PIM : Dua
Hay. Ketemu lagi.
Ayo bakar-bakar lagi 😁🔥
Spam ❤ di sini 😉👉
Jangan lupa jejak juga voteman-nya di part ini, ya. Tengkyu 😘
Buat yang sedang rindu seseorang yang jauh di sana tapi tak tergapai oleh tangan dan hanya bisa disapa oleh angan. Tak apa rindumu tak tertuntaskan. Yakin dan percaya, Tuhan akan ganti dengan yang jauh engkau butuhkan. Jika dia masih berjodoh padamu, maka apa pun rintangannya pertemuan pasti kan mempersatukan kalian.
❤❤❤
PIM : [ Tertawan ]
🌉🌉🌉
Suara speaker besar menggema memekak telinga membuat Eyrin mengerenyot risih. Ditambah riuh pekikan penonton yang berdenging kian bising. Herannya para audience yang tumpah ruah di Roundhouse malah makin bersuka cita. Apalagi saat Coldplay, grub band kesayangan mereka beraksi di atas panggung sana.
Langkah kaki Eyrin melarikannya keluar saat panggilan alam memintanya mencari toilet. Hal yang sering hadir saat dirinya merasa tak nyaman di keramaian. Selain alasan tak ingin menganggu, hal ini juga yang kemarin membuatnya lebih memilih tak bergabung saat tim dari DuMed bertandang ke Bloomsbury.
Cukup menyenangkan juga jadi tim kepercayaan Utama. Bisa diajak keliling kota di dunia dengan percuma.
Keberadaan Eyrin sendiri di sini adalah untuk menemui Mr. Ginanjar pasca saran Utama yang ngotot mendorongnya menerima beasiswa S2 apoteker sesuai profesi Eyrin di rumah sakit Duta Medical Utama sekarang.
Mr. Ginanjar akan memberinya informasi dan arahan terkait prosedur di Univercity College London sebelum benar-benar memutuskan untuk menempuh saran Om-nya itu. Utama sengaja mengajak Eyrin ikut saat tim dari DuMed punya agenda meliput ke London. Tujuannya adalah untuk membuka cakrawala berpikir Eyrin demi masa depannya nanti. Selagi Utama dan Mustika masih jaya dan ada di dunia. Begitu pikir Utama yang sampai saat ini masih belum diamanahi keturunan.
Mr. Ginanjar-sahabat dekat Utama yang juga dosen di UCL-dimintai Utama menjadi orang tua Eyrin jika memang di sini nanti.
Selesai dengan hajat di toilet, Eyrin yang malam ini mengenakan cout berbahan kulit itu memilih berdiam di luar. Kembali masuk hanya akan membuatnya kian tak nyaman.
"Untung karcis hari ini disponsori panitia. Jadi, nggak masalahlah kalau bolos dikit dari acara. Ya 'kan?" Eyrin bermonolog lucu sedikit kemayu. "Ngeri juga lobi Om Tama euy!" Mulut Eyrin bicara sendiri diikuti gestur hebat menirukan cara artis Syahrini bicara.
Dering ponsel menyela pandangannya yang sedang menyisiri gedung-gedung etnik lagi unik di kota London ini.
"Eyrin, kamu di mana?" Suara Mustika dari seberang telepon setelah Eyrin menekan tombol hijau di gawainya.
"Ke toilet, Tant. Kangen? Baru bentaran doang aku ngilang dari pandangan," kelakar Eyrin yang langsung terdengar apalagi musik di dalam terjeda oleh pembawa acara.
"Om nyariin nih!"
"Ya ampun. Aku nggak ke mana-mana kok."
"Eyrin, cepat kembali. Aisha, Niel sama Aryan nyariin juga tuh." Suara Utama yang kali ini malah menggali di telinganya.
Aisha, Aryan juga Niel tentu saja sedang bertugas meliput acara konser malam ini melanjutkan tugas mereka ikut ke kota tempat final piala Eropa.
"Kangen juga mereka?" Tawa Eyrin belum reda. "Okay, Uncle. Bentaran, ya." Suaranya dibuat sedikit jenaka.
"Aisha biar ada temennya di depan."
"Okay, Uncle ...."
"Uncle, Uncle!" dengkus Utama jenaka pula. Putri sepupunya itu selalu menggodanya dengan panggilan itu sejak tiba di London ini.
"Lah, 'kan bener." Eyrin terkekeh, menggoda lagi. "Begitu sampai ke sini, auto berubah jadi Uncle manggilnya. Penyesuaian. Ikut kearifan lokal." Alis Eyrin bergerak turun naik bersama gelak diikuti tawa Utama di seberang sana.
Tangan Eyrin hendak memotret pemandangan jalan malam di depan Roundhouse setelah memutus panggilan. Senyumnya masih merekah saat ponsel itu tiba-tiba saja berpindah karena sambaran dari seorang pria tak dikenal yang lari secepat datang dan hendak menghilang.
Mulutnya nyaris mengumpat, tapi secepat itu juga tersadar dan beristigfar. Entah-entah, ini karena kecerobohannya.
"Hei! Copeeet!" Secepat spontanitas kata itu ia pekikkan secepat itu juga Eyrin terhenyak masam. Manalah orang-orang di sini mengerti copet 'kan? Ia berdecak gamang bersamaan melajukan kaki, gegas mengejar.
"Help! Hey! Thief! Help, please hurry!" Teriakan Eyrin mengundang tatapan beberapa mata tapi tak membantunya, masih memerhatikan.
Tak ingin kalah cepat, Eyrin terus berlari dan langkahnya sampai di ujung anak tangga sebuah taman kecil.
Lejar, tangannya memeluk pinggang bersama napas terengah. Lantas sigap kembali melaju saat melihat pria berpakaian hitam yang ia duga melarikan miliknya.
Kakinya melangkahi beberapa anak tangga dalam sekali lompatan. Berlanjut lompatan lain lewat pagar besi lalu mendarat tepat di dekat pohon besar bersamaan dengan melepas side kick (Yeop Chagi)-tendangan samping dalam taekwondo. Kemudian mengambil kesempatan saat rival terhuyung dengan front kick (Ap Chagi) hingga lawannya terjatuh.
"Keok lo! Borokokok! Give me back!" hardik Eyrin keras.
Pria itu mengumpat dengan serapahan dan logat tak biasa. Dominan dengan huruf o dan e yang membuat Eyrin tergelitik lalu membuat kerutan wajah sengklek.
"Speak English!" seru Eyrin kesal. "Ono, Uno. Gelasius. Ferraro. Lo bahasa Itali? Eng? Apa Jawa? Kurang medok logat lo!" ujar wanita itu sedikit naik. Cukup berani.
Pria itu menarik seringai aneh melihat tingkah Eyrin yang kontras. Lelaki berambut pirang itu kembali berkata dengan bahasa yang masih tak dipahami Eyrin.
"Berhenti membual! Give me back!" cecar Eyrin makin jengkel.
Wanita itu kembali melepas tendangan depan yang cukup keras setelah sigap mundur sehasta saat sang lawan mencoba menekel kakinya.
"Fuck! Non pasticciare! Mollare!" seru pria itu lagi yang sampai ke telinga Eyrin mirip bahasa daerah di Indonesia.
"Ya, ya, ya. Esmeraldo, Fernando, Ono semo, aago adse ... zzcome... @s*t"#o!" Mulut Eyrin mengumpat bahasa tak jelas yang ia sendiri pun tak paham, dengan nada cemooh.
Pria yang ditendangnya tengah menepis darah yang berhasil tumpah akibat font kick Eyrin. Tak sia-sia ternyata ia belajar gerakan ini setelah apa yang terjadi di hidupnya dulu.
Netra Eyrin sempat melihat tato di pergelangan tangan, tapi fokusnya bukan itu sekarang.
Tak ingin menunggu, dengan cekatan wanita dengan sepatu chelsea boots itu merunduk seraya mengunci tangan pelaku dan menggeledah jaket untuk mencari benda miliknya. Namun saat tangannya hampir meraih gawai. Sebuah pukulan datang dari belakang hingga Eyrin terhuyung limbung.
"You!" Tangan Eyrin mengacung di sela tubuhnya yang sempoyongan. Wanita itu masih sadar saat pria yang wajahnya samar mencoba menerkam mukanya dengan kain hitam.
"Dasar kikir! Udah ngerampok! Mau nyulik pula? Let me go!" umpat Eyrin mengenakan bahasa Indonesia bagai membalas para pencuri yang mengenakan bahasa tak ia mengerti.
Telinganya masih mendengar umpatan balik dari dua pria yang mengenakan-sepertinya-bahasa Itali.
"Uno ono. Apa? Enak aja, numero uno? Ono-ono wae yang ada! Rugi dong gue! Let me go! Help! Help!" teriaknya memanggil bantuan. Tapi tak jua ia dapatkan. Lalu saat telinganya mendengar kalimat asing yang membuat ia makin jengkel. "What? Di negara gue juga ada yang namanya Uno. Terkenal lagi!" geram Eyrin sarkastik.
Mulutnya berusaha dibungkam tapi wanita itu berhasil berkelit.
Kali ini ia sadar tak akan kalah dalam pertarungan ini. Sekuat tenaga masih mengendalikan kuasa diri dengan mencoba memberi lawan Momtong Jiuregi (pukulan ke ulu hati) tapi ternyata hampa.
Kunang-kunang berkejaran di pelupuk matanya yang mengerjap tapi pemandangan itu berganti dengan gelap yang rapat saat pria lain menyambar kepala Eyrin, dan menyelimutinya dengan kain.
"Awas! Lepas! Kain lo bau!"
°°°
Kesadaran Eyrin tak sepenuhnya terbang. Tapi ia tak tahu berada di mana sekarang. Beberapa menit lalu ia merasakan tubuhnya terhempas keras ke tanah. Cekalan keras telapak besar terasa membekas di pergelangan tangannya. Tadi, saat ia berteriak minta tolong, apa tak ada satu pun yang mendengar jeritannya?
Kini ia tahu sudah berada di tempat berbeda setelah mendengar suara menggema akibat memantul di ruang. Begitu dugaan Eyrin.
"Let me go!" teriak Eyrin berulang.
Tangan Eyrin yang terikat berusaha keras bergerak meski dalam posisi wajah tertutup.
Telinganya sempat samar mendengar percakapan beberapa pria. Disusul derap sepatu membentur lantai-sepertinya-marmer kian mendekati.
"Open the cover!"
Mata Eyrin ditembus cahaya saat penutup kepalanya dibuka paksa.
"Stay away from me!" teriak wanita itu ngeri. Kesal sekali.
Pria tegap berkepala plontos di hadapannya mengernyit aneh.
"Siapa kamu? Kendalikan dirimu!" serunya tajam dan dingin dengan bahasa Inggris.
"Cih! Bukankah dari kalian juga orang yang mencuri ponselku?" balas Eyrin dengan gigi yang rapat dan tatapan tajam.
Senyum miring tertarik dari beberapa pria di sana.
"Siapa?" Tangan pria plontos kini terbuka diikuti bahu terangkat remeh.
Mata Eyrin menyapu satu per satu semua yang ada di sana untuk mencari wajah lelaki yang tadi mencuri gawainya. Namun tak menemukan orangnya.
"Pasti orangnya sedang berpesta sekarang!" Eyrin memicing sebelum membuang pandang jengkel.
"Bukan kami."
Netra Eyrin memindai dan tak sengaja melihat seorang pria bertelanjang dada berjalan pergi. Di detik yang sama ia melihat ada tato rubic di belakang punggung kanan pria itu.
"Lie! Kalian punya tato yang sama," ucap Eyrin sarkas. Lalu senyum dingin itu kandas saat otaknya membetikkan penyatuan info yang direkam memorinya.
Rubic?
Otak Eyrin terbang ke kejadian di mana ia bertikai dengan pria yang mencuri gawainya. Tadi matanya sempat menangkap tato rubic di pergelangan tangan lawan. Namun detik itu otak Eyrin tak tanggap karena fokus melindungi diri. Apalagi ia belum pernah melihat tato itu.
"No! Kami menemukan kamu sedang dibawa dua pria yang menyamar menjadi bagian dari kami. Lantas mereka terpaksa melepas kamu saat tahu kami hendak membantai karena penyamaran mereka," ucap pria plontos dingin masih dengan bahasa Inggris.
Informasi itu membuat Eyrin bergeming. Apa ia bisa percaya?
"Sepertinya kamu bukan dari penduduk asli. Are you ... Indonesia?" tanya seorang pria yang bersandar sambil bersedekap tangan di dada.
Ludah kental tertelan di kerongkongan Eyrin yang kini menahan debar aneh dari gejolak yang membuat sekujur tubuhnya menghangat. "Ya," jawabnya dingin. Lalu matanya berubah sayu. "Let me go. I have a children," pinta wanita itu cepat.
Kekhawatiran kali ini kian merasukinya. Namun ada sisi lain dari dirinya tergelitik ingin tahu lebih jauh terkait kelompok gengster ini.
Sayangnya tak ada satu pun pria di sini yang ia kenali. Menyelematkan diri, itu yang paling penting sekarang bukan?
Para pria di sana saling tatap tapi tak terbaca apa maksud dari pandangan mereka itu. Seseorang datang dan berbisik pada pria plontos. Terlihat salah satu dari mereka masuk ke sebuah ruang yang dibatasi oleh partisi jerjak besi usai mendapat perintah dari pria plontos.
Lalu beberapa menit berlalu. Kejadian aneh berlaku.
Ikatan tangan dan kaki Eyrin dibuka, kemudian ia diminta duduk dengan hormat setelah sebuah sofa dibawa ke dekatnya. Semua lelaki di sana kini menatap tunduk padanya bagai ia adalah orang yang mereka segani.
"Eh? Apa?"
Mata Eyrin bergerak mawas. Kalau-kalau mereka punya niat bagai pemangsa yang buas.
Eyrin bergidik kaget penuh keheranan, hingga matanya melebar saat seorang pria mendekat memberinya botol air mineral seraya merunduk sopan.
Sopan. Ya. Sangat sopan! Berbeda dengan kejadian beberapa jam lalu. Jika tadi ia diperlakukan seperti budak tahanan kali ini ia diperlakukan bagai tuan.
"Mereka ini kerasukan atau apa? Tiba-tiba aja berubah haluan? Mencurigakan!" Monolog hatinya lucu tapi juga merasa aneh.
Dengan wajah tegang, mata Eyrin melirik botol, waspada. "Apa mereka mau meracuniku? Atau ada obat bius di sini? Oh, cara lama sekali sih? Hafal luar kepala mah yang begitu!" gumamnya remeh tapi sejujurnya juga merasa ngeri di hati.
"Aku nggak bisa kalian kelabui. Tolong. Lepaskan sa--" Ia hendak bersuara tapi derap langkah sepatu yang terkesan tergesa-gesa memenggal kalimat yang keluar dari mulutnya.
Eyrin terkinjat hebat saat melihat tubuh tegap mendekat lantas memeluk tubuhnya erat.
"Hey! Menjauh!" Otak Eyrin mencerca. Namun sebuah kalimat mengalahkan kata yang hendak keluar dari mulutnya sebelum ia berhasil bersuara.
"Is this you?"
.
.
.
Tbc
Hayo, Kira-kira siapa ya yang tiba-tiba aja datang dan meluk Eyrin? 🤔
Ikutin terus kisahnya, ya 🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top