F.o.u.r
Sudah dua hari seluruh murid kelas sebelas dan duabelas bebas dari guru-guru killer. Kini saatnya mereka mempersiapkan kuping agar tak kena jewer, menjaga lisan agar penghapus tak melayang pada mereka, juga mempersiapkan hati dan pikiran untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Kegiatan belajar-mengajar akan efektif mulai hari ini. Begitu juga dengan kegiatan ekstrakulikuler. Seluruh ketua ekstrakulikuler saat ini sibuk mempromosikan kegiatan mereka pada siswa baru yang telah resmi menjadi bagian dari SMA Taruna Bangsa.
"Lo enak banget tiap promosi nggak pernah capek. Tinggal nempel-nempel kertas aja," celetuk Robert pada Agnes yang kini tengah sibuk memasang beberapa pengumuman di mading sekolah.
"Terus masalahnya di lo apa, Rob?" Agnes bertanya tanpa menoleh ke arah Robert.
"Nggak ada. Gue cuma mau usul aja, coba lo keliling ke tiap kelas kayak yang lain bikin yel-yel sama temen-temen mading biar banyak yang mau gabung ke redaksi sekolah."
"Nggak perlu. Gue punya cara jitu buat ngumpulin mereka biar langsung memenuhi area ini."
Dua siswi menghampiri Agnes dan Robert yang sudah selesai menempelkan beberapa pengumuman. Pengumuman hari ini didominasi oleh beberapa persyaratan masuk organisasi; OSIS, paskibra, PMR, pramuka. Juga beberapa jadwal latihan ekstrakulikuler; basket, voli, bulu tangkis, sepak bola, tenis meja, catur, cheerleader, dan lain-lain.
See, para ketua ekstrakulikuler lain saja selain promosi di lapangan juga menitipkan pengumumannya di mading. Jadi, mengapa Agnes perlu turun langsung?
Mading selalu dikunjungi oleh para penghuni sekolah. Saat mereka lewat saja, mereka pasti sekilas meliriknya. Sedikit saja Agnes menaruh satu gambar menarik atau satu tajuk berita yang bikin heboh, pasti mading tak pernah sepi.
"Nes, nyisa satu," ucap salah satu anak buah Agnes.
Cewek itu menyerahkan satu kanvas berukuran 30x30 cm yang telah dilukis. Lukisan bunga dandelion dengan background senja yang hangat. Di sudut kanan lukisan tersebut terdapat inisial Dya.
"Kira-kira ini orang bakal ngirim lukisan lagi nggak tahun ini?" tanya Agnes.
"Gue bukan cenayang, Nes," celetuk Robert. "Gue nggak tahu orang misterius ini mau ngirim lukisan lagi apa nggak. Gue juga nggak tahu ini orang udah lulus apa belum. Kan lo tahu sendiri semua redaktur mading nggak kenal sama dia. Lukisan aja ditaruh sembarangan depan pintu."
Agnes manggut-manggut mendengar penjelasan Robert yang sepenuhnya benar. Agnes juga tidak tahu pemilik inisial Dya ini.
"Nanti sore ada kumpulan nggak?" tanya cewek yang tadi mengantarkan lukisan.
"Ada. Bawa alat tulis, spidol, dan perlengkapan lain. Kita bakal dekor ulang mading sebelah perpustakaan, tampilannya jelek banget pas tadi gue lihat."
"Gue izin, ya, Nes. Bokap mau pergi ke Kalimantan, gue mau ikut nganter ke bandara." Cewek satunya menanggapi ucapan Agnes dengan permintaan.
"Oke."
Agnes memerhatikan lukisan dandelion tadi cukup lama. Lalu, memajangnya di area mading yang masih kosong.
"Ini, Nes, berita baru tinggal lo revisi."
Agnes membaca judul berita itu.
Peserta Ospek Paling Diincar Ketos.
"Tajuknya gini amat," komentarnya.
"Ya, biar yang kepo makin kepo. Isinya nama-nama murid beasiswa. Mereka pasti diincar Ketos, dong, secara Ketos kita yang ganteng itu juga kan anak beasiswa. Pasti ada satulah yang jadi kandidat buat masa depan."
"Okay, good job."
Satu lagi pengumuman yang ditempel di mading; redaksi menerima anggota baru dan ada tatacara mengirimkan karya ke redaksi. Hal ini juga bertujuan untuk mengetahui siapa pemilik inisial Dya.
***
Suasana kelas sangat gaduh. Para murid IPA 1 terbagi menjadi beberapa kelompok saat ini. Di belakang markasnya kelompok pecinta drakor. Saat ini mereka sedang asyik menonton drama di laptop. Ada kelompok yang sibuk bersolek, lalu selfie dan memenuhi beranda facebook dengan postingannya. Ada juga kelompok yang sedang selonjoran di lantai, bahkan mereka sampai tertidur. Jangan lupakan kelompok pergibahan yang kalau cerita bikin kuping budek karena omongannya yang keras dan tak bisa di-filter.
Dua orang yang tidak mengikuti perkumpulan adalah Claudya dan Magenta. Mereka sedang sibuk pada kegiatannya masing-masing. Magenta sedang memeriksa beberapa formulir pendaftaran ekstrakulikuler sepak bola. Sedangkan Claudya sedang membaca komik yang baru saja dibelinya. Komik itu adalah komik yang sama seperti di perpustakaan. Hari itu, ia belum menyelesaikannya sampai halaman terakhir.
Tiba-tiba pintu kelas diketuk. Hanya Magenta yang menyadarinya. Yang lain masih sibuk dengan kegiatannya. Cowok itu bangkit menghampiri orang di depan pintu.
Magenta menerima beberapa lembar kertas HVS dari salah satu siswa kelas IPA 2. Siswa itu menitipkan pesan dari Pak Arya, katanya wali kelasnya itu tidak bisa masuk karena ada urusan mendadak. Satu kertas berisi jadwal pelajaran dan kelas tambahan, tiga sisanya kosong melompong.
"Ini kertas kosong buat apaan?" tanya Magenta pada pengantar amanat Pak Arya.
"Disuruh susun organigram, jadwal piket, sama petugas upacara minggu depan," jawab siswa itu.
"Oke. Thanks."
Setelah mengucapkan terima kasih, Magenta masuk ke kelas. Sekarang ia bingung harus melakukan apa. Pasalnya ia belum pernah memimpin kelas. Akhirnya Magenta menghampiri Icha, cewek imut yang cerewet itu merupakan sekretaris saat kelas sebelas. Icha yang sedang mengobrol dengan Agnes dan Robert langsung sadar saat Magenta menghampiri mejanya.
"Ini apa, Ta?" tanya Icha saat Magenta menyerahkan beberapa kertas dari Pak Arya. Icha membaca tulisan yang tertera di sana. "Oh, lo nyuruh gue nulis ini di white board?"
Magenta mengangguk.
Icha hendak mengambil spidol dari dalam tasnya. Namun, tas itu malah diambil oleh Robert yang kebetulan sedang duduk di sampingnya.
"Balikin nggak?!"
"Udah lo nggak usah nulis. Mending foto aja kertasnya, abis itu kirim ke grup whatsapp," kata Robert.
"Lo bikin orang-orang jadi males, Rob," sanggah Magenta.
"Percuma juga Icha nulis, buang-buang tenaga. Toh, mereka masih sibuk sama kegiatan mereka. Nggak mungkin mau nulis."
Icha langsung menatap Robert penuh selidik. Apakah bule kesasar itu sedang memihaknya agar mengizinkan Agnes duduk dengan cowok itu?
Magenta tak menanggapi ucapan Robert. Ia menepuk tangan beberapa kali agar mendapat perhatian dari yang lainnya.
"Guys, gue dapet amanat dari Pak Arya, suruh nulis jadwal. Ayo keluarin buku kalian!"
"Lo nggak bisa langsung nyuruh, dong. Kan, tadi gue usul buat difoto aja biar nggak capek," kilah Robert.
"Nanti gampang kehapus," balas Magenta.
"Kalau kehapus tinggal download ulang, Ta. Selama masih ada di grup aman, kok," timpal Jessica. "Gue setuju difoto. Yang lain gimana?"
"Gue juga."
"Iya, setuju."
Dan banyak lagi sahutan-sahutan yang mendukung usulan Robert. Kali ini Magenta pasrah.
"Sekalian, Pak Arya nyuruh susun jadwal piket, organigram, sama petugas upacara buat minggu depan. Karena Juno udah pindah, kita pilih ketua kelas aja dulu gimana? Nanti biar ketua kelas yang mimpin buat susunan organigramnya."
"Gue usul yang ranking pertama, deh, yang jadi ketua kelas," ujar Jessica.
"Claudya?" tanya Dion yang sedari tadi cuma menyimak.
Merasa namanya disebut, Claudya langsung menoleh. Ia tahu ini hanyalah akal-akalan Jessica untuk membuat Claudya kesal. Ia tak seserius itu untuk mengusulkannya menjadi ketua kelas. Bagaimana pun Claudya tahu, Jessica akan lebih memilih Magenta untuk menjadi ketua kelas. Jadi, Claudya tak berkomentar.
"Iyalah, semester kemarin dia kan udah menggeser posisi Magenta." Suara Agnes yang penuh penekanan membuat Claudya geram. Namun, cewek itu mencoba menahan amarahnya. Jangan sampai ia meledak di sini. Bisa panjang urusannya, apalagi kalau ibunya sampai tahu kelakuan buruk Claudya.
"Claudya, lo mau jadi ketua kelas?" tanya Dion.
"Gak." Jawaban Claudya singkat dan jelas. Cewek itu kembali melihat-lihat komiknya, meskipun ia sudah selesai membacanya. Ia hanya ingin mencari ketenangan karena emosinya hampir di ubun-ubun.
"Lo yang bener aja, Jess, kalau ngusulin orang," ucap Robert.
"Iya, Jess, yakali murid pendiem gitu mau jadi ketua kelas," timpal siswa yang lain.
"Luarnya aja pendiem, dalemnya kan kita nggak tahu," sindir Jessica.
Claudya mengepalkan tangannya. Ia tahu Jessica tidak menyukainya sejak mereka ospek dulu, karena Claudya mendapat banyak perhatian dari kakak kelas. Jessica iri pada kesempurnaan yang dimiliki Claudya. Namun, baru kali ini Jessica menyerangnya secara terang-terangan. Mungkinkah karena Magenta yang disukai Jessica saat ini duduk sebangku dengannya?
"Udah nggak usah diterusin, Jess. Gue sebagai peringkat kedua di kelas bersedia jadi ketua kelas." Nada suara Magenta yang tegas membuat semua orang diam dan tak membantah.
***
[1284 kata]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top