PIM : Empat
Apa kabar semua?
.
.
.
.
.
.
.
Jika kalian bertemu masa lalu, apa yang akan kalian lakukan?
Yuk baca kelanjutan kisah Eyrin dan Tiger. Jangan lupa bakar 🔥🔥🔥
Spam ❤❤❤ di sini, ya.
.
.
PIM Empat
❤❤❤
Debar bersama desir itu kembali menyerbu di darah Eyrin yang sempat menahan napas beberapa detik karena mendengar ucapan Tiger. Mata bulatnya kembali panas. Segera, ia mengambil kesempatan ketika merasa tubuh pria itu melentur setelah Eyrin sengaja menjinakkan diri. Tiger tertarik ke belakang akibat dorongan Eyrin. Namun tangan Tiger yang masih menggenggam wanitanya membuat Eyrin gagal lepas.
"Stop, Ger—" Suara Eyrin sedikit mencicit karena tarikan tangan pria berahang persegi itu. Eyrin kembali menyergah dan akhirnya terpengaruh untuk pura-pura marah dengan mengikat tubuh Tiger di bawah kuasanya.
"Ou, Woman on top?" kerling Tiger semringah dan sedikit bernafsu, bahagia menerima perlakuan Eyrin padanya dengan menggebu. Entah bagaimana kalimat itu membuat Eyrin menahan lucu. Pria ini, tak berubah rupanya.
"Shut up! I'll kill you!" Eyrin memelotot dengan gigi yang rapat. Tapi suara serak basah Tiger yang menggoda malah menembus telinga dan tanpa jeda sampai ke jantungnya.
"Oh, come on. Kill me with your love, Rin. Kau bahkan sudah melakukannya berkali-kali. Sampai aku lupa caranya pindah ke lain hati."
"Bullshit! Kau pikir aku percaya?" Tangan Eyrin memukuli dada Tiger untuk menyembunyikan kegaduhan hatinya. Sungguh rasanya kali ini ia ingin salto. Entah bagaimana rasa salah tingkah menyergap kian brutal di dirinya. Pukulan Eyrin malah ditangkis mesra dan Tiger tertawa.
Sebenarnya, setiap berada di dekat pria ini seluruh energy Eyrin untuk arogan melemah. Di hadapannya, Eyrin seolah berubah menjadi kelinci jinak. Namun kali ini sikap arogan itu berusaha ia tunjukkan walau harus melawan arus yang menggila di darahnya.
"Stop, Ger! Nggak seharusnya kita begini!"
"Why? Ha?" Eyrin tercekat sesaat tak bisa menjawab. Tiba-tiba Tiger makin mendekat dan berbisik di telinganya. "Deru napas kamu saat berbagi oksigen denganku tadi menjawab semuanya."
Kalut, Eyrin mendorong lagi tubuh pria itu menjauh karena wajahnya makin memanas. "Apa otak kamu itu nggak bisa membuat hal yang lebih eksplisit, ha? Kita sudah tidak bersama lagi!" serunya menyembunyikan semua itu.
"Aku tak pernah merasa menceraikanmu!" Netra Tiger menyeringai nyalang di sela napasnya yang tersengal.
"Tapi kita udah lama pisah, Ger!"
"Lantas itu otomatis membuat status pernikahan kita putus? Semudah itu?" tekan Tiger lagi makin menuntut.
"Kita nggak tahu satu sama lain apa yang kita lalui dan yakini selama berpisah 'kan? Jadi nggak semudah itu!"
"Fine! Kalau begitu, ayo cerita. Supaya semua alasanmu masuk akal di kepalaku."
"Aku nggak punya apa pun yang harus aku ceritakan ke kamu. Aku nggak ada waktu lagi."
Kaki Eyrin terangkat menjauh dan lari masuk ke kamar mandi di kamar Tiger agar pria itu tak lagi menyerbunya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa ia jawab. Paru-paru Eyrin menyempit, membuat sesak di dadanya terasa kian sakit. Lantas di sini, bulir kaca yang sejak tadi ia bendung tiba-tiba luruh. Bibir Eyrin bergetar saking menahan luka tak berdarah yang bertahun-tahun tertancap di dadanya. Otaknya berputar mencari cara tapi tak satu pun jalan ia dapatkan. Entah dia yang terlalu bodoh, atau memang seluruh dari dirinya yang terus berharap mereka memang berjodoh?
"Eyrin. Buka, Rin!" Suara ketukan di luar pintu tak membuat Eyrin berkutik.
"Rin, okay, okay. Sorry. Aku terlalu terburu. Tapi itu, karena rinduku padamu. Aku benar-benar kehabisan kata-kata. Tapi juga ingin tahu semua."
Wanita itu duduk meringkuk di lantai marmer di samping bethup masih memutar otak.
"Eyrin. Come on."
Setelah berkali-kali memohon. Suara langkah Tiger yang menjauh dari pintu membuat Eyrin sedikit lega. Jiwanya yang dulu sama urakan seperti Tiger menuntunnya bangkit, naik memanjat kloset agar bisa mencapai jendela. Tak ada pilihan lain, dia harus minggat walau dengan cara ekstrim.
"Ugh!" Erangan sempat lolos dari mulutnya. Disusul pekikan keget bukan main saat tiba-tiba sesosok tubuh tegap muncul dari balik pintu lain yang tak diduga Eyrin.
"Ayo!"
Dua tangan besar datang dan merangkum perut Eyrin.
"Aa!" Eyrin berontak, tapi terhenti saat daksa Tiger mengikatnya erat.
"Please, Rin. Sekian lama kita nggak ketemu. Please. Jangan gini ke aku. Jangan bersandiwara seolah kita nggak saling kenal. Kamu salah, Rin. Kamu tahu benar bagaimana aku mengenal, bahkan hafal kamu luar dalam. Stop. Okay. Kalau kamu nggak mau cerita. Fine! Tapi please, jangan gini, ya? Tentang tadi, okay, aku minta maaf."
Perlahan, buncahan kecemasan di dada Eyrin lebur. Napasnya mulai teratur. Eyrin cukup lelah, melawan dirinya sendiri yang sungguh-sungguh menguras tenaga.
Lantas, ia pun menurut saat Tiger membimbingnya keluar. Eyrin sedikit terperangah saat Tiger kembali membawanya ke mobil.
"Kita ke Rhoundhouses?" kejarnya ekspresif.
Tiger menoleh datar. "No, kamu baru tiba di kota ini. Jadi, ayo kita berkeliling."
"Ger, tolong antar aku ke Roundhouse. Om Tama dan yang lain pasti mencari aku."
Tak ada jawaban pasti dari Tiger, pria itu hanya menoleh singkat sarat arti lantas terus focus ke jalan. Mobil Jaguar hitam milik Tiger melaju membawa Eyrin menuju ke sebuah butik ternama lantas memintanya untuk memilih pakaian ganti.
"Aku nggak butuh ini, Ger."
"Kalau begitu aku yang butuh. Aku butuh untuk membuat istriku cantik. Jadi, tolong." Mata tajam Tiger menembus kalbu Eyrin yang menahan gelenyar cukup ia kenali tapi selama ini mati. Kini rasa itu seakan hidup lagi. Tiger memang terlihat urakan, asal, tapi di balik itu pria ini punya rasa peduli besar jika itu tentang orang yang ia cintai.
Sedikit enggan, Eyrin menerima pakaian yang Tiger raih dari deretan gantungan yang tersedia di toko. Mata Tiger sempat memicing saat memadu padan pilihannya di tubuh Eyrin. Sementara Eyrin hanya mendesah samar padahal hatinya bergetar.
"Kamu sudah ganti gaya berpakaian sekarang?" kata Tiger kembali menyelisik pakaian mana yang akan ia pilih.
Eyrin melirik skeptis. "Segalanya memang berubah!"
"Tapi aku suka gaya pakaianmu hari ini. Ternyata sekarang kau sudah lebih handal dalam memilih fashion, ya." Tiger mengerling. "Ayo, Pilih pakaian sesuai selera kamu."
"Yang mana saja."
"Yang ini bagaimana? Kamu suka?" Tangan Tiger lihai meraih beberapa pakaian dari etalase toko. "Ayo, ganti di sana."
Akhirnya, Eyrin menurut dan kembali dengan penampilan lebih anggun dan rapi yang disambut dengan senyum menggoda di bibir Tiger.
Dari butik, mobil Jaguar itu melaju ke sebuah resto halal di London. Pria itu membukakan pintu di samping Eyrin dan memberi lengannya untuk digandeng tapi ditolak wanita itu dengan enggan. Tiger mengalah dan tak bersuara sampai ke meja.
"Kamu mau makan apa?"
"Aku nggak lapar, Ger. Please. Biarkan aku ke Roundhouse."
"Sabar, Rin. Jangan kamu tambah rasa kecewaku." Mata Tiger berpendar sarat makna.
"Setidaknya biarkan aku memberi kabar pada mereka."
"Dengar. Kamu nggak usah khawatir. Om Tama nggak akan mencari kamu."
"Maksud kamu?"
"Aku sudah mengirim rekan ke sana untuk memberi kabar pada mereka. Jadi, kamu tenang di sini." Netra cokelat madu Tiger menembus iris mata Eyrin hingga rasanya ia tak bisa berkutik lagi. Betapa rindu-rindu di dadanya makin menggebu dan teramat ingin membingkai wajah yang kini terlihat lebih tua sejak terakhir kali mereka berpisah. Walau begitu, ketampanan Tiger entah bagaimana malah bertambah di mata Eyrin.
"Sial, Ger! Kau ini defenisi pria makin tua makin tampan saja!"
Sungguh dorongan menggila di dadanya menuntut untuk bertanya. Apa kabar Tiger tahun-tahun belakangan ini? Apa yang dialaminya? Apa semua berjalan semestinya? Namun semua itu tertahan di lidah Eyrin. Melihat wujud nyata pria ini saja sudah membuat batinnya lega tak terkira dan bahagia luar biasa.
"Kamu mau pesan apa?"
Eyrin diam tak menjawab dengan wajah senewen. Tak acuh, Tiger malah mengacung tangan pada pelayan yang berdiri di lobi. Lelaki berseragam hitam dan putih itu mendekat dan sedikit kaget atas permintaan Tiger itu tapi tetap menurut. Pelayan pergi setelah Tiger mengembalikan catatan yang tentu saja sudah berisi tulisan tangannya.
Tak menunggu lama, pesanan Tiger tiba. Dua piring Fish and Chips yang membuat Eyrin bergidik. Karena isi piring itu dipenuhi dengan kentang goreng dipotong panjang dan fillet ikan dibalut tepung lalu digoreng renyah. Disajikan dengan irisan lemon, saus tartar yang diracik dari mayonase dan bawang putih. Kentang goreng merupakan makanan kesukaan Eyrin.
"Ayo makan, Rin."
"Aku nggak lapar."
"Bukannya kamu suka kentang goreng tanpa harus menunggu lapar?" ledek Tiger menggoda.
Wajah jutek masih terpancang dengan gagah di paras wanita itu.
"Ayolah, Rin. Temani aku makan. Paling nggak, ini perayaan kecil untuk merayakan pertemuan kita lagi."
"Kita nggak—"
Kalimat Eyrin patah ketika pelayan tiba. Lantas gerakan tutup mulut tak ingin melahap apapun satu demi satu runtuh saat semangkuk ice cream rasa strawberry dan coklat mendarat tepat di hadapannya. Dadanya bergetar. Sial! Tiger masih ingat benar kelemahannya terhadap ice cream!
"Khusus buat kamu."
Kali ini Eyrin diam, menahan kedutan dan godaan ice cream yang memanggil untuk segera dilahap. Tiger menahan senyum sambil melahap kentang gorengnya dengan santai.
"Strawberry taste!" Tiger berdecak. "Restaurant ini terkenal dengan cita rasa buah yang pekat di ice cream mereka. Cobain deh. Aku jamin kamu pasti tergila-gila!"
Beberapa detik Eyrin sanggup menahan diri. Namun melewati menit selanjutnya ia mulai gelisah. Sungguh aroma vanilla yang juga tercampur dalam ice cream menggoda imannya.
"Rin."
Tangan Tiger tiba-tiba mengelus lembut pipi wanita itu.
"Apa-an si—"
Tap! Sesuap ice cream berhasil mendarat di lidah wanita itu. Tiger yang melakukannya mengulum senyum. "Gimana? Aku nggak bohong 'kan?" tawa Tiger perlahan melebar sementara Eyrin melotot tapi secepat itu juga terhenyak.
"Gila! Ini yummy banget!" pekiknya di hati.
"Ayo, habisin. Sebelum mencair." Tatapan Tiger yang terkesan berpendar tulus, seolah tak pernah pergi dan tak pernah jadi masa lalu.
Awalnya ragu, tapi akhirnya ia tak lagi malu. Wanita itu menyuap sekali, lagi, lantas berkali-kali dengan wajah antusias. "Euum!" Mata Eyrin sampai memejam singkat karena begitu nikmat.
"Serius, Ger. Lembut, rasanya nggak ada obat!" seru Eyrin seolah lupa kalau ia kini berada di masa kini dan harusnya ia memberontak lagi. Wanita itu terus melahap, mengabaikan semua perasaan yang sejak awal tadi ia jaga agar tak terlepas dari kungkungan hatinya.
Senyum Tiger terkulum. Matanya memancarkan haru dan rindu menatap Eyrin yang selalu kalap jika bertemu ice cream sejak dulu.
"Kalau begini, bagaimana mungkin kau bukan Eyrin-ku, hhmm?" Tak disangka tangan Tiger terangkat menepuk puncak kepala wanita yang masih ia anggap istrinya itu. Sementara Eyrin yang sempat menjeda melahap ice cream itu menekuk muka dengan rikuh.
Jiwanya yang bebas bergumam lepas. "Barangkali. Kali ini, tak masalah jika kami menghabiskan waktu begini 'kan? Sudah bertahun lalu. Dan kini kami bertemu di sini tanpa diatur. Tak ada yang tahu kan? Tuhan, biarkan aku menikmati waktu bersama pria ini dulu. Ya? Kemesraan ini ... janganlah cepat berlalu. Kemesraan ini ... ingin kukenang selalu. Hatiku damai ... jiwaku tentram di sampingmu ....Aseek! Tareek, Akang gendaaang!" Senyum enggan terbit di bibir merah wanita itu, sementara hatinya sebenarnya menari-nari heboh.
❤❤❤
Siapa yang auto nyanyi? 😂
Ketemu masa lalu, Rin, awas kalap, Rin! #eh 😆
Sampai ketemu di part selanjutnya, ya 🤗
Jangan lupa penuhi part ini dengan voteman kalian biar makin seruuuu, tengkyu 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top