah Nad," ucapku sambil melepaskan seatbelt dan membuka pintu mobil. Nadin pun mengikuti ku.

"Assalamu'alaikum," ucap kami berbarengan ketika telah sampai di hadapan mereka.

"Wa'alaikumsalam Warrohmatullah," ucap mereka kompak.

"Eh Al apa kabar? lama tak jumpa," ucap mas Ilham.

"Alhamdulillah baik. Mas Ilham apa kabar?" tanyaku kembali.

"Alhamdulillah luar biasa Allahu Akbar., ucapnya penuh semangat. Aku hanya tersenyum.

"Kang Dian sama kang Arnav apa kabar?" tanyaku ketika sudah duduk. Bangku taman ini memang bentuknya melingkar dengan meja di tengah dan atapnya berbentuk jamur.

"Alhamdulillah," jawab mereka barengan.

"Butiknya aman Al?" tanya kang Dian.

"Alhamdulillah berkat Nadin yang sejak tadi dianggurin," ucapku sambil terkekeh.

Mereka pun ikut tertawa sedangkan Nadin hanya tersenyum mendelik ke arahku.

"Oh ya Al disini mau bilang kalau Al mau ke Korea," ucapku dan mereka hanya terdiam.

"Bisnis Al?" tanya kang Dian.

"Kuliah Kang," ucapku sambil melirik kang Arnav yang tak bereaksi apa-apa dari ujung mataku.

"Wah hebat dong. Berapa tahun?" tanya kang Dian

"Sekitar 4 sampai 5 tahun Kang," jawabku.

"Berangkatnya kapan Al?" tanya kang Dian lagi.

"Bulan Juli Kang," jawabku kembali. Masih tidak ada respon apapun dari kang Arnav.

"Eh katanya tadi pengen beli itu Kang Dian? Yuk ah kesana," ucap mas Ilham sambil menunjuk sebuah gerobak pejual es yang cukup jauh dari tempat kami berdiri.

"Nadin juga pengen deh. Yuk ah cepet kesana," ucap Nadin sambil bangkit berdiri.

Rupanya mereka menyadari situasi sekarang.

"Jadi itu yang ingin kamu bicarakan," ucap kang Arnav tiba-tiba setelah keheningan menyelimuti kami yang ditinggalkan oleh mereka untuk membeli minuman.

"Iya Kang," jawabku pelan sambil menunduk memperhatikan ujung gamisku.

"Semoga segalanya dilancarkan ya Alma. Semoga disana kamu baik-baik saja dan dapat berkumpul dengan orang-orang yang baik," ucapnya.

Aku tidak tahu apa yang harus aku ucapkan sekarang. Hanya bisa meng aamiin kan dalam hati.

"Mengenai kita ..." ucapnya terjeda. Ia tampak mengambil napas terlebih dahulu, begitupun aku menguatkan hati untuk segala kemungkinan.

"Saya rasa kita tidak bisa melanjutkan proses perkenalan kita," aku menguatkan perasaanku, menguatkan air mata yang hampir menetes.

"Alma saya tidak mungkin menghalangi cita-cita kamu dan memaksa kamu untuk tetap tinggal disini. 5 tahun bukan waktu yang sebentar, dan bila kita melanjutkan ini saya takut kita banyak menimbulkan dosa di dalamnya. Jika memang kita berjodoh In syaa Allah dengan kita tidak berhubungan pun kita akan bertemu kembali," ucapnya lagi.

Aku masih tidak bisa berkata-kata, karena fokusku sekarang adalah menahan air mata yang mendesak untuk keluar.

"Jujur saja saya sebenarnya berencana untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya Alma. Tapi saya sering sekali meragu akan hal itu, dan mungkin ini jawabannya karena kamu pun akan pergi," ucapnya kembali karena aku masih membisu.

"Maafkan saya Alma karena tidak bisa memberi kamu kepastian selama ini. Kamu boleh pergi dan meraih cita-citamu," pungkasnya.

Aku menarik napas perlahan dan setelah bisa menormalkan perasaanku aku mulai membuka suara, "Terima kasih atas waktunya selama ini Kang, atas nasihat-nasihatnya juga. Dan tidak perlu meminta maaf, toh ini juga kesalahan Alma. Alma mengajukan ta'aruf ketika jelas-jelas Alma pun mendaftar untuk kuliah di luar negeri."

"Alma do'akan semoga kang Arnav dapat bertemu perempuan yang lebih baik dari Alma, dan perempuan yang sesuai dengan keinginan kang Arnav untuk membangun keluarga islami," pungkasku dan tersenyum lirih.

"Aamiin. Do'a yang sama untukmu Alma," ucapnya.

"Kang kalau begitu saya pamit dulu. Sampaikan salam saya kepada kang Dian dan mas Ilham. dan untuk Nadin bilang saja saya tunggu di mobil," ucapku.

Kang Arnav mengangguk sebagai jawaban.

"Assalamu'alaikum," salamku.

"Waalaikumsalam Warrohmatullah," jawabnya.

Aku pun dengan segera beranjak menuju mobil.

Setelah masuk ke dalam mobil dengan segera kutumpahkan tangis yang dari tadi kutahan. Ini begitu menyesakkan, aku mengetahui perasaan kang Arnav kepadaku diwaktu yang aku tahu kita tidak bisa bersama.

Aku mengerti dia tidak mungkin menikahiku dan membiarkan aku pergi meninggalkannya setelah menikah. Dan dia pun tidak ingin tetap di proses ta'aruf yang belum jelas sampai kapan jika aku harus pergi karena dia takut terjadi hal-hal yang salah dalam waktu yang lama itu.

Aku menenggelamkan kepalaku pada stir dan menangis menumpahkan segala rasaku yang aku pun tak tahu terdapat rasa apa saja. Yang jelas rasa sesak begitu mendominasi perasaanku saat ini.

***

Tinggal dua minggu lagi waktuku di Indonesia, dan akhir-akhir ini aku banyak menghabiskan waktu bersama papa dan mama. Bersama Nadin aku baru saja bertemu dua hari yang lalu.

Saat ini usaha pakaian kami mengalami kemajuan yang cukup pesat dan otomatis kami menambah jumlah pegawai dan juga untuk manajemen karena tidak mungkin jika Nadin harus handle semuanya.

Mengenai kang Arnav aku sudah tidak berkomunikasi lagi dengannya. Terakhir kali kami berbincang ya saat itu saat di taman. Aku mulai disibukkan dengan berbagai hal dan itu cukup baik juga untukku. Setidaknya aku kekurangan waktu untuk mengingatnya.

Aku membuka ponsel dan melihat story whatsapp orang-orang. Namun salah satu story membuatku tertegun beberapa saat. Apa maksudnya?

Banyak sekali kemungkinan kemungkinan di kepala ku, tak terasa air mataku luruh begitu saja. Hangatnya pipiku membuatku tersadar kembali, semua yang terjadi di dunia sesuai dengan garis takdir yang Maha kuasa.

***

Seoul, Agustus 2020

Aku membuka jendela kamar asrama ku. Saat ini cuaca sedang berada di puncak musim panas dan tentu saja panasnya melebihi panas di Indonesia. Tahun pertama disini aku memang memutuskan untuk tinggal di asrama, dan setelahnya aku akan menyewa apartement saja.

Sebenarnya aku belum terlalu bisa menyesuaikan pola hidup disini walaupun sudah hampir dua minggu disini. Dering di ponselku yang tergeletak di kasur membunyarkan lamunan ku.

Nadin Calling..

"Assalamu'alaikum," ucap Nadin begitu aku mengangkat telpon.

"Waalaikumsalam ukhti," jawabku sambil terkekeh.

"Al tahu gak kalau mas Awan udah ngekhitbah si Syifa loh," cerocos Nadin.

"Lalu," ucapku.

"Ish kamu itu. Ya aku gak nyangka aja gitu, mereka kan satu organisasi. Rapi amat ya mereka tahu-tahu udah khitbah," ucapnya sambil terkekeh.

"Namanya juga jodoh kan Nad gak ada yang tahu," ucapku sambil menghela napas pelan. Membahas tentang jodoh rasanya masih menyesakkan bagiku.

"Eh Nad kamu masih berhubungan baik gak sama Anye?" tanyaku kemudian.

"Biasa aja sih. Kenapa emang?" tanya Nadin.

Anye merupakan teman satu organisasi dengan Nadin, tapi yang aku tahu dulu mereka sempat bermasalah.

"Dia udah mau nikah gak?" tanyaku.

"Gak tahu juga sih, tapi sikapnya emang aneh akhir-akhir ini. Dia tuh bahasannya tentang nikah mulu. Eh Al kenapa kamu tiba-tiba nanyain dia?" tanya Nadin.

"Gak papa, penasaran aja. Soalnya hanya dia yang aku ingat sebagai teman organisasi kamu," bohongku. Ada hal lain tentangnya sebenarnya yang mengusik pikiranku.

"Dih kamu mah gitu. Perasaan aku gak temenan amat sama dia," ucap Nadin. Aku terkekeh mendengarnya, berarti hubungan diantara mereka belum benar-benar membaik.

"Al bentar lagi Ashar aku tutup ya. Kamu jangan lupa shalat juga disana dan jaga kesehatan Al," ucap Nadin.

"Baik Nyonya Nadin. Assalamu'alaikum," tutupku sambil terkekeh.

"Waalaikumsalam," salamnya.

Aku menatap langit-langit kamar. Syukurlah perbedaan waktu Korea dan Indonesia hanya dua jam jadi tidak terlalu sulit untuk aku menghubungi kerabat disana.

Aku memejamkan mata sejenak mencoba untuk melepaskan semua pikiran yang kini tengah berkecamuk. Sebanyak apapun aku mencoba mencari alasan atas apa yang saat ini sering mengganggu pikiranku, pada akhirnya alasan utama kembali pada pria itu. Dia yang bahkan mungkin sudah tidak memikirkan ku.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top