PIM : Tiga

Haloha. Bakar-bakar 🔥🔥🔥 lagi yuk 😂 nyaris 3000 kata nih 😂



Mana suaranya? Ayo, Spam di sini 😚👉



Biar semangatku kebakar 🔥🔥🔥dan terus update kisah ini di sini untuk kalian. 😂👉

Udah siap untuk baca kelanjutannya?


Jangan lupa spam voteman kalian di sini, ya .... ❤❤❤



Tolong bantu temukan typo juga, ya. Nanti aku edit di versi cetak. 😉 Mobil teng bawa kayu, Tengkyu 😘😘😘

P
I
M

3

[ Bagaimana Bisa? ]

❤❤❤

“Bos, ada kelompok tak bertanggung jawab yang kembali menyamar adalah bagian dari kita.” Suara seorang pria plontos dengan kaus tanpa lengan di depan pintu ruang empat kali empat yang remang. Dari belakang punggungnya yang terbuka tampak mengintip tato rubic yang menjadi ciri khas kelompok mereka.

“Kau dapatkan mereka?” tanya sang Bos yang sedang duduk berselonjor kaki di kursi kebesarannya dengan dingin.

Sorry, Bos. Mereka lari.”

Aktivitas sang Bos yang sedang memainkan rantai besi berhenti, lantas mata tajamnya terangkat geram. “Cari terus keberadaan mereka. Habisi saja jika tertangkap!”

“Siap, Bos!”

Tangan sang Bos kemudian terangkat sekali tanda perintah untuk pergi.

“Tapi, Bos—“ Kalimat itu membuat mata sang Bos kini melirik tajam. “Mereka meninggalkan korban. Kami membawanya ke sini. Seorang wanita, Bos.” Pria plontos itu menoleh pada rekannya. “Pitter. Bawa ke sini.”

Langkah sang Bos terdengar mendekat setelah anak buahnya yang lain meletakkan beberapa benda pribadi milik wanita yang tak sengaja menjadi sandera mereka di luar.

Ia meraih satu kartu identitas setelah memindai satu per satu isi dompet yang sudah tak berpenghuni uang sama sekali.

Mata sang Bos memicing tipis. Lantas meraih asal lampu pijar yang tergantung di atas kepalanya begitu saja. Begitu barisan huruf yang merangkai sebuah nama itu terbaca oleh matanya, seluruh dari dirinya tergemap hebat.

“Di mana dia, George?” tanya pria itu tegas setelah mengangkat mata dan kembali memindai lekat wajah yang terlihat samar di kartu identitas.

“Di bawah, Bos.”

Ludah kosong tertelan di kerongkongan sang Bos diikuti pendar netranya yang nanar sama dengan debar di sekujur tubuhnya.

“Siapa yang berjaga di luar?”

“Kenwa dan yang lain.” George terheran melihat ekspresi tiba-tiba dari Bos mereka itu.

Gegas, sang Bos mendekat ke jendela dan menyingkap sedikit tirai vertikal di jendela yang mengarah pada sandera mereka di luar. Letaknya yang sedikit menjorok di lantai bawah membuat pria itu leluasa melihat postur dan wajah wanita yang terikat di sana.

Kembali mata pria itu memicing ekspresif dan seketika itu juga terkinjat hebat.

“Semuaaa! Jangan lukai wanita itu!” Pria dengan rahang persegi itu berseru dengan suara padu. “Lepas ikatannya. Layani dia sebaik mungkin. Jangan sampai ada yang berani menyentuhnya kalau tak mau berhadapan denganku! Cepat!” Bergegas, ia mencari kaus yang tersampir di kursi untuk dikenakan.

Semua anggota gangster yang di sana terkejut tapi juga menurut. Tanpa jeda bertindak sesuai perintah Bos mereka.

“Bos? Memangnya—” Hanya George yang masih sempat bertanya. Namun ia langsung terkejut tak percaya bahkan saat kalimatnya masih sepenggal kata, “Siapa di....”

“Dia, Ibu Negara!”

°°°

Jantung sang Bos langsung menabuh kencang seolah hendak berperang dan kakinya tak ingin lagi berdiam. Langkahnya langsung besar-besar keluar diiringi denyut irama jantung seirama dengan napasnya yang memburu. Otaknya masih bingung tak percaya, tapi ia tak ingin melepas semua kesempatan ini. Tentu saja. Pria itu turun dengan tergesa hingga suara langkahnya yang berbentur lantai besi terdengar berisik. Napasnya terasa memenuhi seluruh rongga dada seirama rasa tak sabar yang membuatnya ingin segera sampai pada wanita di sana.

Namun di detik yang sama, seluruh dunia yang ada di sekelilingnya bagai berhenti. Menyisakan hanya dia dan wanita yang sedang ia sambangi saat ini dipeluk suara angin yang berseru menyeimbangi napasnya yang memburu.

Is this you?” Kalimat itu berhasil lepas begitu ia berhasil meraih dan memeluk sang wanita.

“Eyrin?” katanya lagi tersengal.

Jantung wanita yang dipanggil Eyrin menabuh kencang mendengar suara yang datang dan kini pemilik suara itu tak berjarak sama sekali darinya. Mata Eyrin terpaku beberapa detik, lantas berusaha melepaskan diri.

“Lepas! Apaan i—“

Netranya sontak terpaku saat tubuh tegap itu berhasil terlerai dari tubuhnya. Tapi gerakan itu membuat Eyrin menatap wajah sang pria.

Jika sesaat lalu netranya terpaku beberapa detik, kali ini lebih lama diikuti mulutnya yang menganga. Eyrin membuang pandang dan menahan debar kesakitan, haru juga rindu yang melebur jadi satu.

Ia harus segera pergi dari sini!

 Walau meski sejujurnya jiwanya yang lain tiba-tiba saja berseru  ingin lebih lama memeluk pria ini.

“Aku bukan Eyrin! Tolong lepaskan aa—“

Kalimat Eyrin terpenggal saat sebuah kartu nama miliknya diacungkan tepat di depan mukanya oleh Tiger. Sang Bos gangster. Pria yang tadi memeluknya.

 Wajah wanita itu langsung menegang. Apa keberadaannya sukses terbongkar?

You are still alive?” Mata Tiger berkaca-kaca tak percaya.

I'm not your Eyrin!” Suara Eyrin tinggi. Tanpa sadar kalimat itu malah menekankan siapa jati dirinya.

Ia bangkit dan berusaha lari tapi tubuhnya dengan mudah ditangkap oleh tangan kanan Tiger yang kekar juga berkilat karena pria itu hanya mengenakan kaus tanpa lengan.

Sorry. We don’t know each other!” Eyrin menoleh tajam bersama ungkapan menikam.

“Eyrin? Wait!” Netra Tiger berubah nanar betapa sejujurnya perasaannya campur aduk detik ini.

Tangan Eyrin berusaha melepaskan tubuhnya dari belitan tangan Tiger tapi sia-sia. Tenaganya kali ini bagai terserap oleh pria itu.

Menarik napas kuat, wanita itu merentang tangan kanan ke belakang tengkuk Tiger lalu menekan agar pria itu tertunduk lantas ia bisa melompat ke bagian belakang tubuhnya dan lari.

Namun prediksi Eyrin meleset karena pria itu tak sedikit pun bergeser. Ia mencoba merunduk untuk bisa menerobos tangan Tiger dari bawah. Namun Tiger bergerak cepat menghadang semua gerakannya.

Gigi geraham Eyrin membaham, menatap Tiger dengan tajam. Ia menggertak, mencari ancang-ancang agar bisa lari, tapi setiap gerakannya seolah berada dalam  genggaman pria tinggi itu.

Langkah Eyrin serupa berkertak, Tiger ikut bergerak.

Eyrin maju, Tiger siaga menjaga tanpa ragu.

Adegan mereka disaksikan para anggota gangster bagai dua orang yang sedang berduel saja. Namun anehnya bukannya tegang, malah terkesan jenaka.

Apalagi saat tiba-tiba, Tiger yang gerah tak ingin lagi mengalah lalu maju meraih pinggang wanita itu lantas memanggulnya.

“Heeii! Aa!” Eyrin histeris dan menusuk tengkuk Tiger dengan siku kanan. Pria itu sengaja kembali menurunkan sang wanita diikuti senyum kecil sarat makna.

“Kamu—“

“Awas!”

Eyrin tiba-tiba maju memberi Front Jeuregi yang langsung ditangkap oleh tangan kanan Tiger lalu ia berputar menarik tangan itu ke belakang seraya mengambil tangan kiri Eyrin untuk dikunci.

“Bagaimana mungkin kamu bukan Eyrinku kalau kata 'Awas' dari mulut kamu bahkan tak ada bedanya sejak dulu?”

Debar Eyrin kian menguat mendengar kata kepemilikan dari pria ini. Sungguh sekuat hati ia ingin lari tapi bodohnya jiwanya menolak pergi.

Tak mau kalah, akhirnya wanita itu bergerak menggeser kaki ke samping hendak menekel dan melepas kuncian yang membuat Tiger kini berada di bawah tekanannya.

Eyrin berbalik dengan tendangan ke ulu hati dan Tiger sengaja terhuyung. Tatapan mereka yang sama tajam saling bertaut, diikuti langkah Tiger yang maju melepas serangan pukulan tangan dari samping tapi sengaja hanya memukul angin.

Kesempatan itu diambil Eyrin untuk membalas mengunci posisi Tiger yang kini terikat dengan cengkeraman tangan Eyrin di belakang tubuhnya.

Kuda-kuda kaki Eyrin yang berada di antara dua kaki Tiger kini sedikit mundur bersamaan dengan gerakan menekan hingga Tiger tertunduk. Harusnya pria itu dalam posisi bertekuk lutut, tapi kali ini posisinya malah tertelungkup. Sebuah kesengajaan dari sisi pria itu yang mengundang senyum jenaka anggotanya.

Bos mereka sedang mengecoh dan main pukul-pukulan dengan wanita yang tadi disebut ‘Ibu Negara'?

Eyrin menggeram hendak melepas cengkeraman dan lari.

Tapi tubuh Tiger sudah memutar bangkit bersamaan dengannya, meraih tengkuk Eyrin dengan tangan kanan hingga gadis itu membungkuk bagai hendak menubruk.

Tangan kiri Tiger terselip antara tubuhnya dan Eyrin, dilanjut jatuh ke lantai dalam posisi daksa ramping wanita yang kini berhijab itu di atas tubuhnya.

Kedua kaki Tiger kini melilit kuat di pinggang Eyrin yang menahan napas karena wajahnya terbenam di dada bidang lelaki berotot itu.

Suara erangan menggeram terdengar dari wanita itu bersama gerakan memukul-mukul, berusaha lepas dengan jengkel.

“Susah napas gue, hey!”

Senyum terkulum di bibir Tiger diikuti kikikan geli di hati.

“Oh? Kamu makin lihai rupanya?” Tangan Eyrin kini terikat erat dalam pelukan sang lelaki berjanggut tipis itu.

Posisi mereka berdua ikut diisi dengan kikikan geli dan deheman jenaka dari para anggota gangster di sana.

Eyrin berusaha keluar dari belitan tapi malah mendongak wajah demi menghirup oksigen untuk paru-parunya yang kepayahan.

Adegan itu membuat netranya dan Tiger sontak beradu lalu keduanya diam-diam sama menahan debar. Rindu-rindu yang selama ini berdenyut bagai sedang disiram penawar.

I miss you, Eyrin,” bisik Tiger sayu dengan netra berkaca-kaca yang membuat Eyrin tak mampu lagi berkata selain meneriakkan rindu yang sama di hatinya.

Wanita itu segera membuang pandang saat netranya kini terasa panas. Tapi tentu saja gagal karena jarak wajahnya yang terikat tangan kekar Tiger tak ‘kan lagi bisa bersembunyi.

Tanpa diduga, pria itu bangkit  menggendong wanitanya dengan sedikit perlawanan, membawanya menuju mobil di depan markas dan melaju begitu saja.

“Awas! Lepas!”

Eyrin kalah! Apalagi ketika  aroma familiar di mobil menyelusup ke hidungnya diikuti netra yang tergemap.

Magnolia?”

°°°

Let me go! Aku bukan orang yang kau cari!” teriak Eyrin tegas di sebelah Tiger yang tak sedikit pun merespons.

Stop it! Aku loncat nih!” pekik Eyrin lagi.

 Tubuh Eyrin malah terhuyung ke kanan akibat mobil yang berhenti dan menepi tiba-tiba.

Untuk sesaat, mata Tiger menatap dan mengikat tatapan mereka cukup lekat.

Really?”

Sorot itu, membuat Eyrin bergidik ngeri. Dan benar saja, tanpa disangka Tiger malah meraih kerah pakaian Eyrin dengan paksa sampai menyibak bagian punggungnya.

“Apa-apaan kamu?!”

Kemurkaan Eyrin kian membuncah di sela tangannya yang mencegah aksi lelaki itu. Namun udara bagai membeku sesaat begitu Tiger berhasil menemukan  mongolian spot tepat di bahu kiri Eyrin.

“Kamu mau bohong apa lagi? Kamu lupa? Aku mengenal setiap inci dari kamu, Rin!” tekan Tiger dengan alis menukik tepat di depan tanda lahir berwarna hitam keabuan di tubuh Eyrin.

Paru-paru Eyrin baru berhasil mengambil oksigen sebanyak-banyaknya setelah Tiger mundur dan tatapannya menepi keluar. Di belakang Tiger, mata Eyrin terpejam kalut. Bagaimana bisa ia dan lelaki ini malah bertemu hari ini?

Bertahun-tahun lamanya ia menghindari segala hal tentang pria ini dan malah dipertemukan di negeri ini? Hari ini? Apa rencana Tuhan di balik ini?

Answer me. Kenapa kamu lakukan ini? Ke mana kamu selama ini?” Mata pria itu lagi-lagi terlihat memburu.

“Eyrin?” Lenguhan lelah terhela di wajah Tiger. “Pura-pura mati?” Kali ini mata itu menyeringai tak percaya.

“Aku nggak—“

“Mati?” potongnya cepat. “Atau kamu hidup lagi?”

Tiger mengambil napas lemah. “Persetan apa pun itu! Yang jelas, sekarang ikut aku!”

Deru diikuti decitan keras kembali mengudara dengan cepat. Mobil kembali melaju di bawah kendali Tiger menuju apartemen pribadinya.

Eyrin turun dengan dicengkeram keras oleh tangan besar pria dengan gelang kulit itu. Wanita itu berusaha melepas belitan tapi ikatan itu tak bisa ia tepiskan. Tiger baru melepasnya setelah berhasil membawa Eyrin masuk dan pintu apartemen terkunci lantas Eyrin tak bisa berkutik lagi.

Tanpa diduga, pria yang sejujurnya dipenuhi rasa syukur dan bahagia di dada malah datang dan memeluk Eyrin erat. “Eyrin, I’m so surprise!”

Sungguh semua ini membuat pertahanan Eyrin nyaris lumpuh. Apalagi saat matanya menangkap ada magnolia di meja dekat jendela yang dibiarkan segar karena air yang merendam tangkainya.

Eyrin bahagia, tapi terluka di saat bersama. Betapa ia ingin berteriak tak terkata dan mengulang kenangan bersama pria ini tapi ia tak bisa tetap di sini.

“Aku nggak punya apa pun untuk dijelaskan ke kamu. Biarkan aku pergi.” Tangan Eyrin mendorong kuat tubuh Tiger agar menjauh, sepersekian detik berbalik dan malah menjatuhkan pas bunga di belakangnya.

“Awh!” Ia mengaduh karena gerakannya yang cepat membuatnya terinjak pecahan kaca.

“Rin. Kamu terluka.”

“Enggak!” Eyrin menepis tangan kekar Tiger tapi entakan tegas dari  pria itu kembali  membuatnya tak bisa lari.

“Duduk di sini. Jangan bertingkah!” Tatapan pria itu begitu mengikat keinginan Eyrin untuk lari. Tiger pergi ke mini bar di bagian dapur dan kembali dengan kotak P3K.

Menit-menit berlalu dengan kebisuan, sementara Tiger langsung cekatan mengobati luka wanita itu.

Setelah beberapa  menit berlalu.

“Ck! Aku baru ingat. Ternyata kemarin malam, aku bermimpi berada di hamparan kebun magnolia yang sedang mekar. Apa itu pertanda bahwa hari ini akan tiba?”

Ucapan Tiger itu mengingatkan Eyrin pada tempat yang sempat ia kunjungi. Matanya berpendar rikuh tak ingin menanggapi ungkapan pria yang sedang mengobati luka di tangannya.

“Magnolia, ketulusan dan kesucian dalam memberikan cinta pada pasangan. Kamu  ... masih ingat tentang itu, Eyrin? Kesukaan kamu.” Nada suara itu terdengar merayu.

Lagi-lagi denyut jantung Eyrin menguat. Dugaan-dugaan berduri tak berpondasi kembali lagi beterbangan di otaknya detik ini.

“Biarkan aku pergi. Rombonganku pasti sedang mencariku sekarang,” kata Eyrin setelah pria yang terlihat  urakan itu mengobati lukanya.

“Kau dengan siapa di sini?” Bagai tak menghiraukan perkataan Eyrin, lelaki yang duduk menekuk lutut di bawah sofa sambil memegang tangan wanitanya itu hanya menggunakan nada tenang.

“Om Tama sama anak buahnya.” Tak ada gunanya lagi bersandiwara, Tiger sudah menemukan semua buktinya.

“Di mana mereka?” Mata Tiger terangkat sekilas.

“Lagi ngeliput di Roundhouse. Ini udah larut. Mereka pasti udah nyari aku. Entah-entah konser udah mau kelar.”

“Sejak kapan kamu suka nonton konser, Eyrin?” Netra pria itu menoleh singkat sarat keheranan, juga penekanan betapa pria itu mengenali wanita ini. Pemuda itu tahu benar kalau Eyrin lebih suka punya ‘konser' sendiri. Kesamaan yang ada pada diri mereka berdua.

“Aku bukan Eyrin yang dulu.”

Really?” Kini mata  itu menatap Eyrin sendu. Kentara sekali cinta di sana masih menggebu. “Aku juga sudah bukan Tiger yang dulu. Aku juga mati saat kamu mati. Tapi di sini.” Telunjuk pria itu menunjuk dada kiri. “Kamu hidup.”

Sekian lama. Eyrin tak lagi merasakan sensasi debaran ini. Kali ini gejolak itu kembali, begitu mengenali pria ini.

Tanpa bisa menolak, Eyrin yang menahan rindu membiru kini terpaku saat Tiger maju merengkuhnya dalam pelukan.

I miss you so bad, Baby.” Kesyukuran berapi-api tengah memenuhi rongga dada Tiger.

Isakan kecil pun terdengar samar di samping telinga Eyrin. Sama dengan tangis yang sejak tadi mengguyur di dadanya.

Bulir bening di kelopak matanya langsung berkumpul dan jatuh tanpa bisa Eyrin bendung. Wanita itu galau pada pergolakan batinnya, harus bagaimana sekarang?

Pertemuan yang sejujurnya membabat rindu berkarat di hati Eyrin akhirnya melenakannya yang lupa diri dan pasrah saat bentengnya dihantam perasaan menggelora pria yang kini mengikis habis jarak wajah mereka.

Beberapa detik kemudian, suara debar dari jantung pria itu menyadarkan kewarasan Eyrin yang sakau.

“Menjauh! Kamu nggak bisa seenaknya aja begini,” sergah wanita itu marah. Susah payah menahan dorongan menggila yang baru saja menemukan rumah.

“Kenapa?”

“Kita udah bertahun-tahun pisah, Ger!” tekan Eyrin menyebut huruf g dengan ‘j'.

“Jelaskan. Ceritakan padaku. Kenapa kamu pergi dariku? Ha? Kenapa kamu meninggalkan aku? Kecelakaan itu?”

“Sudah berlalu!” sambar Eyrin dingin. “Kenapa aku pergi? Tentu karena aku nggak mau lagi di dekat kamu!”

“Bohong!” tukas Tiger memotong. “Pasti ada sesuatu. Atau  ... ada yang kamu sembunyikan, Eyrin?” Otak Tiger tentu saja bisa langsung memikirkan kemungkinan ini begitu menemukan Eyrin tadi. Namun ia lebih larut dalam kebahagiaan tak terkira menemukan orang yang hilang dari hidupnya karena beda dunia dan kini malah hadir di depan mata?

“Nggak!” Wanita dengan bingkai wajah bulat telur itu bangkit dan menghindar.

“Selama ini, kamu pura-pura mati? Why?” Tiger meraih bahu Eyrin menuntut penjelasan. Tubuh ramping berisi itu kini menghadapnya. Harusnya Tiger marah tapi entah bagaimana rasa itu kalah oleh gejolak lain yang ia sendiri tak mengerti.

Bertahun-tahun, Tuhan begitu rapi menyembunyikan semua kenyataan ini. Atau sebenarnya masih ada rahasia lain yang terkubur di peti mati kisah mereka?

Kepala Tiger menggeleng lemah. Mengapa Tuhan yang baru ia pilih saat bersama Eyrin dulu menuliskan jalan ini untuk mereka?

“A-atau ....” Kalimat Tiger terbata saat menemukan ada luka yang tersimpan nyeri di netra bening  milik wanita itu.

Tiger kembali ingin bersuara tapi terjeda saat Eyrin kembali berpaling dan menjauh darinya. “Tolong. Biarkan aku pergi. Om Tama dan yang lain pasti mencari-cari. Apalagi ponselku hilang. Nanti mereka khawatir. Jangan sampai mereka lapor polisi karena tak menemukanku juga.” Wajah Eyrin menoleh sedikit lalu melangkah pergi ke pintu meninggalkan Tiger yang berkutat dengan dugaan-dugaannya.

Eyrin tak 'kan bicara. Karena itu Tiger harus mencari tahu sendiri. Maka pria itu kembali maju mencekal tangan wanita itu hingga ia berbalik dan tatap mereka beradu.

Tanpa menunggu, pria itu mengunci tubuh Eyrin ke dinding yang langsung ditodong wanita itu dengan pelototan menikam.

Kembali, Tiger menebas jarak mereka. Jika Eyrin tak lagi Eyrin yang dulu, bisa Tiger nyana, perlawanan apa yang akan ditunjukkan wanita ini.

 Beberapa detik berlalu, nyatanya kaki wanita yang menurut Tiger makin lihai memainkan jurus taekwondo itu tetap di tempatnya. Tangannya meremat kain yang membungkus dada bidang Tiger pun sama. Lalu napasnya seirama embusan Tiger bagai jantung dan nadi yang berdenyut dan berhenti bersama. Cukup serasi.

Kerinduan itu bagai belum tuntas. Lantas Tiger yang masih belum puas menariknya ke peraduan. Kali ini, Eyrin bergerak membuat obstruksi tapi raut di mata itu bagai menunjukkan antara ragu dan mau. Akhirnya mereka berdua merangsek di sana.

“Tiger. Stop!” Eyrin yang kesulitan berpindah menyergah di bawah intaian mata Tiger yang kini mulai gelap. Pria itu maju membunuh jarak yang selama ini mencampakkan mereka. “Ger, hentikan! Jangan!” pekik Eyrin menolak keras.

Pria itu tak peduli dan terus mencari bukti. Lalu saat wanita itu berusaha menghalau tangan kekarnya.

“Kamu istriku, Eyrin!”

.
.
.
Tbc

Ahay. Ternyata Eyrin dan Tiger itu .... 😁👉

Apa yang muncul di benak kalian setelah baca part ini? Coba komen di sini, ya  ....  👉

❤Untuk kalian yang dalam diam berkorban besar tapi disiakan. Sesungguhnya pengorbanan kalian suatu hari akan diganti dengan yang jauh lebih baik oleh Tuhan. Mungkin bukan dia yang kalian harap yang datang membalas. Bisa jadi dari tangan orang lain kalian akan mendapatkan balasan setimpal. Bahkan jauh lebih baik dari yang kalian harapkan. ❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top