PIM : Delapan
Anyeoong. Ketemu lagi. Ramekan dengan voteman kalian, ya ....
bakar- bakaar
***
"Ayo, Gal. Mandii! Kamu tuh udah bau iler tau!" perintah Eyrin pada putranya yang kini malas-malasan di kasur. "Nanggala! Cepetan! Ini udah siang!"
"Aku memang menunggu hari lebih siang lagi, Bu," rengek bocah itu lirih di balik selimut.
"Atau Ibu tarik paksa nih ke kamar mandi?"
Namun Nanggala masih tak bergerak juga. Malah makin menutup wajahnya dengan selimut bergambar Maqueen kesukaannya.
"Gal! Okay! Ibu beri waktu sepuluh menit! Kalau Ibu kembali, kamu masih di tempat tidur, Ibu nggak mau ngabulin kamu liburan hari ini. Sekolah nggak, maka apa pun juga nggak."
Serta merta, bocah itu menyibak selimutnya dan langsung duduk. Sementara ibunya yang tadi sempat sengaja melongok sebelum menutup pintu kamar Nanggala di kediaman mereka, kini sudah tak ada.
"Yes!" teriak Nanggala senang. Namun senyumnya surut kembali mengingat ia harus mandi untuk aktifitas apa pun hari ini. Ya, salah satu aktifitas yang entah bagaimana selalu membuatnya tak minat.
"CK! Disuruh mandi. Padahal, aku 'kan tetap imut dan manis walaupun tidak mandi. Siapa yang menciptakan mandi?" desisnya malas.
Satu setengah jam kemudian, tawa Nanggala merekah sempurna saat ibunya membawanya ke pusat perbelanjaan, memintanya menunggu sebentar di gerai Telekomunikasi untuk mendapatkan card baru, setelah itu memberi Gala kesempatan bermain di Playkids Zone.
"Wiih, ponsel baluu! Cieeee!" Lirikan jail dari bola mata kecokelatan bocah itu berusaha mengecoh konsentrasi Eyrin yang duduk menunggu di luar pagar tempat Gala bermain.
"Hum. Ponsel ibu yang kemarin hilang," jawab Eyrin sekenanya. Ia baru saja membeli benda itu di gerai, tepat di depan Playkids Zone Mall Manhattan ini.
"Hilang? Kok bisa?" jerit bocah itu hiperbolis sambil melompat ringan, sedikit melayang di atas trampoline.
"Ya bisa."
"Ayo, Bu ... videoin akuuu pake hape baluuu!" pintanya sengaja dengan aksen cadel. Tawa bocah delapan tahun itu makin menggema saja. Ia begitu menikmati karena sangat leluasa melompat dan melayang di area bermain ini karena pengunjung masih sepi. Seolah tempat itu hanya milik pribadinya saja.
Tak ingin melewatkan moment berharga itu, Eyrin mengambil video dengan kamera depan dan menyorot dirinya yang digoda Nanggala sambil melompat-lompat di atas trampoline. Tak lama, ponselnya berdering karena panggilan dari nomor Aisha.
"Ya, Sha?"
"Lo jadi ke Manhattan?" Suara Niel yang malah menyahut di seberang.
"Udah dari tadi malah. Kok lo yang nyahut sih! Lo bajak hapenya Aisha?"
"Iya, kenapa? Hahaha. Ya kita lagi bareng di kantor, Suketi! Heh, lo lama lagi kagak? Kita jadi ya ngecamp di rumah lo entar pulang kerja," seru Niel landai. Mereka memang sudah saling kontak tadi pagi saat Nanggala mandi dan Eyrin menyiapkan sarapan di rumah mereka. Niel langsung punya ide untuk ngumpul ke rumah Eyrin demi mengunjungi Gala.
"Jadi pulang cepat hari ini?"
"Ho'oh. Tugas kemarin udah dipegang redaksi. Om lo ngasi izin kita pulang duluan kok. Ngumpul di rumah Aisha, segan ama nenek. Kos gue, lo tau sendiri. S3! Lagian, biar gue bantu Gala serak rumah lo, Rin! Kasian dia kemarin ditinggal. Hahaha."
"Brengsek lo!"
"Hahahaha. Nanggala jadi nggak masuk sekolah hari ini?"
"Huum. Tadi gue udah izin ke gurunya. Tuh lagi eksplorasi dia di Playkids. Belum mau pulang pasti. Tapi, ya, nanti kalian pulang, gue udah nyampe rumah lah."
"Okay. Lo ajak main, awas ketahuan gurunya lo, dikira emaknya lagi nggak ada, eeh malah lagi ngetem di Playkids. Awas aja, gue aduin ke gurunya entar!"
"Yaudah sana. Lo dateng gue usir!"
"Eeee, gak jadi-gak jadi."
Panggilan terputus diiringi tawa Niel dan Aisha di seberang.
"Udah puas mainnya?" Eyrin sedikit berteriak agar Nanggala yang mulai menjauh darinya dapat mendengar.
"Belum. Habis ini aku mau naik playing fox itu boleh ya, Bu?"
"Boleh. Habis itu kita makan."
"Belum, Bu. Habis itu Gala mau main bola basket dulu, manjat tebing yang di situ, main mobilan—"
"Okay. Cuma sampai di manjat tebing. Setelah itu, ikut Ibu."
Bocah itu sedikit cemberut tapi tak berhenti melompat. "Mau ke mana lagi?"
"Makan."
"Ya sudah. Ibu makan, Gala di sini."
"Nggak boleh. Kamu juga harus ma—"
"Masih kenyang, Bu!" potongnya cepat.
"Kebiasaan! Mentingin main daripada—"
"Sekali-kali juga."
"Gal. Libur kamu hari ini, Ibu mau bukan cuma untuk main di Playkids. Kamu—"
"Iya-iya. Juga harus belajar 'kan? Dari pengamen jalanan. Pengemis di lampu merah. Iya-iya." Eyrin sontak terkekeh mendengar ungkapan putranya. "Udah hafal Gala, Bu."
"Kok tau?"
"Ya taulah. Ibu lupa, sering bilang begitu? Sampai Gala hafal?"
Tawa Eyrin makin lebar karena ocehan bocah yang mewarisi kulit putihnya itu. Usai memberi waktu bermain, Eyrin dan Gala duduk berdua di salah satu food court. Biasanya, mereka akan mengambil duduk dekat jendela kaca yang mengarah ke lampu merah di depan gedung. Di sana, sering kali Gala akan mendengar wejangan saat makan. Seperti : "Lihat tuh anak kecil begitu, harus cari uang di jalalanan. Kamu beruntung, Gal. Bisa sekolah dengan mudah. Jadi jangan disia-siakan kesempatan kamu." Atau sharing dan tanya jawab tentang perasaan Nanggala, pendapatnya melihat sekitar, atau berpesan, suatu hari Nanggala harus bisa berguna untuk banyak orang. Punya hidup yang bermanfaat.
"Seperti Ibu yang membantu banyak pasien di rumah sakit?" ujar bocah itu di tengah perbincangan mereka.
"Bisa dibilang begitu. Tapi, kalau bisa, kamu harus lebih dari ibu."
Usai quality time berdua, mereka pulang ke kediaman Eyrin yang tak jauh dari rumah Utama. Setelah turun dari Go Car yang mereka pesan lewat aplikasi, bocah itu pamit ke mini market di depan gang untuk membelikan tisu yang dibutuhkan ibunya.
"Ibu duluan aja, biar aku yang beli," ucapnya riang. Letak mini market ke rumah mereka hanya berjarak tiga puluh meter di dalam gang. Bukan tempat lalu lalang kendaraan. Jadi, Eyrin tak khawatir. Ia juga sering memberi putranya itu tugas ke mini market jika keperluan di rumah habis.
"Okay. Setelah itu pulang, ya. Jangan main ke lapangan baseball," pesan Eyrin setelah menyerahkan uang kertas berwarna hijau.
"Okay!" Nanggala berlari riang dan menyapa dengan cengiran seorang Mba kasir saat hendak membayar
"Nggak sekolah kamu, Gal?"
"Libur, Kak Nit!"
"Libur sendiri?"
"Iya." Bocah itu terkekeh.
Setelah menerima kembalian, Nanggala berbalik hendak berlari menuju pintu keluar tapi tak sengaja malah menabrak kaki jenjang seorang pria sampai menjatuhkan kantong plastiknya.
"Aduh! Maaf, Om." Bocah itu mendongak saat mengucapkan itu seraya meraih kantong plastik miliknya.
"Hei, hati-hati, Boy!" Bocah itu mendapatkan tepukan halus di puncak kepalanya. "Jangan buru-buru. Jangan lari-lari. Jalan aja."
"Iya, Om. Maaf." Gigi Gala yang tanggal beberapa di bagian atas kini terlihat.
"Emang kebiasaan nih anak, Om. Sukanya lariii kalo apa-apa tuh, nggak mau jalan aja. Kayak mau ngejar gaji. Padahal gaji nggak punya," celetuk Nit yang sudah akrab dengan keberadaan Gala di sekitar pertokoan ini.
"Kamu beli apa? Ada yang rusak?" tanya pria yang tadi tertabrak Gala.
"Enggak, Om. Cuma tisu meja."
"Tisu? Punya kamu?"
"Ibu."
"Rumahnya memang sekitar sini, Om," sahut Nit yang berdiri menganggur di kasir.
"Ooh. Namanya siapa?"
"Nang, Om." Jawaban Gala membuat Nit diam-diam terkikik geli. Ia sudah tahu benar, bocah ini memang selalu menjawab begitu jika ditanya nama oleh orang asing. Seolah sudah terlatih dengan baik.
"Nang?" Dahi pria itu mengernyit tipis. "Nang. Karena kamu sudah minta maaf, Om mau belikan mainan buat kamu. Mau?"
"Ha, serius, Om?" Mata bocah itu sedikit melebar. Begitu juga Nit yang masih memperhatikan interaksi Gala bersama seorang pria asing itu.
"Serius. Ambil yang mana kamu suka di rak mainan. Om yang bayar."
"Enggak ah, Om. Ibu bilang, nggak boleh terima apa pun dari orang yang belum dikenal. Harus izin Ibu dulu."
"Begitu?"
"Hum." Gala mengangguk percaya diri.
"Baiklah kalau begitu. Kalau makanan nggak mau?" tanya pria itu lagi.
"Aseek dapet jajan gratis," sahut Nit meledek Gala yang sontak mendapatkan lirikan tajam dari bocah delapan tahun itu. Nanggala baru ingin bersuara tapi sang pria asing sudah melangkah dan bergerilya memasukkan banyak bungkusan snack ke keranjang dan langsung membayarnya di kasir.
"Nih buat kamu." Sekantong snack itu langsung digantungkan di jemari Gala.
"Banyak banget, Om!" netranya melotot dan wajahnya sedikit masam.
"Iya. Buat kamu." Sejenak, Nanggala tertegun, tapi akhirnya ia mengangkat pandangan dengan percaya diri.
"Makasi, Om. Aku pamit, ya."
Bocah itu kembali membuka pintu mini market dan hendak kembali berlari. Namun, saat langkahnya sampai di teras sebuah panggilan menghentikannya.
"Nang!"
"Ya?" Ia berbalik.
"Orang tua kamu siapa?"
Gala hanya bergeming, gerakan netranya menyiratkan kepercayaan diri yang tinggi.
"Ibu," jawabnya enteng.
"Ibu?" Dahi laki-laki itu mengernyit lagi. "Iya, Ibu kamu namanya siapa?"
"Ya, Ibu." Rupanya bocah itu bersikeras.
Sang pria asing itu mengangguk tipis diiringi senyuman teduh. "Iya, Ibu kamu pasti punya nama 'kan?"
Nanggala menarik napas sejenak. Biji-biji keringat di dahinya membuatnya malah terkesan makin segar. Perawakannya yang lincah, ceria juga humble menimbulkan daya tarik tersendiri bagi siapa saja yang melihat bocah ini.
"Iya. Tapi 'kan dilarang nyebut nama orang tua. Nggak sopan." terang bocah itu lagi lucu.
Untuk kedua kalinya, Nanggala mendapakan elusan di kepalanya. Pria itu tersenyum suka karena bocah ini rupaya cukup jenaka dengan kepolosannya.
"Ya sudah."
Nanggala langsung berlari memasuk Gang menuju rumahnya. Tanpa sadar melewati Eyrin yang sedang berbincang dengan Misya di teras tetangga mereka.
"Mau nyusulin Gala dulu, Ya. Tadi ke mini market, kok belum kembali," ucap Eyrin pamir seraya menutup pintu pagar. Langkahnya sampai di depan gang saat mulutnya sibuk mengoceh.
"Gal. Kenapa lama sekali? Kamu—" Wanita itu tak sempat menyelesaikan ocehan karena seketika itu juga otaknya memerintah jantungnya berdegup kencang saat melihat seorang pria yang baru saja masuk ke taxi. Dada Eyrin terasa diremas dan ia mulai cemas. Ia seperti mengenali pemilik bahu bidang itu. Meski ia melihatnya dari belakang, tapi memorinya memberi jawaban satu nama.
"Enggak. Enggak. Mana mungkin. Tiger nggak akan mungkin sampai ke sini!" sangkal hati Eyrin panik.
***
Kalian punya dugaan yang sama dengan Eyrin? 😬
Ekspresi Gala disuruh mandi 😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top