F.o.u.r.t.e.en
Pak Arya telah selesai memberikan materi, kini ia akan memberi arahan pada semua muridnya. Sebagai wali kelas, beliau harus tahu apa saja masalah yang ada di kelas dan sebisa mungkin ia ikut andil dalam penyelesaiannnya.
"Bapak dengar Claudya aktif mengirimkan karyanya di mading. Bapak bangga di kelas ini ada yang memiliki bakat luar biasa." Pak Arya memulai wejangannya dengan berita hangat yang selama beberapa minggu ini masih menjadi topik pembicaraan penduduk sekolah. "Bapak harap kegiatan menyalurkan hobi ini tidak mengganggu belajar kamu, ya, Claudya."
"Ya, Pak." Seperti biasa, jawaban Claudya masih saja singkat.
"Oke, anak-anak mulai minggu depan kita akan melaksanakan UTS. Ruangannya di kelas masing-masing, posisi duduk tetap. Meski ini nggak seserius UAS, tetapi tetap harus dipersiapkan dengan matang. Pelajari bab yang sudah dibahas oleh tiap guru. Bapak harap kalian bisa mendapat nilai yang bagus. Karena nilainya untuk membantu nilai UAS juga."
"Pak, pengawasnya?" tanya Jessica.
"Pengawasnya guru pelajaran tersebut."
"Terus jadwalnya berarti sama kayak jadwal pelajaran?" Kini giliran Dion yang bertanya.
"Iya, Dion."
"Parah, kimia sama matematika di hari yang sama," ucap Dion sambil menepuk jidat.
"Eh, sejarah bareng sama PPKN." Teman di sebelahnya menimpali.
"Wah, parah."
"Fisika sama bahasa inggris." Siswa yang lain ikut bersuara.
Kini kelas mulai bising oleh keluhan-keluhan murid. Pak Arya segera mengetuk papan tulis menggunakan penggaris panjang.
"Harap diam, anak-anak!" Ia geram dengan tingkah muridnya yang masih saja seperti anak TK, padahal umur mereka sudah pada delapan belas tahun atau mungkin sudah ada yang lebih.
Kelas mulai kondusif lagi. Maka, Pak Arya melanjutkan wejangannya. "Kalian harus rajin belajar agar bisa lulus. Bapak ingatkan yang pacaran mending putus dulu. Nanti gampang balikan kalau udah lulus."
Semua murid tertawa mendengar nasihat Pak Arya.
"Kalau yang pacaran disuruh putus dulu, nanti ketikung sama yang lain, Pak," celetuk Dion. Lagi-lagi cowok itu bergurau dengan wali kelasnya. Untung saja Pak Arya baik hati, tidak seperti Pak Wahyu. Kalau galak, sudah habis Dion dimarahi.
"Ya, kalian harus komitmen, dong. Bikin dulu perjanjiannya jangan nyari yang lain selama ujian kalau perlu diberi materai biar ditandatangani."
"Dilan kali, Pak, pake materai-materai gitu."
Pak Arya tertawa. "Sudahlah, Bapak mau makan siang. Kita akhiri saja kelas hari ini."
Pak Arya keluar kelas. Secepat kilat menyambar beberapa murid juga ikut keluar.
"Hari ini lo bawa bekel?" tanya Magenta pada Claudya yang tengah asik membaca komik.
"Iya."
Magenta kecewa dengan jawabannya. Kalau saja Claudya lupa lagi membawa bekalnya, ia ingin sekali mengajaknya makan siang bareng di kantin.
"Yaudah, gue mau ke kantin."
Claudya mengalihkan pandangnnya dari komik dan menatap Magenta penuh tanya.
"Kenapa?" Magenta bingung dengan ekspresi Claudya.
"Harusnya gue yang tanya, kenapa mau ke kantin aja harus bilang ke gue?"
Skakmat! Magenta harus mencari alasan. Atau jujur lebih baik?
"Eng ... Tadinya mau ngajak bareng."
"Oh, makasih."
Tumben sekali Claudya mengucapkan makasih. Magenta tersenyum samar. Selama Magenta menolong cewek itu, tak pernah sekali pun ia mengucapkan makasih. Apakah benteng keangkuhannya sudah mulai tak kokoh?
***
Murid yang biasanya datang siang, hari ini berangkat terlalu pagi. Mereka tentu saja akan mempelajari materi secara mendadak. Ada juga yang baru menyalin materi di bukunya karena saat pelajaran berlangsung siswa tersebut malah memilih tidur. Keadaan kelas kacau luar biasa.
Hanya satu orang yang santai sekali terhadap UTS kali ini. Siapa lagi kalau bukan Claudya. Cewek itu sudah mempersiapkan segalanya. Dari mulai contekan matematika yang metodenya mirip dengan ulangan harian kemarin. Bahasa inggris yang metode nyonteknya akan pura-pura ke toilet untuk translate google di sana. Lalu, fisika yang metodenya nulis rumus di penghapus. Dan banyak lagi ide lainnya yang hendak Claudya realisasikan saat UTS. Ia hanya perlu ketangkasan dan sedikit ketelitian untuk menjalankan misinya.
Jam pertama hari ini yaitu bahasa inggris. Miss Elly datang tepat waktu. Semua murid yang tadinya heboh kini sudah duduk di tempat masing-masing.
"Good morning," sapa Miss Elly seraya tersenyum. Guru cantik itu memang bisa mencairkan suasana.
"Morning, Miss," jawab seluruh murid serentak.
"Are you ready for test?"
"Yes, Miss," jawab mereka kompak lagi. Padahal dalam hati mungkin masih ada yang sedang merapal untuk kemudahan ujian ini. Atau mungkin beberapa orang memaksakan diri untuk siap padahal belum siap sama sekali.
"Okay."
Miss Elly membagikan satu lembar soal dan satu lembar lagi untuk jawaban. Soalnya pilihan ganda sebanyak empat puluh butir dan essay lima butir.
"Begin!"
Claudya mengerjakan soal mudah lebih dulu, yang susah ia biarkan. Kelemahan Claudya ada di soal mencari sinonim dan antonim dari sebuah kata. Ia menuliskan kata tersebut di telapak tangannya agar saat mencari jawaban ia mengingatnya. Soal essay cukup sulit, karena salah satu nomor mengharuskan Claudya membuat artikel pendek. Ia akan mencarinya nanti di google ketika izin ke toilet. Untungnya Claudya sudah menyimpan ponselnya di lubang angin toilet wanita nomor empat. Maka ia takkan ketahuan membawa ponsel dari kelas.
Suasana kelas yang tadinya kondusif mulai bising. Di barisan tengah malah sudah ada yang mulai melempar-lempar kertas jawaban. Cuma Magenta yang sangat tenang mengerjakan soalnya.
Sebenarnya mudah bagi Claudya untuk menyontek dari Magenta. Karena cowok itu kalau menulis jawaban, lembar jawabannya tak pernah ditutupi. Namun, ia malu apabila ketahuan.
"Miss, saya izin ke toilet." Claudya mengangkat tangan meminta izin pada Miss Elly.
"Boleh."
Saatnya menjalankan misi. Claudya bergegas ke toilet nomor empat dan menerjemahkan jawaban di google translate. Lalu, ia menulisnya di kertas kecil yang nanti akan ia selipkan di sabuk roknya.
Setelah selesai mengerjakan seluruh soal, Claudya kembali ke kelas. Pelan tapi pasti ia mengambil kertasnya dari sabuk dan mengisi seluruh soal yang belum terjawab di lembar jawaban. Ia bersorak ketika selesai tepat waktu.
***
"Fisika woy, fisika!" Dion berteriak di kuping Magenta. Cowok itu refleks menutup mulut Dion dengan cara memasukkan donat.
"Berisik lo," keluh Magenta.
"Magenta, kasih gue contekan, dong." Dion memasang wajah melas dan menyatukan kedua tangannya memohon.
"Belajar, Yon."
"Niat belajar tuh emang ada, cuman gue males."
"Serah lo. Buruan abisin makanan lo. Bentar lagi jam kedua dimulai."
Dion menyerah merayu Magenta yang super pelit. Mau tak mau ia harus membawa lagi contekan di kolong meja atau menanyakan jawaban pada siswi di belakang mejanya.
Bel masuk sudah berteriak menyuruh seluruh penduduk sekolah memasuki kelas masing-masing. Dion dan Magenta langsung berlari memasuki kelas yang ternyata sudah penuh. Entah murid di kelasnya ini terlalu bersemangat atau bagaimana. Biasanya mereka telat masuk kelas.
Claudya sudah anteng di mejanya karena ia sudah menulis beberapa rumus yang sulit di penghapus karet berwarna putih yang masih ada pembungkusnya.
Guru fisika sudah datang dan tanpa basa-basi ia langsung membagikan lembar soal, lembar jawaban, dan kertas buram untuk menghitung.
Magenta masih kekenyangan karena donat yang ia makan di kantin. Makanya ia tak begitu buru-buru mengerjakan soal. Ia memerhatikan Claudya yang sangat tenang membolak-balikan lembar soal. Namun, ada yang aneh dengan cewek itu. Setiap ia melihat soal, ia langsung membuka pembungkus penghapus dan menghitung di kertas buram. Magenta curiga ada sesuatu di balik pembungkus penghapusnya.
"Claudya, minjem penghapusnya, dong."
Claudya langsung terperanjat. "Hah?"
"Gue salah ngitung, minjem dulu buat ngehapus."
"Pinjem aja ke yang lain." Claudya menjawab dengan sinis. Lalu, cewek itu kembali fokus ke soalnya.
Magenta semakin curiga pada Claudya. Alhasil, cowok itu mengambil paksa penghapusnya. Ia membuka pembungkusnya dan terlihatlah beberapa rumus yang ditulis kecil di penghapus putih itu.
Claudya langsung merebut penghapusnya dari tangan Magenta.
"Lo ganggu!" bentak Claudya. Suaranya dipelankan agar guru fisikanya tidak dengar.
Magenta masih tak bisa percaya seorang Claudya yang menggeser rankingnya semester lalu ternyata menyontek.
"Gue ... Gue nggak akan bilang siapa-siapa."
"Lo mau bilang sekarang sama guru juga gue nggak peduli. Bilang aja!"
"Sejak kapan lo nyontek?"
"Bukan urusan lo!"
***
[1244 kata]
Bulan lalu aku nonton film Bad Genius dan Bad Genius series. Beberap metode nyontek Claudya terinspirasi dari film tersebut. Bedakan terinspirasi dengan plagiat. Kalau di film Lin menulis jawaban di penghapusnya, di sini aku buat Claudya menulis rumusnya. Untuk masalah hape yang di toilet, Lin menggunakannya buat transfer jawaban, kalau di sini buat translate.
Mohon maaf atas typo, dsb. Nulisnya masih pake sistem kebut soalnya lagi sibik jadwal di dunia nyata padat merayap🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top